Qonitah
Qonitah

pengantar redaksi edisi 06

10 tahun yang lalu
baca 3 menit
Pengantar Redaksi Edisi 06

redaksiMENCARI CINTA SEJATI

Bicara tentang cinta memang selalu menarik. Ketika mendengar kata “cinta”, bisa jadi yang langsung terbayang pada benak kita adalah seputar hubungan khusus antara seorang pria dan seorang wanita. Akan terlintas dalam pikiran kita sekian banyak peristiwa mencengangkan karena “cinta”. Ada yang mampu menempuh perjalanan jauh untuk menemui yang dicintainya. Ada yang membujang pada sisa hidupnya karena “cinta sejati”nya tak dapat diraih. Ada pula yang lebih parah, memilih jalan pintas—mati bunuh diri—ketika cintanya menemui jalan buntu.

Benar, cinta tak bisa lepas dari kehidupan manusia. Fitrah manusia akan meluapkan rasa cinta kepada siapa pun yang berbuat baik kepadanya. Anak akan mencintai kedua orang tuanya karena keduanya telah menumpahkan sekian banyak kebaikan kepadanya. Pasangan suami istri akan saling mencintai, karena kedua belah pihak telah memberikan berbagai bentuk kebaikan. Seseorang akan mencintai sahabatnya yang sering membantunya dalam berbagai urusan. Jadi, makna cinta jauh lebih luas dan lebih mendalam daripada sekadar hubungan antara seorang pria dan seorang wanita.

Pembaca Qonitah, Islam adalah agama yang sempurna dalam segala urusan, termasuk dalam masalah cinta. Islam menjadikan cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul sebagai asas segala cinta.

Mengapa kita harus cinta kepada Allah? Mari kita renungkan, siapakah yang paling banyak memberikan kebaikan dan kenikmatan kepada kita? tentu Allah, jawabnya. Bahkan, kebaikan yang berasal dari pihak lain pun hakikatnya berasal dari-Nya. Dahulu, kita belum menjadi sesuatu yang bisa disebut (ketiadaan) lalu Dia wujudkan. Kita lahir tanpa mengetahui apa-apa, lalu Dia memberi kita ilmu. Dia pula yang memberi penglihatan, pendengaran, dan hati, sehingga kita bisa memahami hal-hal yang terjadi. Kita juga diberi sekian banyak kenikmatan duniawi. Terlebih lagi, Dialah yang memberikan hidayah Islam dan iman kepada kita yang menjadi sebab kenikmatan ukhrawi. Tiada seorang pun di antara kita yang mampu menghitung berbagai kenikmatan yang telah Dia limpahkan. Maka, pantaskah ada yang lebih kita cintai daripada Allah?

Mengapa kita harus mencintai Rasulullah? Beliaulah yang menjadi sebab kita mengenal Islam. Melalui beliau, kita mengetahui jalan-jalan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak, yang merupakan kebahagiaan hakiki. Karena itu, sudah sepantasnya beliau mendapatkan kecintaan dari kita melebihi cinta kita kepada makhluk yang lain.

Pembaca, kita tahu bahwa cinta punya konsekuensi. Kalau kita mencintai seseorang, apakah kita berani berhubungan dengan orang yang tidak disukai oleh orang yang kita cintai? Beranikah kita membuatnya marah? Tentu saja tidak. Kalau kita berani, artinya kita telah mengkhianati cinta kita. Bisa dikatakan, cinta kita palsu.

Demikian pula kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah. Ketika kita menyatakan cinta kepada Allah, konsekuensinya kita harus menaati semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Apabila kita menyatakan cinta kepada Rasulullah, konsekuensinya kita harus mengikuti dan meneladani tuntunan beliau dan menjauhi hal-hal yang beliau larang. Bahkan, Allah menjadikan ketaatan kepada Rasulullah sebagai bukti cinta kita kepada-Nya.[1] Karena itu, sepantasnya kita periksa kembali benar atau tidaknya cinta kita kepada sesuatu berdasarkan dua cinta itu.

[1] Lihat QS. Ali Imran: 31.