Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan laki-laki dan perempuan dari jiwa yang satu. Allah berfirman,
۞هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡهَاۖ
“Dialah yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia menciptakan pasangannya agar dia merasa senang kepadanya.” (al–‘Araf: 189)
Atas dasar ini, ada persamaan antara pria dan wanita dalam hal statusnya sebagai manusia dan yang terkait dengannya, seperti masalah takalif (beban pelaksanaan syariat). Namun, keduanya berbeda dalam hal susunan tubuh sehingga salah satu dari keduanya menjadi penyempurna bagi yang lainnya. Allah berfirman,
هُنَّ لِبَاسٞ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٞ لَّهُنَّۗ
“Mereka (istri) adalah pakaian bagi kalian, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.” (al–Baqarah: 187)
Oleh karena itu, wanita yang bergaya dan berpenampilan seperti pria, dan pria yang bergaya dan berpenampilan seperti wanita, telah menyelisihi fitrah yang digariskan Allah subhanahu wa ta’ala.
Celakanya, kini sebagian wanita menampakkan perilaku yang tidak sesuai dengan tabiatnya sebagai wanita. Mereka lebih senang meniru gaya laki-laki, berperilaku seperti laki-laki, bahkan hobi berpakaian maskulin. Wanita seperti ini biasa dikenal dengan sebutan wanita tomboi.
Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tomboi (Inggris: tomboy) adalah seorang perempuan yang memiliki sifat atau perilaku yang dianggap oleh masyarakat sebagai peran gender laki-laki.
Fenomena wanita tomboi ternyata semakin menggejala, bahkan mungkin kita sudah biasa melihat wanita yang berdandan seperti pria. Tentu saja wanita yang disebut tomboi tidak hanya sebatas itu. Berikut beberapa fenomena wanita tomboi.
Banyak wanita yang memakai pakaian pria, dari kaos, celana panjang, sepatu, sandal, hingga topi, padahal telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kita tentu sering melihat wanita yang seakan-akan tidak ada lagi sifat malu dalam dirinya. Ia berbicara dan bergaul bebas dengan laki-laki, pergi ke tempat-tempat yang diinginkannya tanpa merasa risi, dan tidak tampak ciri-ciri kewanitaannya sama sekali.
Allah berfirman,
وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ
“Dan hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (al–Ahzab: 33)
Memang sarana transportasi saat ini sangat memudahkan perjalanan bagi siapa pun untuk menuju suatu tempat dan kembali darinya dalam waktu yang cepat, seperti pesawat terbang, kereta api, dan semisalnya. Namun, sangat disayangkan, banyak wanita yang bermudah-mudah untuk melakukan safar tanpa disertai mahram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Wanita tidak boleh melakukan safar kecuali dengan mahramnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Tidak jarang kita mendapati perempuan yang kelaki-lakian dalam hal penampilan, seperti gaya rambut, cara duduk, dan lain-lain. Sementara itu, disebutkan dalam hadits,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria.” (HR. al-Bukhari)
Semestinya seorang wanita tidak berprofesi layaknya kaum pria. Jika ia seorang ibu, sebaiknya bekerja di rumah dan mengurusi anak-anaknya. Sudah dipastikan akan banyak kerusakan yang terjadi apabila wanita bekerja di luar rumah dan bercampur baur dengan pria (lihat kembali bahasan tentang wanita karier di majalah ini).
Berhias, mempercantik diri, seperti memakai celak atau inai, adalah ciri khas kaum wanita. Bahkan, hal itu diperintahkan oleh syariat asalkan sesuai dengan aturannya. Lalu, apa jadinya jika wanita tidak berhias? Ya, jadilah dia wanita tomboi!
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa ada seorang wanita yang menyodorkan kitab/surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dari balik tabir. Rasulullah menggenggam tangan beliau yang mulia dan berkata, “Aku tidak tahu apakah ini tangan laki-laki atau tangan perempuan.” Wanita itu menjawab, “Bahkan tangan perempuan.” Rasulullah bersabda, “Kalau memang engkau perempuan, tentu akan kauubah warna kuku-kukumu”—yaitu dengan inai/pacar. (HR. Abu Dawud dan an–Nasa’i, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Wanita-wanita tomboi ini mengira bahwa dengan berpenampilan seperti pria, mereka akan dapat menyamai kaum pria sehingga dapat mengatur sesuatu dengan baik, bebas bergerak, mengatasi dan menyelesaikan segala persoalan hidup, bersaing dalam dunia bisnis, dan melibatkan diri dalam pekerjaan yang menjadi ciri khusus kaum pria dan tidak pantas bagi wanita.
Sesungguhnya, Allah telah melarang kaum wanita, khususnya kaum muslimah, berangan-angan menjadi seperti pria. Demikian pula sebaliknya, Allah melarang kaum pria berangan-angan menjadi seperti para wanita. Allah berfirman,
وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُواْۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسَۡٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٣٢
“Dan janganlah kalian iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah subhanahu wa ta’alaepada sebagian kalian atas sebagian yang lain, (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia–Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (an–Nisa’: 32)
Ancaman yang keras pun ditujukan kepada kaum wanita yang dengan nyata-nyata menyelisihi fitrahnya, menanggalkan sifat femininnya, dan meniru kaum pria dalam hal pakaian, gaya, perilaku, tindak tanduk, dan tutur kata. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَةَ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat para wanita yang bergaya menyerupai kaum pria.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melaknat para pria yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai pria.” (HR. al-Bukhari)
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنِّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Nabi n melaknat pria yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bergaya menyerupai pria.” (HR. al-Bukhari)
Dengan demikian, ketomboian hukumnya haram dan termasuk dosa besar karena menyebabkan datangnya laknat, yaitu dijauhkan dari rahmat Allah.
Wanita yang tomboi berarti menentang dan membenci kehendak Allah. Telah hilang sifat malunya, bahkan yang ada, dia menampakkan kehinaan dirinya dan membebaninya di luar kemampuannya.
Untuk itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan kaum wanita bertabarruj dan meniru pria dalam berpakaian dan bertingkah laku. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah menetapkan ketentuan-ketentuan khusus bagi wanita dalam hal tata cara berpakaian, berbicara, dan bermuamalah, baik dengan sesama mereka maupun dengan kaum pria.
Allah berfirman,
تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩
“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kalian melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (al-Baqarah: 229)
Faktor utama yang mendorong terjadinya ketomboian adalah kurangnya iman dan sedikitnya rasa takut kepada Allah, di samping pendidikan agama yang buruk, pengaruh media massa dengan berbagai bentuk dan jenisnya, baik audio maupun visual, dan teman bergaul yang jelek.
Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi setiap muslimah mendidik dirinya dengan tarbiyah imaniyyah (pendidikan iman), menjadikan wanita-wanita salihah dari kalangan as-Salafush Shalih sebagai figur teladan, menjaga diri dengan senantiasa mengenakan hijab syar’i dengan sempurna, dan memiliki keyakinan kuat akan hikmah di balik penciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melindungi kita dari setiap kejelekan dan keburukan serta mendekatkan kita kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam.