Qonitah
Qonitah

arti sebuah kebahagiaan

10 tahun yang lalu
baca 6 menit
Arti Sebuah Kebahagiaan

dunia-remaja-8Al-Ustadz Abdullah al-Jakarty

Saudariku muslimah, kita semua pasti menginginkan hidup bahagia. Namun, manusia berbeda-beda dalam mengartikan kebahagiaan. Ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan adalah dengan banyaknya uang atau harta; ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan adalah ketika seseorang bisa berhura-hura dan menikmati berbagai hiburan dan kesenangan; dsb. Lalu, apa sebenarnya arti sebuah kebahagiaan? Bagaimana kita mendapatkan kebahagiaan itu?

Ketahuilah, Saudariku muslimah, bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika Allah menyelamatkan diri Anda dari api neraka dan memasukkan Anda ke surga. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ١٨٥

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalianBarang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali ‘Imran: 185)

Banyak hal yang menjadi sebab kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat, di antaranya sebagai berikut.

  1. Beriman kepada Allah dan melakukan amalan sale

Tentang hal ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)

Ibnu ‘Abbas c menafsirkan makna حَيَاةً طَيِّبَةً (kehidupan yang baik) dengan الْحَيَاةُ السَّعِيدَةُ (kehidupan yang bahagia). (Tafsir Ibni Katsir)

  1. Menyebut-nyebut dan mensyukuri nikmat Allah, baik yang lahir maupun yang batin.

Mengetahui dan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendatangkan kebahagiaan, menghilangkan kesedihan dan kegundahan, serta mendorong hamba untuk bersyukur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghitungnya.” (Ibrahim: 34)

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ

“Apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya).” (an-Nahl: 53)

  1. Beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Ketika seseorang beriman kepada takdir Allah, jiwanya pun tenang dan lapang dengan apa pun yang terjadi pada dirinya, termasuk hal-hal yang tidak disukainya. Sebab, dia yakin bahwa musibah-musibah yang dia rasakan telah ditetapkan oleh Allah atas dirinya. Yang wajib baginya adalah bersabar.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ؛ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Seluruh urusannya merupakan kebaikan, dan ini tidak dimiliki kecuali oleh orang beriman. Jika mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu baik baginya; jika tertimpa musibah, dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7692)

  1. Melakukan hal-hal yang mendatangkan kebahagiaan dan menghilangkan sebab-sebab yang mendatangkan kesedihan—seperti melupakan hal-hal yang tidak disukai yang telah terjadi, yang tidak mungkin ditolak lagi—serta mengetahui bahwa sibuk memikirkan hal-hal yang menyedihkan adalah kesia-siaan belaka.
  2. Banyak berzikir kepada Allah.

Berzikir kepada Allah menjadi sebab hilangnya kesedihan dan kegundahan serta mendatangkan ketenangan hati.

Allah berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨

“…(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’d: 28)

  1. Qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki yang diberikan oleh Allah.

Barang siapa merasa cukup dengan rezeki yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, jiwanya akan merasa lapang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntung orang yang telah berislam, diberi rezeki yang cukup, dan merasa cukup dengan pemberian Allah kepadanya.” (HR. Muslim no. 2473)

  1. Mengetahui bahwa kebahagiaan sejati akan diraih di akhirat, sedangkan dunia adalah tempat musibah dan kesedihan.

Jika seseorang mengetahui hal ini, jiwanya pun merasa lapang. Dia akan terdorong untuk senantiasa ridha dan bersabar dengan segala kesusahan, kesempitan, dan berbagai musibah yang menimpanya. Selain itu, dia berusaha mengejar kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagiaan di akhirat, di dalam surga-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِي كَبَدٍ ٤

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (al-Balad: 4)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang penduduk surga,

وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَذۡهَبَ عَنَّا ٱلۡحَزَنَۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٞ شَكُورٌ ٣٤ ٱلَّذِيٓ أَحَلَّنَا دَارَ ٱلۡمُقَامَةِ مِن فَضۡلِهِۦ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٞ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٞ ٣٥

“Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dukacita dari kami. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri, Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu’.” (Fathir: 34—35)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 7606)

Al-Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya,

مَتَى يَرْتَاحُ الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: أَوَّلَ مَا يَضَعُ قَدَمَهُ فِي الْجَنَّةِ

Kapan seorang mukmin bisa beristirahat?” Beliau rahimahullah menjawab, “Ketika dia pertama kali meletakkan kakinya di surga.”

Tidak inginkah Anda berbahagia, Saudariku muslimah? Jika Anda ingin, tempuhlah jalan menuju kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat. Jangan menempuh jalan yang justru mengantarkan Anda kepada ketidakbahagiaan atau kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Semoga Allah memberi kita kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ٢٠١

“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari siksa neraka.” (al-Baqarah: 201)

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Sumber: Al-Wasa’il al-Mufidah lil Hayah as-Sa’idah, asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah