Pembaca setia Qonitah, pada edisi lalu telah dibahas bahwa keluarnya mani dan bertemunya dua khitan adalah sebab seseorang menjadi junub sehingga diperintah oleh syariat untuk mandi janabah. Kali ini, bahasan tersebut akan disempurnakan dengan bahasan tata cara mandi janabah. Mari kita cermati bahasan berikut.
Rukun-rukun Mandi Janabah
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amalan bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Hukumnya seperti hukum membaca bismillah ketika wudhu, yang menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah wajib.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِن كُنتُمۡ جُنُبٗا فَٱطَّهَّرُواْۚ
“Apabila kalian junub, bersucilah (mandilah).” (al-Maidah: 6)
فَٱطَّهَّرُواْۚ dalam ayat ini bermakna فَاغْتَسِلُوا (mandilah).
Berkata al-Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam as-Sailur Jarrar (1/113), “Adapun mengguyurkan air ke seluruh tubuh, makna mandi tidak akan dipahami dengan sempurna kecuali dengannya.”
Tata Cara Mandi Janabah
Tidak ada perbedaan antara mandi janabah bagi pria dan bagi wanita, kecuali pada dua hal:
Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang berkata,
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي، أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لَا، إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ، ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَاغْمِزِي قُرُونَكِ عِنْدَ كُلِّ حَفْنَةٍ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mengikat rambut kepala saya. Apakah saya lepaskan ikatan tersebut ketika mandi janabah?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Tidak perlu. Sesungguhnya cukup bagimu mengguyur kepalamu tiga kali, kemudian mengguyur seluruh tubuhmu, maka kamu menjadi suci’.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Tekan dan peraslah jalinan rambutmu pada setiap tuangan/guyuran.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 227)
Demikian pula hadits dari ‘Ubaid bin ‘Umair yang berkata, “Telah sampai berita kepada ‘Aisyah bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi (janabah). ‘Aisyah pun berkata, ‘Alangkah aneh Ibnu ‘Amr ini! Dia memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi?! Tidakkah dia memerintah mereka untuk memotong rambut saja? Aku pernah mandi bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dari satu bejana, dan aku menuangkan air ke atas kepalaku tidak lebih dari tiga tuangan’.” (HR. Muslim no. 331)
Hadits di atas merupakan pengingkaran ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada ‘Abdullah bin ‘Amr c yang memerintah para wanita untuk melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi (janabah). Ini menunjukkan bahwa melepaskan ikatan/jalinan rambut ketika mandi janabah tidak wajib.
Al-Imam asy-Syaukani t, dalam Nailul Authar (1/250), berkata, “Hadits di atas menunjukkan tidak wajibnya seorang wanita melepaskan/membuka ikatan/jalinan rambutnya (ketika mandi janabah, -pen.).”
Pendapat ini dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagaimana dalam al-Fatawa (21/297). Beliau berkata dalam kitab yang sama di bagian yang lain (21/237), “Apabila wanita melakukannya (yaitu mencuci bagian dalam farjinya, -pen.), boleh-boleh saja.”
Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hal itu diperbolehkan dalam rangka kebersihan, bukan dalam rangka ibadah.”
Kaifiyyah (tata cara) mandi janabah ada dua macam, yaitu:
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ، ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Sesungguhnya cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, kemudian mengguyurkan air ke seluruh tubuhmu, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 320)
Hadits di atas adalah salah satu dalil tata cara mandi janabah cukup, yaitu dengan mengguyurkan air ke atas kepala tiga kali, kemudian menuangkan air ke seluruh tubuh dengan merata. Dengan demikian, orang yang junub dianggap telah suci dari hadats besar.
Cara ini akan dijabarkan sebagai berikut.
Sifat Mandi Janabah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua tangan, kemudian menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian mencuci kemaluan. Setelah itu, beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, mengambil air dan memasukkan jari-jari ke pangkal-pangkal rambut sampai menyangka telah basah seluruhnya, mengguyurkan air ke atas kepala tiga kali, mengguyurkan air ke seluruh tubuh, kemudian mencuci kedua kaki.” (HR. al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Beliau ` memulai dengan mencuci kedua tangan sebelum memasukkan tangan ke bejana.” (HR. Muslim no. 316)
Dalilnya adalah hadits dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, “… beliau mencuci kemaluan beliau kemudian menggosokkan tangan beliau ke tanah atau ke tembok.” (HR. al-Bukhari no. 259)
Dalam riwayat Muslim, “Kemudian beliau memukulkan tangan kiri beliau ke tanah dan menggosoknya dengan keras.” (HR. Muslim no. 317)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita, “Dahulu apabila Nabi ` mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci tangan, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “… beliau ` memasukkan jari-jari ke dalam air kemudian menyela-nyela rambut, lalu menuangkan air ke atas kepala tiga kali dengan kedua tangan.” (HR. al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga, “… kemudian menyela-nyela rambut dengan jari-jari tangan sampai menyangka bahwa kulit kepala beliau telah basah seluruhnya, kemudian menuangkan air ke atas kepala tiga kali, kemudian mencuci seluruh tubuh.” (HR. al-Bukhari 272)
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang berkata, “… beliau ` mengambil air dengan telapak tangan, menuang air ke atas kepala dimulai dari kepala bagian kanan, kemudian bagian kiri, kemudian menuangkan air dengan kedua telapak tangan ke atas kepala.” (HR. al-Bukhari no. 258)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pula, beliau berkata, “Apabila salah seorang dari kami junub, dia mengambil air dengan kedua tangannya tiga kali, dia tuangkan ke atas kepala. Kemudian, dia mengambil air lagi dengan tangannya dan menuangkannya ke kepala bagian kanan, kemudian mengambil air dengan tangannya yang lain dan menuangkannya ke kepala bagian kiri.” (HR. al-Bukhari no. 227, dan Abu Dawud no. 253)
Hal ini sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “… kemudian beliau ` mencuci tubuh beliau seluruhnya.” (HR. al-Bukhari no. 272)
Dalam riwayat Muslim no. 316, “… kemudian beliau menuangkan air ke seluruh tubuh.”
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menyukai at-tayammun (memulai dari bagian kanan) pada semua keadaan beliau, seperti ketika memakai sandal, menyisir, dan bersuci.” (HR. al-Bukhari no. 5854, Muslim no. 268, dan selain keduanya)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Dahulu apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ingin mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangan, kemudian mencuci al-marafigh (اَلْمَرَافِغُ)[2] dan menuangkan air ke atasnya. Apabila keduanya telah bersih, beliau gosokkan tangan ke debu yang ada di dinding, kemudian menghadap (bejana) untuk berwudhu dan menuangkan air ke atas kepala beliau.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 2231)
Hal ini berdasarkan hadits dari Maimunah radhiyallahu ‘anha yang berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam berwudhu seperti wudhu untuk shalat (ketika mandi janabah, –pen.), kecuali membasuh kedua kaki, dan mencuci kemaluan beliau. Setelah itu, beliau menuangkan air ke atas seluruh tubuh. Kemudian, kedua kaki beliau berpindah tempat dan beliau mencuci keduanya.” (HR. al-Bukhari no. 249)
Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam al-Irwa’ 1/170, setelah membawakan hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha, “Hadits ini sebagai nash/dalil dibolehkannya mengakhirkan pencucian kedua kaki ketika mandi janabah, berbeda dengan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (kaki dicuci ketika wudhu sebelum mandi, -pen.). Bisa jadi, beliau ` melakukan dua perkara ini: terkadang mencuci kedua kaki ketika wudhu, dan terkadang mengakhirkan pencucian kedua kaki sampai di akhir mandi. Wallahu a’lam.”
Tidak berwudhu lagi setelah mandi[3]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mandi kemudian shalat dua rakaat lalu shalat shubuh. Saya tidak melihat beliau memperbarui wudhu setelah mandi.” (HR. Abu Dawud [lihat Shahih Sunan Abi Dawud no. 225] dan at-Tirmidzi—beliau berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafadz, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak berwudhu setelah mandi janabah.” (Lihat Shahih Sunan Ibni Majah no. 470 dan al-Misykah no. 445)
Mandi dengan air satu sha’[4] atau semisalnya
Diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Nabi mandi dengan air satu sha’ sampai lima mud, dan berwudhu dengan satu mud.” (HR. al-Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325)
Secara ringkas, tata cara mandi sempurna adalah:
Demikianlah, Saudariku muslimah, tata cara mandi janabah. Semoga kita dapat mengamalkannya.
Wallahul muwaffiq wallahu a’lam.
[1] Karena mayoritas wanita berambut panjang dan terkadang dia menjalin atau mengepang rambutnya. Ketika mandi janabah, dia tidak diwajibkan untuk membuka atau melepas jalinan rambutnya tersebut.
[2] اَلْمَرَافِغُ adalah daerah lipatan-lipatan kulit, seperti ketiak atau tempat lain yang biasanya terkumpul padanya kotoran dan keringat.
[3] Karena yang disunnahkan adalah berwudhu sebelum mandi, sebagaimana ditunjukkan oleh nash/dalil.
[4] Satu sha’ adalah empat mud, dan satu mud adalah seukuran cakupan dengan kedua telapak tangan yang berukuran sedang.