Qonitah
Qonitah

penyimpangan di pesta pernikahan (bagian ke-2)

10 tahun yang lalu
baca 6 menit
Penyimpangan di Pesta Pernikahan (Bagian Ke-2)

bahteraku-9Al-Ustadzah Ummu Luqman Salma

Pada kesempatan yang lalu telah kami bahas beberapa penyimpangan di pesta pernikahan. Kali ini kami ingin menambahkan beberapa poin lagi, yang kami pandang tidak kalah penting daripada yang lalu. Mudah-mudahan hal ini semakin mengingatkan kaum muslimin terhadap walimah yang syar’i.

 

  1. Surat undangan bergambar pasangan (calon) mempelai.

Dewasa ini telah beredar kebiasaan menghiasi surat undangan dengan foto pasangan calon mempelai, terutama di kalangan orang berada. Mereka melakukannya dengan penuh kebanggaan, padahal beberapa kemungkaran berpadu dalam perbuatan ini. Pertama, mereka telah menggambar makhluk bernyawa. Kedua, mereka memasang gambar yang mengundang fitnah, lalu menyebarkannya di tengah-tengah manusia. Ketiga, jika pasangan tersebut belum melakukan akad nikah, bertambah besarlah kemungkarannya karena dalam foto tersebut keduanya berpose mesra.

Demikianlah beberapa kemungkaran yang terkandung dalam kartu undangan semisal itu. Maka dari itu, hendaklah kaum muslimin menghindar darinya.

 

  1. Wanita berdandan dan membuka wajah di hadapan para pria.

Acara walimah merupakan momen berdandan bagi kebanyakan wanita. Jika antara pria dan wanita ada hijab, atau para wanita sendiri berhijab rapi, hal itu tidak menjadi masalah. Namun, sayang seribu sayang, masalah hijab masih demikan asing di negeri kita ini. Dengan mudahnya para pria melihat wanita-wanita cantik dengan berbagai model dandanan, dan sebaliknya. Siapa pun, yang mau, bisa memuaskan matanya dengan melihat makhluk-makhluk cantik menawan yang merupakan fitnah terbesar bagi kaum pria tersebut.

Kalau kita mau menengok aturan syariat kita, akan kita dapati nash yang melarang hal tersebut. Allah berfirman,

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ

Dan tetaplah kalian (para wanita) tinggal di rumah-rumah kalian, dan janganlah bertabarruj (mempertontonkan perhiasan di hadapan lelaki nonmahram) sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang awal. (al-Ahzab: 33)

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu aurat, maka apabila ia keluar rumah, setan terus mengikutinya.” (Hadits shahih, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi)

Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa wanita adalah aurat. Maka dari itu, sangat tidak benar aurat, yang seharusnya ditutupi, justru dihias-hias dan dipajang di hadapan mata orang-orang yang tidak halal memandangnya.

 

  1. Wanita mengenakan pakaian yang minim, ketat, dan transparan.

Acara walimah sering menjadi ajang pameran pakaian indah. Tidak jarang pakaian minim, ketat, dan transparan dikenakan demi penampilan indah. Mereka tidak merasa risi saat mata para pria memandang, bahkan justru merasa bangga. Subhanallah.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat keduanya. Yang pertama, suatu kaum yang membawa cambuk-cambuk seperti ekor sapi, yang dengannya mereka memukul manusia. Yang kedua, para wanita yang berpakaian tetapi telanjang; mereka miring dan membuat miring orang lain. Kepala mereka pun seperti punuk unta yang miring. Mereka (para wanita tersebut) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium harumnya surga, padahal harumnya surga dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Wanita yang berpakaian minim, ketat, dan transparan masuk dalam makna “wanita yang berpakaian tetapi telanjang”. Sayang, sungguh sayang, begitu mudah wanita yang demikian kita temukan sekarang. Semestinya, wanita muslimah keluar dalam keadaan berhijab syar’i.

 

  1. Melalaikan waktu-waktu shalat.

Pengatur acara sering tidak menaruh perhatian terhadap waktu-waktu shalat meskipun dia orang Islam. Berbagai acara digelar tanpa memperhitungkan waktu-waktu shalat. Seolah-olah shalat adalah urusan remeh daripada acara-acara tersebut. Terkadang, seorang muslim menjamak shalatnya agar bisa mengikuti acara demi acara yang berlangsung, padahal menghadiri walimah bukan alasan yang membolehkan penjamakan shalat. Terkadang pula dia lalai dari shalat subuh karena mengikuti acara yang digelar pada malam hari hingga larut malam. Maka dari itu, hendaklah kaum muslimin menaruh perhatian terhadap masalah ini. Shalat adalah tiang agama. Jangan sampai agama kita roboh atau bengkok tiangnya hanya gara-gara kita mengikuti keinginan manusia.

  1. Ucapan selamat ala masyarakat jahiliah.

Yang dimaksud adalah ucapan بِالرَّفَاءِ وَالْبَنِينَ (Semoga pernikahan kalian harmonis dan kalian diberi banyak anak laki-laki). Doa ini dibangun di atas keyakinan orang jahiliah yang lebih mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan.

Adapun Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam mengajarkan doa,

بَارَكَ اللهُ لَكَ، وَبَارَكَ عَلَيْكَ، وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

 

  1. Berdandan dengan hal-hal yang diharamkan.

Pada asalnya, berdandan dan berhias disyariatkan, baik bagi pria maupun wanita, asal tidak terjadi ikhtilath (berbaur antara pria dan wanita yang bukan mahram). Namun, tidak semua jenis dandanan diperbolehkan.

Pria tidak boleh mencukur jenggotnya dalam rangka berhias, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan agar jenggot dipelihara. Dia juga tidak boleh mengenakan emas dan sutra karena dua benda ini haram baginya. Di samping itu, dia tidak boleh berdandan menyerupai wanita dan orang kafir.

Adapun wanita tidak boleh berdandan dengan mengerik alis, menyambung rambut, mengecat kuku dengan kuteks, dan sebagainya, yang dilarang oleh Islam.

 

  1. Tari-tarian erotis.

Seorang muslim/muslimah tidak boleh mengikuti tarian orang Barat dan orang kafir. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka.”

Tidak sepantasnya seorang muslimah melenggak-lenggokkan leher, dada, dan tubuhnya di hadapan orang lain—meskipun sesama wanita—karena hal itu bisa menimbulkan fitnah. Adapun sekadar gerakan ringan, seperti maju, mundur, geser ke kanan, dan geser ke kiri, tidaklah mengapa.

 

  1. Menyewa hotel atau gedung pesta dengan biaya yang amat besar.

Hotel atau gedung pesta kerap menjadi pilihan untuk menyelenggarakan pesta perkawinan, terutama bagi masyarakat perkotaan. Ada kebanggaan tersendiri jika mereka bisa mengadakan pesta di hotel. Sebagian orang rela memberati diri demi menjaga gengsi, walaupun sebenarnya dia tidak mampu.

Mengenai hal ini, asy-Syaikh Ibnu Baz v menasihati kaum muslimin agar mereka tidak menyelenggarakan pesta perkawinan di hotel-hotel ataupun di gedung-gedung pesta yang mahal. Pesta tersebut cukup diselenggarakan di gedung yang biayanya kecil, dan lebih utama lagi jika bukan di gedung, melainkan di rumah sendiri atau di rumah kerabat jika memungkinkan. (Fatawa Ulama’ Baladil Haram)

 

  1. Merekam jalannya pesta dengan video.

Rekaman video termasuk salah satu jenis gambar. Maka dari itu, hukumnya pun mengikuti hukum gambar, yaitu haram jika objeknya adalah makhluk bernyawa, dan boleh jika objeknya selain itu.

Sudah barang tentu, dalam pesta perkawinan, yang akan direkam tidak lepas dari makhluk-makhluk bernyawa, bukan hanya ruangan kosong, hidangan, dan dekorasinya. Maka dari itu, hal ini dilarang, bahkan dengan larangan yang lebih dahsyat, karena menampilkan para wanita yang sebenarnya merupakan aurat yang harus ditutupi.

Demikianlah beberapa penyimpangan di pesta perkawinan yang dapat kami ketengahkan. Semoga Allah memberikan taufik kepada kaum muslimin untuk menjauhi penyimpangan-penyimpangan tersebut, dan mengokohkan hati mereka untuk bangga mengikuti syariat-Nya.

Wallahu a’lam bish shawab.