Qonitah
Qonitah

surat pembaca (edisi 16)

10 tahun yang lalu
baca 4 menit
SURAT PEMBACA (EDISI 16)

surat-pembaca
Informasi Tema Edisi Berikutnya

Bismillah. Ana sangat senang dan suka dengan majalah ini. Alhamdulillah, ana tidak pernah tertinggal tiap edisinya. Tapi yang ana sayangkan, menurut ana lebih baik Qonitah seperti dulu lagi, yaitu diberitahukan kepada pembaca tentang edisi selanjutnya membahas apa. Barakallahu fikum.

almahbubahxxx@gmail.com

Jazakillahu khairan atas kesediaan Anda menjadi pembaca setia Qonitah. Mengenai informasi tema edisi berikutnya, mulai edisi 13 lalu memang sengaja kami rahasiakan. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan ini. Namun, hal ini akan tetap kami pertimbangkan jika kondisi tepat dan memungkinkan. Wa fikum barakallah.

 

Ilustrasi Kurang Sedap Dipandang

Walhamdulillah, penampilan dan isi Qonitah semakin bagus. Untuk edisi 14 halaman 12, kenapa gambar ilustrasinya kurang sedap dipandang? Meski yang disorot tentang kejahatan pemerintah, ana usul sebaiknya ilustrasinya yang enak dipandang. Ada sabda Rasulullah, “Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan.” Afwan wa barakallahu fik.

+6285259xxxxxx

Kami memohon maaf atas kekurangnyamanan yang Anda rasakan. Dalam memilih ilustrasi, memang biasanya kami menyesuaikannya dengan topik yang sedang dibahas. Minimalnya, ilustrasi tersebut bisa menggambarkan kondisi yang ada atau sekadar menyimbolkan topik pembahasan. Akan tetapi, masukan Anda bagus dan patut kami pertimbangkan, insya Allah. Wa fika barakallah.

 

Tampilan Semakin Menawan

Qonitah edisi 15 insya Allah sudah menemukan bentuknya: isinya lumayan bagus dan bermanfaat, tata letaknya menarik, dan ilustrasinya menawan. Ke depan, semoga Allah menaburkan rahmat dan barakah-Nya kepada kita semua. Amin, Allahumma amin.

Ulul Albab – Situbondo

+6285259xxxxxx

Alhamdulillah alladzi bini’matihi tatimmu ash-shalihat. Kami turut berbahagia atas kenyamanan dan manfaat yang dirasakan oleh pembaca sekalian. Semoga Allah l senantiasa mengokohkan hati kita untuk terus menetapi jalan-Nya dan memudahkan segala upaya yang kita lakukan untuk meraih ridha-Nya. Amin ya Mujibassa’ilin.

 

Nama Ayah Wanita Salihah Penduduk Madyan

Bismillah. Afwan, pada halaman 65 majalah Qonitah edisi 14 disebutkan bahwa nama ayah kedua perempuan tersebut Yatsrun, Tsabrun, atau Yatsra. Ana sudah lihat di Tafsir Ibnu Katsir, pendapat yang paling masyhur di kalangan ulama, nama ayah tersebut adalah Nabi Syu’aib . Wallahu a’lam.

+6285396xxxxxx

Benar bahwa menurut pendapat yang masyhur, orang saleh di masa Musa ‘alaihissalam, ayah mertua beliau tersebut, adalah Nabiyullah Syu’aib ‘alaihissalam. Namun, sebagian ulama membantah pendapat ini dengan jawaban yang tidak bisa kita pandang dengan sebelah mata.

Di antara ulama tersebut adalah asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah . Di dalam Tafsirnya, beliau berkata, “Orang ini, ayah dari wanita penduduk Madyan tadi, bukanlah Syu’aib, nabi yang dikenal, sebagaimana anggapan ini masyhur di sisi banyak orang. Pendapat ini tidak ada dalilnya. Asumsi terdekat yang membangun pendapat ini adalah bahwa Syu’aib ‘alaihissalam tinggal di Madyan, dan peristiwa tadi terjadi di Madyan. Lalu, apa yang menunjukkan korelasi konsekuensi di antara keduanya? (Tidak ada!)

Di sisi lain, tidak pernah diketahui bahwa Musa ‘alaihissalam mendapati masa Nabi Syu’aib, apalagi mendapati Syuaib itu sendiri. Seandainya laki-laki ini adalah Syu’aib, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan menyebutkan namanya, dan niscaya kedua putrinya itu akan menyebutkan namanya.

Alasan lainnya, Allah subhanahu wa ta’ala telah membinasakan kaum Syuaib karena pendustaan mereka. Tidak tersisa dari mereka kecuali orang-orang yang beriman bersama Syu’aib. Allah pasti melindungi orang-orang yang beriman ini dari sikap ridha menghalangi dua putri nabi mereka dari mata air dan menghalangi binatang ternak keduanya, sampai-sampai keduanya didatangi orang asing yang kemudian berbuat baik kepada mereka, memberi minum ternak mereka.

“Tidak mungkin pula Syu’aib akan ridha membiarkan Musa menggembala untuknya, menjadi pelayannya, dalam keadaan ia mengetahui bahwa Musa lebih utama dan lebih tinggi derajatnya daripada dirinya—wallahu a’lam—kecuali jika dikatakan (sebagai bantahan) bahwa kejadian ini adalah sebelum kenabian Musa (sehingga Syu’aib bersikap demikian). Namun, di atas segalanya, tidak bisa dijadikan sandaran bahwa orang ini adalah Nabi Syu’aib, tanpa adanya penukilan yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”