Ayahku Pemalas dan Suka Bermaksiat
Bismillah. Afwan, Ustadz, bapak kami seorang pemalas dan suka melakukan maksiat. Kami sebagai anaknya sudah sering menasihati, tetapi bapak tidak juga berubah, bahkan dengan terang-terangan bapak mengatakan tidak bisa mengubah sikapnya itu. Bapak tidak punya pekerjaan, tidak juga mau membantu pekerjaan rumah ibu saya, dan tidak peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Saya tinggal di luar kota, sedangkan bapak tinggal bersama ibu dan kedua adik saya yang masih balita. Jazakallahu khairan.
Dijawab oleh al-Ustadz Abu Sa’id Hamzah:
Allah berfirman,
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ
“Jika keduanya (kedua orang tuamu) memaksamu untuk menyekutukan Allah, jangan kamu taati, dan pergaulilah keduanya dengan cara yang baik.” (Luqman: 15)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang makruf.” (HR. Muslim)
Teruslah Anda berbuat baik, berakhlak mulia, dan bertutur kata yang baik kepadanya. Semoga Allah mengubah sifat bapak Anda menjadi baik.
Demikianlah hidup di dunia ini, Allah menjadikan sebagian kita sebagai fitnah (ujian) bagi yang lainnya. Apakah kita mau bersabar?
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَعَلۡنَا بَعۡضَكُمۡ لِبَعۡضٖ فِتۡنَةً أَتَصۡبِرُونَ
“Dan Kami jadikan sebagian kalian sebagai fitnah (ujian) bagi yang lainnya. Apakah kalian mau bersabar?” (al-Furqan: 20)
Maka dari itu, bersabarlah Anda di atas al-haq dalam menghadapi ujian Allah berupa bapak yang memiliki sifat yang telah Anda sebutkan di atas. Hadapi ujian tersebut dengan kesabaran yang menuntut Anda tetap melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara yang baik. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada bapak dengan perantara kesabaran Anda dalam menasihatinya.
Wallahu a’lam bish shawab.
Beda Pemahaman (tentang Agama) dengan Orang Tua
Bismillah. Afwan, Ustadz, saya dan orang tua berbeda pemahaman. Saya aktif taklim di tempat taklim Ahlussunnah wal Jama’ah dan orang tua tidak mengetahuinya. Saya belum berani memberi tahu mereka. Saya sudah beberapa kali mencoba memberikan penjelasan kepada orang tua tentang manhaj yang benar, tetapi sampai saat ini orang tua belum mau mengerti. Saya merasa lelah karena selalu dicurigai oleh orang tua. Saya harus bagaimana, Ustadz? Jazakallahu khairan katsiran.
Dijawab oleh al-Ustadz Abu Sa’id Hamzah:
Tetaplah Anda thalabul ilmi (mempelajari ilmu agama) kepada ahlinya (dari Ahlus Sunnah as-Salafiyyun), yang dia betul-betul mencintai agama ini, tampak penerapan ilmu tersebut dalam kehidupannya, dan mendahulukan ilmu daripada hawa nafsunya.
Hiasi ilmu yang Anda pelajari dengan adab-adab yang syar’i, terkhusus adab kepada orang tua. Tinggalkan sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada diri Anda sebelum mengenal ilmu agama, dan gantilah dengan sifat-sifat mulia yang telah Anda pelajari dari agama ini. Misalnya, memulai salam ketika bertemu, meminta izin dan mencium tangannya ketika akan pergi, menaatinya dalam perkara yang makruf, tidak banyak menuntut hak, tidak membebani dalam urusan dunia, membantu meringankan pekerjaan-pekerjaan rumah yang mampu Anda lakukan, bertutur kata yang baik dengan penuh adab—terutama ketika menolak perintahnya yang mungkar, menghindari perdebatan, meminta maaf jika terdapat ketidakpahaman ketika Anda menerapkan agama ini, dan adab-adab mulia lain yang diajarkan oleh Islam dan telah diterapkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para sahabat, kemudian tabiin, kemudian para pengikut tabiin.
Terapkan adab-adab mulia tersebut dengan niat ikhlas karena Allah, menjalankan perintah-Nya, dan dalam rangka ibadah kepada-Nya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada Anda dalam menerapkan agama ini.
Jika Anda dicurigai oleh orang tua, koreksilah diri Anda. Barangkali ada pada diri Anda sikap, ucapan, atau perbuatan yang kurang hikmah, yang tidak sesuai dengan syariat Islam, sehingga orang tua curiga kepada pemahaman agama Anda. Jika hal ini terjadi—mudah-mudahan tidak, perbaikilah sikap, ucapan, atau perbuatan tersebut.
Jika orang tua curiga kepada Anda disebabkan dugaannya yang salah atau pengaruh informasi negatif dari pihak ketiga yang memojokkan Anda, bahkan orang tua mengkhawatirkan Anda mengikuti kelompok sesat, seperti kaum Khawarij teroris atau kelompok sesat lainnya, karena adanya kesamaan dengan Anda dalam sebagian ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mereka amalkan, jika Anda mampu menjelaskan perbedaannya dan kesesatan aliran tersebut, sampaikanlah kepada orang tua dengan cara yang penuh hikmah. Jika Anda tidak mampu menjelaskannya, mintalah bantuan kepada seorang ustadz untuk menjelaskan perbedaannya dan kesesatan aliran tersebut.
Jika orang tua fanatik terhadap golongan tertentu tanpa melihat dalil, bersabarlah Anda menghadapinya, tetaplah berbuat baik kepadanya, dan mohonlah kepada Allah agar membukakan hatinya untuk menerima kebenaran.
Semoga Allah memberikan keistiqamahan kepada kita semua.
Wallahu a’lam bish shawab.
Meminta Hunian Terpisah dari Mertua
Bismillah. Ustadz, hafizhakumullah. Saya dan suami beserta anak-anak tinggal di rumah mertua (orang tua suami) karena permintaan suami. Sebagai istri, saya menaatinya. Namun, selama tinggal di sana, saya tidak betah dan stres karena sangat tidak cocok dengan watak-watak mertua yang sangat emosional. Saya juga tidak suka melihat pelaksanaan agama di sana yang jauh dari tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan masih banyak bid’ah dan kesyirikan. Berdosakah saya jika meminta suami membuatkan rumah sendiri (di sebelah rumah mertua/tidak serumah dengan mertua) semata-mata demi ketenangan dan keselamatan agama saya dan anak-anak? Jazakumullah khairan katsiran.
Jawab:
Jika kondisi rumah tersebut sebagaimana yang Anda sebutkan dan Anda tidak mampu memperbaiki kondisi mertua, bahkan Anda tidak bisa menegakkan agama dengan benar, Anda berhak meminta tempat tinggal yang terpisah dengan rumah mertua untuk menjaga agama Anda dan anak-anak.
Saya nasihatkan kepada suami agar memerhatikan masalah pendidikan agama istri dan anak-anaknya sehingga mereka bisa beribadah kepada Allah sesuai dengan syariat-Nya.
Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari neraka.” (at-Tahrim: 6)
Anda, wahai suami, wajib menjaga istri dan anak-anak dari amalan-amalan yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam neraka.
Adapun ketaatan kepada orang tua hukumnya wajib selama dalam perkara yang makruf. Jika orang tua memerintahkan perkara yang mungkar, tidak boleh ditaati, tetapi dengan cara yang penuh hikmah.
Saya nasihatkan pula kepada suami agar tidak membebani istri dengan sesuatu yang di luar kesanggupannya. Ketahuilah, wanita itu lemah. Jangan bebani ia dengan adanya dua pemimpin atau lebih dalam satu rumah. Berbuatbaiklah kepada istri karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah )
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan membimbing kita ke jalan yang benar serta mengumpulkan kita semua di jannah-Nya. Amin, ya Rabbal ‘Alamin.
Wallahu a’lam bish shawab.
Menolak Ajakan Suami untuk Tinggal Terpisah dari Orang Tua
Bismillah. Suami mengajak istri untuk tinggal sendiri dengan mengontrak rumah di dekat pondok pesantren tempat anak-anaknya belajar. Akan tetapi, istri ingin tinggal dengan orang tua, dengan alasan orang tua sudah tua dan butuh untuk dinafkahi. Apa hukum jika istri menolak ajakan suami untuk tinggal sendiri? Jazakumullah khairan.
Jawab:
Hak suami atas istri amat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintah seseorang untuk bersujud kepada orang lain, tentu aku akan memerintah istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Al-Imam at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”)
Adapun permasalahan yang Anda hadapi hendaklah Anda musyawarahkan dengan suami Anda. Sampaikan kondisi orang tua Anda kepada suami dan minta izin kepadanya untuk tinggal bersama orang tua karena Anda ingin membantu mereka.
Jika suami tidak mengizinkan Anda, taatilah suami. Hendaklah Anda tinggal di rumah yang telah disiapkan oleh suami walaupun hanya kontrakan. Berbaiksangkalah kepada suami. Ia tidak mengizinkan Anda tinggal bersama orang tua bisa jadi karena punya berbagai pertimbangan baik, insya Allah, yang sulit dipadukan dengan keinginan baik Anda tersebut. Oleh karena itu, Anda mengikuti suami sambil mencari jalan keluar yang baik untuk orang tua Anda. Sekali lagi, bermusyawarahlah dengan suami Anda dalam menyelesaikan permasalahan orang tua Anda.
Anda bisa minta bantuan kepada salah satu dari saudara Anda, kerabat orang tua Anda, atau orang lain (yang dibolehkan dalam syariat) yang mampu dan bersedia untuk menemani orang tua Anda.
Adapun biaya hidup orang tua Anda (jika memang tidak ada), bicarakanlah dengan suami Anda. Suami yang baik tentu akan membantu Anda dalam hal ini sesuai dengan kemampuannya.
Jika tidak ada seorang pun yang bisa menemani orang tua, bermusyawarahlah dengan suami, mungkin dengan mengajak orang tua tersebut ke rumah yang telah disiapkan oleh suami.
Perlu Anda ketahui bahwa suami itu pemimpin bagi istrinya. Istri wajib menaati suami dan melayaninya. Jika suami tinggal di rumah orang tua Anda, apalagi di bawah kepemimpinan orang tua Anda, kepemimpinannya atas istri dan anak-anaknya akan melemah, bahkan tidak berfungsi. Akan tetapi, jika orang tua Anda ikut (tinggal bersama) suami Anda, kepemimpinan dalam rumah tersebut ada pada suami.
Jika orang tua memilih tinggal di rumahnya sendiri dan mampu menafkahi dirinya sendiri (ini keumuman orang tua), Anda harus tetap taat kepada suami dan membantu orang tua dengan sepengetahuan suami.
Hendaklah Anda meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan menaati suami dalam hal yang makruf. Jangan sekali-kali membangkang kepadanya.
Allah berfirman,
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah memberikan jalan keluar baginya.” (ath-Thalaq: 2)
Di sisi lain, hendaknya suami membantu meringankan beban istri. Rasulullah bersabda,
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Allah akan menolong hamba jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Rasulullah juga bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani)
Semoga Allah menjaga Anda, keluarga, dan orang tua Anda. Amin, ya Rabbal ‘Alamin.
Wallahu a’lam bish shawab.