Al-Ustadz Abdullah al-Jakarty
Tidak jarang terdengar keluhan dari para muslimah tentang kejelekan yang mereka alami, baik yang terkait dengan diri maupun rumah tangga. Semua itu akibat jauhnya mereka dari mengilmui agama Allah.
Di antara contohnya, suatu ketika, ada seorang remaja muslimah yang mengajak temannya membeli alat tes kehamilan di sebuah apotek. Temannya bingung dan menaruh curiga, belum menikah kok mencari alat tes kehamilan? Singkat cerita, remaja tersebut menangis dan menyesali apa yang telah terjadi. Ia telah melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pacarnya.
Seorang wanita yang terbilang masih muda mengembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan warga sekitar tidak mau mengurusi jenazahnya. Sebab, dia mati dalam keadaan terjangkit penyakit AIDS akibat pemakaian jarum suntik narkoba.
Seorang wanita yang belum lama berumah tangga, baru saja tersadar bahwa akibat kebodohannya terhadap ilmu agama, dia tetap memilih menikah dengan pria nonmuslim (Kristen). Dalam perjalanan rumah tangganya, dirinya merasa kesepian dan hampa. Hal itu terutama dia rasakan pada bulan Ramadhan. Kaum muslimin lainnya merasakan kebersamaan ketika makan sahur, berpuasa, dan berbuka bersama keluarga, sedangkan dirinya tidak merasakan hal itu. Begitu pula ketika hari raya.
Itulah di antara sekian banyak dampak jelek kebodohan terhadap agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Bahwasanya segala keharaman dari kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan dilakukan oleh seorang hamba karena sebab kebodohannya.” (Majmu’ al-Fatawa 17/22)
Kebodohan seorang pria terhadap agama akan berdampak jelek untuknya, begitu juga kebodohan seorang wanita terhadap agama akan berdampak jelek untuknya. Tentu, tidak ada seorang pun di antara kita yang ingin mendapatkan kejelekan, apalagi kejelekan yang berlanjut sampai di akhirat kelak. Oleh karena itu, orang yang berakal akan berusaha menghilangkan kebodohan terhadap agama Allah dari dirinya. Sebab, kebodohan tersebut mempunyai banyak dampak jelek.
Dalam sebuah ayat, Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan dampak buruk kebodohan seseorang tehadap agama, sampai-sampai menyebabkan dirinya meminta dibuatkan sembahan selain Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلۡ أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ تَأۡمُرُوٓنِّيٓ أَعۡبُدُ أَيُّهَا ٱلۡجَٰهِلُونَ ٦٤
“Katakanlah, ‘Apakah kalian menyuruhku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?’.” (az-Zumar: 64)
Dalam ayat lain, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ١٣٨
“Bani Israil berkata, ‘Wahai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah sembahan (berhala) sebagaimana halnya mereka mempunyai beberapa sembahan (berhala).’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian itu kaum yang tidak mengetahui (bodoh terhadap Allah)’.” (al-A’raf: 138)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Kebodohan apa lagi yang lebih besar daripada kebodohan seseorang terhadap Rabb-nya, Penciptanya? Ia ingin menyamakan Allah dengan yang selain-Nya, yang tidak dapat memberikan manfaat ataupun mudarat (bahaya), tidak mematikan dan tidak menghidupkan, serta tidak memiliki hari perkumpulan (kiamat).” (Taisirul Karimir Rahman karya asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di, pada ayat ini)
Bahkan, dampak jelek kebodohan seseorang tidak hanya mengenai dirinya, tetapi juga mengenai orang lain, termasuk orang-orang yang dicintai. Disebutkan dalam sebuah hadits yang dituturkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ، فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ، ثُمَّ احْتَلَمَ، فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ؛ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوهُ، قَتَلَهُمُ اللهُ، أَلاَ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا، فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ
“Kami keluar pada sebuah perjalanan, lalu salah seorang di antara kami tertimpa sebuah batu sehingga kepalanya terluka. Kemudian, ia mimpi basah. Ia pun bertanya kepada para sahabatnya, ‘Apakah kalian mendapatkan adanya rukhshah (keringanan) bagiku untuk bertayamum?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkan adanya rukhshah (keringanan) untukmu, sedangkan engkau mampu menggunakan air.’
Sahabat itu pun mandi besar sehingga meninggal dunia. Tatkala kami sampai kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, kejadian tersebut diceritakan kepada beliau. Beliau pun bersabda, ‘Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membinasakan mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika memang tidak mengetahui? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya. Sebenarnya, cukuplah ia bertayamum’.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud 2/159)
Wahai muslimah, kalau seperti ini dampak jelek kebodohan seseorang terhadap agama, katakan, “Tidak!” untuk bodoh terhadap agama.
Betapa banyak dampak jelek kebodohan seorang muslim terhadap agama yang mengenai dirinya.
Betapa banyak dampak jelek kebodohan seorang muslimah terhadap agama yang mengenai dirinya.
Betapa banyak dampak jelek kebodohan orang tua yang menimpa diri dan anaknya.
Betapa banyak dampak jelek kebodohan anak terhadap agama yang menimpa diri dan orang tuanya.
Betapa banyak dampak jelek kebodohan suami terhadap agama yang mengenai dirinya, istri, dan rumah tangganya.
Betapa banyak pula dampak jelek kebodohan istri terhadap agama yang menimpa dirinya, suami, dan rumah tangganya.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa pangkal kerusakan atau kejelekan adalah kebodohan. Beliau berkata, “Tidaklah diragukan bahwa kebodohan adalah pangkal segala kerusakan. Setiap keburukan yang didapatkan oleh seorang hamba di dunia dan di akhirat adalah dampak kebodohan.” (Miftah Daris Sa’adah 1/87)
Kebodohan terhadap agama Allah bertingkat-tingkat. Ada kebodohan yang sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Contohnya, kebodohan terhadap tauhid yang menjerumuskan pelakunya pada kesyirikan akbar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisa’: 48)
إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ ٧٢
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, pasti Allah mengharamkan untuknya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (al-Maidah: 72)
Ada juga kebodohan terhadap agama Allah yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajiban, atau melaksanakannya tetapi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, atau terjatuh pada keharaman yang tidak sampai pada derajat kekufuran.
Di antara dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
أَئِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ٥٥
“Mengapa kalian mendatangi pria untuk (memenuhi) nafsu (kalian), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kalian adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatan kalian).” (an-Naml: 55)
Kalau seperti ini dampak kebodohan terhadap agama, katakan, “Tidak!” untuk kebodohan terhadap agama. Katakan, “Tidak!” untuk menganggap remeh mempelajari ilmu syar’i. Sebab, kita tidak ingin menjadi orang bodoh.