Qonitah
Qonitah

stop! jangan kamu nikahi dia

10 tahun yang lalu
baca 9 menit
Stop! Jangan Kamu Nikahi Dia

silsilah-hadits-14Al-Ustadz Abu Bakar Abdurrahman

فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَرْثَدُ، اَلزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً، وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ، فَلَا تَنْكِحْهَا.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun menjawab, ‘Wahai Martsad, lelaki pezina tidaklah menikah kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik, demikian pula perempuan pezina tidak dinikahi kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Oleh karena itu, jangan kamu nikahi dia (perempuan pezina itu)’.” (HR. at-Tirmidzi no. 3177, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani )

Pembaca Qonitah yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala.

Sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia diciptakan dengan pasangannya. Sebagai anugerah ilahi, disyariatkanlah pernikahan. Seorang pria yang fitrahnya masih suci tentu ingin menyalurkan nafsu biologisnya dengan cara yang halal, yang diridhai oleh Allah dan mendatangkan pahala.

Meski syahwat sudah memuncak, tetap seorang muslim berpikir panjang untuk menentukan pasangan hidupnya. Keimanan dan kesalehan seorang wanita, itulah yang dia kedepankan dan utamakan di atas segala-galanya.

Seorang wanita yang salihah tentu akan dicari oleh pria yang saleh. Maka dari itu, janganlah Anda, Saudariku, cemas dan khawatir. Selama Anda berhias dengan ketakwaan, pasti akan banyak pria yang mendambakan Anda. Sebaliknya, jika Anda tidak peduli terhadap akhlak Anda, jangan harap pria saleh menjadi pasangan Anda.

Dalam hadits yang telah kami ketengahkan ke hadapan Anda, seorang sahabat yang termasuk pejuang Islam pada zaman Rasulullah meminta pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Dia menyampaikan keinginan untuk menikahi wanita bekas kekasihnya pada masa jahiliah, sebelum dia masuk Islam. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melarangnya karena wanita itu adalah pezina. Mari kita simak hadits yang sarat faedah ilmu berikut ini.

Pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam ada seorang sahabat yang bernama Martsad bin Abi Martsad. Beliau bertugas membawa tawanan perang—kaum muslimin yang tertawan di Mekkah—ke Madinah. Di Mekkah ada seorang wanita jalang bernama ‘Anaq. Dia adalah kekasih Martsad pada masa jahiliah sebelum Martsad masuk Islam.

Suatu saat beliau berjanji kepada salah seorang tawanan. Beliau menuturkan, “Aku pun datang untuk menepati janji tersebut. Aku berhenti di suatu tembok milik penduduk Mekkah pada malam yang bermandikan cahaya bulan.

Pada saat itu datanglah ‘Anaq. Dia melihat bayanganku di tembok itu. Tatkala jarak sudah dekat, dia pun mengenaliku.

‘Martsad?’ tanyanya menerka.

‘Ya, aku Martsad,’ jawabku. Dia pun menyambutku, ‘Selamat datang. Mari bermalam di rumahku.’

Aku beralasan, ‘Wahai ‘Anaq, sesungguhnya Allah mengharamkan zina.’

Dia pun marah dan berseru, ‘Wahai penghuni tenda (para penjaga tawanan)! Orang ini mau mengambil tawanan kalian!’

Serempak delapan orang mengejarku. Aku pun berlari, menyelinap ke jalan-jalan di gunung sampai menemukan lubang persembunyian. Aku pun masuk ke dalamnya. Namun, mereka sampai pula ke persembunyianku. Mereka kencing di lubang tersebut sampai air kencing mereka mengenai kepalaku. Namun, Allah membutakan mata mereka sehingga tidak melihatku. Kemudian, mereka pergi meninggalkan tempat itu.

Aku pun kembali ke tempat si tawanan lalu mengangkutnya. Orang ini memiliki badan yang berat. Sampailah kami ke sebuah tempat yang di sana banyak tumbuhan idzkhir. Kulepaskan belenggunya, lalu kuangkut kembali dia. Sungguh hal ini sangat melelahkanku sampai aku pun tiba di Madinah.

Kusampaikan kepada Rasulullah perihal ‘Anaq. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah saya menikahi ‘Anaq?’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam terdiam, tidak menjawab sedikit pun, sampai turun kepada beliau ayat,

ٱلزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةٗ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوۡ مُشۡرِكٞۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٣

 ‘Lelaki pezina tidaklah menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik, demikian pula wanita pezina tidaklah dinikahi kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.(an-Nur: 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun bersabda, ‘Wahai Martsad, lelaki pezina tidaklah menikah kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik, demikian pula perempuan pezina tidak dinikahi kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Oleh karena itu, jangan kamu nikahi dia’.”

Dalam kisah yang panjang ini kita temukan beberapa faedah, di antaranya:

  1. Kegigihan para sahabat dalam memperjuangkan Islam.

Lihatlah sahabat ini. Dengan keberanian, keteguhan, dan kesabaran, beliau menghadapi bahaya: datang ke markas musuh untuk mengambil tawanan secara diam-diam. Nyawa taruhannya. Sungguh, tidaklah para sahabat melakukan hal itu kecuali karena dorongan iman dan harapan besar kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk mendapatkan surga.

  1. Mendahulukan ketaatan kepada Allah di atas segala-galanya dan mengalahkan hawa nafsu.

Sikap sahabat ini benar-benar menjadi teladan bagi setiap muslim. Lihatlah ketegaran iman Martsad ketika mendapatkan ujian. Beliau diajak untuk bermaksiat pada malam yang sunyi, tidak ada seorang pun yang melihat. Beliau menolak ajakan ini dengan tegas dan menyatakan bahwa Allah mengharamkan zina. Mudah-mudahan Allah memasukkan Martsad z dalam golongan yang mendapatkan naungan di sisi Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu lelaki yang diajak berzina oleh perempuan cantik lagi berkedudukan, tetapi dia menolak dengan menyatakan, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah.”

  1. Surga diliputi oleh berbagai ujian.

Mengemban tugas ilahi sebagai mujahid merupakan amanat yang sangat berat. Banyak manusia tidak lulus ujian dalam masalah ini. Lihatlah orang-orang munafik! Amat berat bagi mereka melaksanakan tugas ini. Di tengah-tengah tugas ini ada godaan wanita yang harus disikapi dengan tegas. Apabila dari awal seseorang bersikap lembek, dia akan terus dan terus terperangkap dalam jurang kenistaan.

  1. Bersikap tegas di atas kebenaran walaupun berisiko.

Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا

“Ucapkanlah kebenaran walaupun terasa pahit.”

Tatkala Martsad menyatakan bahwa zina itu haram, langsung pezina ini berteriak memberi tahu teman-temannya supaya menangkap Martsad.

  1. Pelaku maksiat akan selalu mencari pengikut dan tidak akan membiarkan orang yang taat tenang dalam beribadah kepada Allah.

Pasti pelaku maksiat mengusik orang-orang yang beriman dan menimbulkan masalah bagi mereka. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaklah bersabar ketika menjalankan ketaatan.

  1. Bersungguh-sungguh untuk mengubur masa lalu yang kelam dan meninggalkannya sejauh-jauhnya.

Kejadian masa lampau adalah kenangan yang sangat melekat di hati. Seseorang akan mengingatnya sampai masa tuanya. Oleh sebab itu, seorang mukmin harus selalu bisa menaklukkan hawa nafsunya. Seandainya dia tidak bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsunya, sangat mudah dia untuk kembali ke masa lalunya yang jelek. Dengan bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu dan benci terhadap masa jahiliah, insya Allah dia akan mendapatkan kelezatan iman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah mengabarkan,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Ada tiga perkara yang barang siapa terdapat padanya ketiga perkara ini, dia akan mendapatkan manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya. Kedua, dia mencintai seseorang tidak lain karena Allah. Ketiga, dia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci jika dilemparkan ke dalam api.” (HR. al-Bukhari no. 16)

Semoga kita semua menjadi mukmin yang bisa merasakan manisnya iman.

  1. Sesama muslim hendaklah berta’awun (tolong-menolong) dalam hal kebaikan. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.”

  1. Liku-liku yang dialami para sahabat saat berjuang fi sabilillah.

Sahabat ini dikejar oleh musuh sampai masuk ke lubang dan dikencingi oleh orang-orang musyrik. Namun, para sahabat menghadapi semua itu dengan kesabaran. Rintangan yang mereka jumpai ibarat garam dalam masakan, yang akan menjadikan makanan terasa nikmat.

Dalam kisah lain, kaki Abu Bakr tersandung batu di suatu perjalanan jihad sehingga berdarah. Beliau melihat jari kaki yang berdarah tersebut sambil melantunkan syair, “Tidaklah kamu melainkan satu jari yang berdarah, padahal kamu akan mendapati yang lebih parah daripada itu saat berjuang fi sabilillah.”

Itulah para sahabat, pejuang sejati dalam Islam. Allah telah meridhai mereka. Seandainya salah seorang dari kita menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, pahala infak ini tidak akan menyamai pahala mereka ketika menginfakkan satu mud gandum. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk meneladani para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

  1. Haramnya menikahi wanita pezina dan wanita musyrik, dan tidak sah akad nikah yang telah dilakukan.

Berkata Ibnu Katsir dalam tafsir surat an-Nur: 2, “Berpijak pada ayat ini, al-Imam Ahmad berpendapat tidak sah akad yang dilakukan oleh pria mukmin—yang berakhlak baik—dengan wanita pezina sampai wanita ini betul-betul bertobat. Apabila wanita itu bertobat, sah akad nikahnya, dan jika tidak bertobat, tidak sah akadnya. Demikian pula tidak sah akad nikah antara wanita yang baik dan pria yang bejat/pezina sampai pria tersebut benar-benar bertobat. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ

“Dan dihalalkan untuk kalian wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab.” (al-Maidah: 5)

Dihalalkan menikahi wanita ahli kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, bagi pria yang kuat imannya dan tidak akan murtad dengan sebab pernikahan tersebut. Apabila seseorang merasa dirinya tidak mampu mempertahankan agamanya, haram baginya menikahi wanita ahli kitab. Tentu menikah dengan wanita muslimah lebih baik karena wanita inilah yang akan mendidik anak-anaknya. Kalau sang ibu saja Nasrani atau Yahudi, bagaimana bisa mendidik anak-anaknya menjadi muslim/muslimah yang saleh dan salihah?

Seorang muslim harus berpikir panjang ketika hendak menikahi wanita ahli kitab. Jika dia mati, siapa yang akan mengasuh anak-anaknya? Apalagi jika keluarga si ibu yang Nasrani mendominasi urusan anak-anaknya. Tentu dengan mudah mereka akan memurtadkan anak-anaknya. Na’udzu billahi min dzalik.

Salah satu tujuan menikahi ahli kitab adalah agar dia masuk Islam beserta keluarga dan kaumnya. Hal itu akan mudah dicapai tatkala Islam, pemerintahan Islam, dan kaum muslimin memiliki posisi yang kuat dan berwibawa dalam pandangan musuh-musuh Islam. Adapun sekarang, kondisi kaum muslimin di mayoritas negara sangat memprihatinkan. Tidak ada jalan keluar dari kenyataan ini kecuali kaum muslimin kembali kepada agamanya, mempelajari Islam, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga tulisan ini bisa memotivasi pembaca untuk lebih serius dalam menuntut ilmu agama.

Wallahu a’lam bish shawab.