Qonitah
Qonitah

yang kuinginkan hanya jilbab yang syar’i

10 tahun yang lalu
baca 8 menit
Yang Kuinginkan Hanya Jilbab yang Syar’i

Dunia-Remaja-010Al-Ustadz Abdullah al-Jakarty

Ketika iman sudah tertancap di hati seseorang, ketika datang perintah Allah dan Rasul-Nya, dia akan berkata, “Kami mendengar dan taat.” Sikap seperti inilah yang harus dikedepankan oleh setiap muslim terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang orang-orang beriman,

وَقَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ

dan mereka mengatakan, ‘Kami mendengar dan taat’. (al-Baqarah: 285)

Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦

“Tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (al-Ahzab: 36)

Di antara kewajiban yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap muslimah adalah memakai jilbab syar’i yang menutupi seluruh tubuh mereka. Perintah ini ditegakkan untuk kemaslahatan (kebaikan) mereka di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluan mereka, janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) tampak, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka….” (an-Nur: 31)

Dalam ayat yang lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.” (al-Ahzab: 59)

Disebutkan dalam sebuah hadits, ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memerintah para wanita untuk pergi ke tempat dilaksanakannya shalat id, seorang shahabiyah yang bernama Ummu ‘Athiyyah berkata, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab,

لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا

“Hendaklah saudarinya memakaikan (meminjamkan) jilbab kepadanya.” (HR. Muslim no. 2093)

Dalam hadits yang lain, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan,

كُنَّ نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ الْفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ حِينَ يَقْضِينَ الصَّلاَةَ لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ

“Dahulu para wanita mukminah ikut shalat fajar (subuh) bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dengan menutupi tubuh mereka dengan kain. Selesai shalat, mereka kembali ke rumah mereka dan tidak ada seorang pun yang mengenali mereka karena suasana masih gelap.” (HR. al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 1491)

Wahai muslimah, tentu setiap muslim ingin menjalankan perintah Allah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah, sehingga amalannya terhitung sebagai amalan saleh yang kelak menjadi pemberat timbangan amalan kebaikannya. Hijab atau jilbab mempunyai ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Berikut syarat-syarat hijab dan jilbab yang syar’i.

  1. Hijab harus menutupi seluruh tubuh.

Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala ,

َ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ

“Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.” (al-Ahzab: 59)

Yang dimaksud jilbab ialah kain yang lebar atau lapang yang dapat menutupi seluruh tubuh.

  1. Hijab harus tebal, tidak tipis, dan tidak transparan.

Dengan hijab yang seperti inilah upaya menutupi aurat tercapai. Sebaliknya, jika yang digunakan adalah pakaian yang tipis dan transparan, tidak tercapai tujuan menutup aurat yang diperintahkan oleh agama.

  1. Hijab yang dipakai bukan sebagai perhiasan sehingga menarik orang untuk melihatnya.

Hijab tersebut tidak diberi hiasan, aksesoris, dan yang semisalnya, agar tidak membuat orang lain, terutama laki-laki, tertarik untuk melihatnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ

“Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (an-Nur: 31)

Ayat ini umum, mencakup pula pakaian luar yang penuh perhiasan sehingga membuat pandangan orang lain tertuju padanya. Silakan lihat Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah karya asy-Syaikh al-Albani.

  1. Hijab harus lebar, tidak sempit/ketat, sehingga tidak memperlihatkan lekukan tubuh.

Terdapat ancaman keras bagi wanita yang memakai pakaian tetapi memperlihatkan tubuh mereka, atau memakai pakaian ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya. Mereka itu berpakaian, tetapi pada hakikatnya telanjang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ؛ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat. Pertama, sebuah kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi, yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia. Kedua, para wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Mereka berjalan berlenggak-lenggok (berjalan dengan menimbulkan fitnah). Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak dapat mencium bau harum surga, padahal baunya tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 5704)

  1. Tidak memakai wewangian

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wewanginan lalu berjalan melewati sebuah kaum supaya mereka mencium bau wanginya, maka dia adalah pezina.” (HR. Abu Dawud no. 4175, an-Nasa’i no. 5126, dan at-Tirmidzi no. 2786. Al-Imam at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.” Hadits ini dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani.)

  1. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia seperti mereka.” (HR. Abu Dawud no. 4033 dan Ahmad, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2831)

  1. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

Syariat melarang wanita memakai pakaian yang menyerupai pakaian lelaki. Hal ini dijelaskan dalam banyak dalil, di antaranya sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas,

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

“Nabi n melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. al-Bukhari no. 5886)

Begitu juga hadits dari Abu Hurairah,

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan dan perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud no. 4100, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5095)

Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Wanita tidak boleh memakai pakaian yang tasyabbuh (menyerupai) dengan pakaian laki-laki atau dengan pakaian wanita-wanita kafir. Dia juga tidak diperbolehkan memakai pakaian ketat yang menampakkan lekuk tubuh dan menimbulkan fitnah. Pantalon mengandung semua larangan di atas sehingga tidak diperbolehkan memakainya.” (al-Muntaqa 3/457)

  1. Bukan pakaian syuhrah (pakaian untuk mencari ketenaran).

Pakaian syuhrah adalah semua pakaian yang dipakai untuk meraih kemasyhuran (ketenaran) di tengah-tengah manusia, baik berupa pakaian mewah (mahal) yang dikenakan untuk membanggakan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian jelek yang dikenakan untuk menampakkan kezuhudan dan karena riya’. Silakan lihat Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah karya asy-Syaikh al-Albani.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melarang pakaian syuhrah. Beliau bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا، أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا

“Barang siapa mengenakan pakaian (untuk mencari) kemasyhuran (ketenaran) di dunia, Allah akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian Dia kobarkan api di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3607 dan Abu Dawud no. 4031, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6526)

Itulah beberapa ketentuan atau syarat hijab dan jilbab syar’i. Jilbab bukan sekadar kain yang dipakai sesuai dengan keinginan. Jilbab dipakai bukan agar pemakainya tetap terlihat gaul, modis, dan cantik di hadapan semua orang, terutama laki-laki. Jadi, apa yang dipilih oleh sebagian muslimah yang memakai jilbab masih jauh dari ketentuan jilbab yang syar’i. Kalau begitu, katakanlah, “Yang kuinginkan hanya jibab yang sesuai dengan syariat.” Wallahu a’lam bish shawab.