Sisi Gelap Media Sosial
Pembaca, ketakwaan yang semakin berkurang boleh jadi sudah menjadi sebuah realitas pada zaman ini. Kadar keimanan pun semakin menurun. Ini terjadi seiring dengan semakin jauhnya masyarakat dari ajaran agama Islam yang benar. Di samping itu, berbagai sarana yang merusak seakan-akan membanjiri segala lini kehidupan umat. Mirisnya, sarana-sarana yang merusak terselip secara halus dalam perangkap bertopengkan kemajuan teknologi. Korban pun semakin banyak berjatuhan dalam keadaan tidak sadar.
Di antara sarana tersebut adalah gadget dengan beragam aplikasi yang terpasang padanya. Media sosial menjadi salah satu aplikasi yang paling digemari. Sebut saja yang paling tenar di antaranya, Facebook dan Twitter. Benar bahwa media sosial memberikan kemudahan untuk menjalin komunikasi dengan orang-orang yang tidak berada di dekat kita. Akan tetapi, di sisi lain, media sosial berhasil membuat pemakainya bersikap apatis dan hampir-hampir tidak peduli terhadap kejadian nyata di sekeliling dirinya. Sampai-sampai muncul ungkapan, media sosial itu “mendekatkan yang jauh, tetapi menjauhkan yang dekat”. Wallahul musta’an.
Perlu kita sadari pula, media sosial di dunia maya memiliki sisi-sisi tersembunyi yang berbahaya. Yang paling jelas terlihat adalah gambar makhluk bernyawa yang berlimpah, padahal telah tegas hal ini dilarang oleh agama.
Selain itu, tidak dikenalnya identitas pengguna yang sebenarnya, menjadi salah satu celah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang hatinya berpenyakit. Ada yang memakainya untuk melakukan penipuan berdalih bisnis. Ada pula yang karena ingin berkenalan dengan seorang perempuan yang menjaga diri, seorang lelaki rela mengaku sebagai perempuan guna mengorek data pribadinya. Lebih dari itu, ada yang menjadikannya sebagai alat untuk merenggut kehormatan dengan bujuk rayu yang halus. Yang lain menggunakannya untuk menyebarkan pemahaman rancu tentang agama (syubhat) dan kesesatan, baik berupa bid’ah maupun kesyirikan.
Sekian banyak berita telah kita dengar dan baca, sekian banyak orang telah menjadi korban. Seharusnya, bagi kita hal itu sudah cukup menjadi pelajaran. Orang yang berbahagia ialah yang bisa mengambil pelajaran dari apa yang menimpa orang lain. Jangan sampai terjadi yang sebaliknya.
Perlu kita ingatkan juga kepada orang tua atau siapa pun yang diberi tanggung jawab mendidik anak, hendaknya mereka mewaspadai bahaya media sosial bagi anak. Jangan sekali-kali kita memberi kesempatan kepada anak untuk meliriknya. Apalagi sampai kita yang memberi fasilitas kepada anak untuk bermain media sosial; artinya kita yang memberi jalan kepada mereka menuju kebinasaan. Penyesalan selalu datang terlambat, dan tetap tidak bisa mengubah kenyataan yang telah terjadi. Selain itu, kita harus ingat bahwa anak adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan dengan benar, dan kita akan ditanyai nanti di akhirat tentangnya.
Pembaca, agama Islam mengajarkan adab dan kaidah dalam hal mencari teman. Orang yang baik hanyalah akan berteman dengan orang yang baik pula, baik dari sisi akidah, akhlak, muamalah, maupun manhajnya. Demikian pula sebaliknya. Selain itu, kepribadian seseorang akan tergambar dari siapa saja yang menjadi temannya. Dan hal ini juga berlaku pada pertemanan di media sosial.
Oleh karena itu, jalan keselamatan ialah dengan menghindari dan menjauhkan diri, keluarga, dan anak-anak kita dari berbagai sebab kerusakan, termasuk media sosial. Orang yang cerdas ialah yang lebih memilih keselamatan daripada syahwat sesaat yang berujung penyesalan di dunia maupun di akhirat.