Qonitah
Qonitah

di balik pesona “jilbab gaul”

10 tahun yang lalu
baca 10 menit
DI BALIK PESONA “jilbab gaul”

alam-wanita-04Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf

Sesungguhnya setan dan bala tentaranya senantiasa berusaha menyesatkan hamba-hamba Allah agar terjerumus ke jurang neraka. Iblis la’natullah ‘alaih (laknat Allah atasnya) mengikrarkan sumpah di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala bahwa dia akan menyesatkan seluruh manusia, sebagaimana dikisahkan oleh Allah,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغۡوِيَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ ٨٢ إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ ٨٣

(Iblis) menjawab, Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (Shad: 82—83)

Salah satu upaya Iblis untuk merealisasikan sumpahnya adalah berusaha dengan segenap kesungguhannya untuk menggoda manusia agar aurat mereka terbuka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Adam ‘alaihissalam,

وَيَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ فَكُلَا مِنۡ حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ١٩

“Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga dan makanlah apa saja yang kalian berdua sukai, tetapi janganlah mendekati pohon yang satu ini. (Apabila mendekatinya), kalian berdua termasuk orang-orang yang zalim.” (al-A’raf: 19)

Akan tetapi, Iblis la’natullah ‘alaih berusaha menggoda Adam ‘alaihissalam dan istrinya supaya memakan buah tersebut, yang akibatnya adalah terbukanya aurat mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَوَسۡوَسَ لَهُمَا ٱلشَّيۡطَٰنُ لِيُبۡدِيَ لَهُمَا مَا وُۥرِيَ عَنۡهُمَا مِن سَوۡءَٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَىٰكُمَا رَبُّكُمَا عَنۡ هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةِ إِلَّآ أَن تَكُونَا مَلَكَيۡنِ أَوۡ تَكُونَا مِنَ ٱلۡخَٰلِدِينَ ٢٠

 

“Kemudian, setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agar menampakkan aurat mereka (yang selama ini) tertutupi. (Setan) berkata, ‘Rabb kalian berdua melarang kalian berdua mendekati pohon ini hanyalah agar kalian berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).” (al-A’raf: 20)

Sampai detik ini, Iblis dan bala tentaranya terus berusaha agar anak Adam membuka auratnya. Sebab, disadari betul, betapa besar dampak keburukan membuka aurat, terutama di kalangan wanita. Bahkan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan bahwa kehancuran Bani Israil disebabkan oleh godaan wanita.

فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Berhati-hatilah terhadap dunia, dan berhati-hatilah dari kaum wanita. Sebab, musibah pertama yang menimpa Bani Israil disebabkan oleh wanita.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, kaum Yahudi—yang telah rusak moral mereka karena wanita—akan terus berupaya mengeluarkan para wanita muslimah dari rumah mereka dalam keadaan memperlihatkan kecantikan dan aurat. Tujuan mereka adalah menimbulkan kerusakan akhlak dan moralitas, memburukkan citra Islam, dan mengikis rasa malu. Selain itu, tersebarlah syahwat yang berakibat hancurnya pemuda muslim. Mereka lupa kepada Allah, lupa akan kehidupan akhirat, dan lupa dari membela agama mereka.

Sungguh, fenomena yang menyedihkan saat ini, para wanita sangat bangga memperlihatkan aurat mereka, tanpa rasa peduli. Mereka tidak merasa malu kepada Allah, apalagi kepada manusia. Boleh jadi rasa malu mereka sudah dicabut oleh Allah subhanahu wa ta’ala, wal ’iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah).

Inilah musibah besar dan gelombang godaan yang menerpa kita, yaitu munculnya wanita-wanita yang enggan menutup aurat. Mereka berpakaian tetapi telanjang, menjadi cobaan bagi kaum lelaki.

Apabila wanita telah memperlihatkan auratnya, laki-laki pun akan mengikuti syahwatnya sehingga tersebarlah perzinaan. Akibatnya, tersebar pulalah bencana. Berbagai bencana dan malapetaka datang silih berganti akibat perbuatan-perbuatan keji, salah satunya adalah perbuatan menampakkan aurat.

Kewajiban Menutup Aurat

Allah telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat mereka. Dengan kata lain, menutup aurat adalah perintah Allah. Memakai pakaian yang menutup aurat sebagaimana yang digariskan oleh syariat berarti menaati perintah-Nya.

Di dalam al-Qur’an, banyak sekali dalil yang menunjukkan wajibnya menutup aurat, di antaranya firman Allah,

۞يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٖ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kalian yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (al-A’raf: 31)

Allah memerintah anak Adam untuk menutup aurat, karena menutup aurat menjadi hiasan dan keindahan bagi tubuh, sedangkan membukanya merupakan kejelekan dan keburukan bagi tubuh. (Taisir al-Karim ar-Rahman)

Dahulu, pada zaman jahiliah, para wanita melakukan thawaf di Ka’bah dengan bertelanjang, demikian pula para pria. Mereka mengira bahwa mengenakan pakaian sewaktu thawaf adalah perbuatan maksiat. Maka dari itu, Allah menurunkan firman-Nya yang memerintahkan agar mereka mengenakan pakaian. Bahkan, Allah mengecam dan menjelekkan perbuatan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةٗ قَالُواْ وَجَدۡنَا عَلَيۡهَآ ءَابَآءَنَا وَٱللَّهُ أَمَرَنَا بِهَاۗ قُلۡ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ أَتَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٢٨

“Apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji. Mengapa kalian membicarakan tentang Allah apa yang tidak kalian ketahui?’. (al-A’raf: 28)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangan dan memelihara kemaluan mereka.” (an-Nur: 30)

Allah juga berfirman,

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, hendaknya mereka menjaga pandangan dan memelihara kemaluan mereka.” (an-Nur: 31)

Sungguh luar biasa syariat ini. Ketika Allah memerintahkan untuk menutup aurat, Dia sertakan perintah untuk menundukkan pandangan. Semua itu bertujuan agar kewajiban menutup aurat dapat dijalankan dengan sempurna dan dapat tercapai dengan sebab-sebabnya.

Adapun dalil dari as-Sunnah tentang wajibnya menutup aurat, di antaranya adalah riwayat yang datang dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya yang berkata,

قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللهِ، عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ؟ قَالَ: احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ. قُلْتُ: فَإِذَا كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ؟ قَالَ: إِنِ اسْتَطَعْتَ أَلَّا يَرَاهَا أَحَدٌ فَلَا يَرَاهَا. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَإِذَا كَانَ أَحَدُنَا خَالِيًا؟ قَالَ: فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنَ النَّاسِ

“Aku bertanya, ‘Wahai Nabiyullah, manakah aurat kami yang harus kami tutupi dan mana yang boleh kami biarkan terbuka?’ Beliau menjawab, ‘Jagalah auratmu selain dari istrimu atau budakmu.’ Aku bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, jika dengan sesama jenis?’ Beliau menjawab, ‘Jika engkau mampu agar tidak ada seorang pun yang melihatnya, jangan sampai ia melihatnya.’ Tanyaku lagi, ‘Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari kami sendirian?’ Beliau menjawab, ‘Ia lebih layak untuk malu kepada Allah daripada kepada manusia’.” (HR. at-Tirmidzi, beliau mengatakan, “Hadits hasan.”)

Bisa jadi, ada yang bertanya, “Ketika seseorang sendirian, bolehkah membuka aurat?”

Para ahli ilmu menjelaskan, apabila ada keperluan yang menuntut untuk itu, seperti buang hajat, mencukur bulu kemaluan, mandi, atau melakukan hubungan intim dengan suami/istri, tidak mengapa (membuka aurat). Akan tetapi, jika tidak ada keperluan, jawaban Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits di atas sangat jelas, yaitu “Ia lebih layak untuk malu kepada Allah daripada kepada manusia.”

Muslimah dan “jilbab gaul”

“jilbab gaul” sudah menjadi fenomena yang tidak asing lagi bagi kita. Sering kita lihat di pusat perbelanjaan, di kantor, atau di kampus, banyak wanita yang memakai penutup kepala, tetapi masih mempertontonkan lekuk tubuh, bahkan aurat mereka.

Sejatinya, penutup kepala seperti itu bukanlah jilbab menurut perspektif Islam. Orang-orang lebih sering menyebutnya “jilbab gaul” atau “kerudung gaul”. Bahkan, penutup kepala ini diistilahkan dengan “jilbab cekek”, karena memang benar-benar sebatas “mencekik” leher.

Seorang muslimah mengenakan kerudung yang menutup kepala dan rambutnya, tetapi berpakaian tipis, transparan, atau ketat, sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Kepala dibalut kerudung, tetapi dia berbaju atau berkaos ketat, bercelana jeans atau legging yang full pressed body.

Fenomena ini sungguh sangat membingungkan. Wanita yang mengenakan “jilbab gaul” ini, dalam benaknya dia ingin menutup aurat, tetapi juga ingin tampil modis dan cantik. Alhasil, jilbab dipandang sebagai tren belaka. Banyak wanita menganggap, jika berpakaian tidak sesuai dengan tren yang sedang berkembang, akan dianggap kuper, enggak melek mode, dsb.

Bahkan, saat ini, jilbab gaul menjadi gaya berbusana pada momen-momen tertentu agar pemakainya tampak menarik. Saat mengikuti acara keagamaan atau pada hari raya, para wanita beramai-ramai memakai jilbab. Ada yang memakainya karena merasa rambutnya kurang bagus, ada juga yang memakainya karena sering mendapat pujian terlihat lebih cantik.

Inilah sesungguhnya yang disinggung oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai wanita yang berpakaian tetapi telanjang.

Berpakaian tetapi Telanjang

Ancaman yang ditujukan kepada wanita yang berpakaian tetapi telanjang atau berpakaian “provokatif” sungguh sangat mengerikan. Di balik pesona pakaian tersebut ada petaka yang membinasakan, yaitu api neraka.

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah kulihat: suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia, dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga, padahal baunya tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah para wanita yang berpakaian tetapi tidak menutup auratnya, bisa jadi karena pakaiannya tipis atau karena pendek.” (Majmu’ al-Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah)

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan beberapa makna sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, “wanita yang berpakaian tetapi telanjang” sebagai berikut.

  1. Wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga tampak kulitnya. Wanita seperti ini memang memakai pakaian, tetapi sebenarnya dia telanjang.
  2. Wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi), maka wanita ini sebenarnya telanjang.
  3. Wanita yang mendapat nikmat Allah, tetapi tidak mau bersyukur kepada- (Kasyful Musykil min Hadits ash-Shahihain)

An-Nawawi rahimahullah menambahkan makna lain, yaitu wanita yang mengenakan pakaian, tetapi kosong dari amalan kebaikan, tidak mau mengutamakan akhiratnya, dan enggan melakukan ketaatan kepada Allah. (Syarh Shahih Muslim)

Para wanita muslimah yang memakai pakaian ketat dan tipis sehingga terlihat dengan jelas lekak-lekuk tubuhnya hendaknya bertakwa kepada Allah. Demikian pula mereka yang mengenakan “jilbab gaul” atau kerudung pendek yang memperlihatkan aurat di balik kain yang membungkusnya.

Tubuh wanita ibarat perhiasan yang tak ternilai harganya. Siapa lagi yang akan melindunginya dari pencuri-pencuri liar jika bukan wanita itu sendiri?

Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka’.” (al-Ahzab: 59)

Beruntunglah wanita yang memahami indahnya syariat jilbab sebagai bagian dari ajaran Islam yang hendak memuliakan wanita. Ia tidak membiarkan tubuhnya bisa dinikmati begitu saja, oleh siapa saja.

Beruntunglah wanita yang paham bahwa ia semakin cantik dan dihormati dengan berjilbab sesuai dengan aturan syariat; yang yakin bahwa keridhaan Rabb-nya melebihi segala-galanya; yang yakin bahwa perasaan ingin “diterima” oleh manusia tidak semestinya menggiringnya untuk melanggar perintah-Nya; yang yakin bahwa suami yang terbaik telah disiapkan untuknya karena ia menaati-Nya.

Ya, memakai “jilbab gaul” atau “kerudung gaul” sering kali dianggap lebih baik daripada tidak menutup aurat sama sekali, atau dianggap sebagai sebuah proses belajar menutup aurat. Banyak yang mengatakan, “ Ya, lumayan, daripada tidak berjilbab!” Padahal, kalau bisa lebih baik, mengapa tidak?! Jika istana megah ditawarkan, mengapa gubuk justru dipilih? Alasan di atas tidak dapat dibenarkan karena sesungguhnya seorang muslim diperintah untuk menjalankan kewajiban dengan sempurna.

Wallahu a’lam.