Al-Ustadz Syafi’i bin Shalih al-Idrus
Sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, bumi dipenuhi kegelapan. Masa tersebut dikenal dengan zaman jahiliah atau zaman kebodohan karena lamanya masa fatrah (kekosongan) dari risalah. Jarak antara masa Nabi ‘Isa q dan diutusnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam lebih dari empat ratus tahun. Hanya segelintir manusia dari kalangan ahli kitab yang masih berpegang teguh pada agama al-Masih ‘Isa ‘alaihissalam.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
وَإِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ، فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya Allah memandang kepada penduduk bumi, maka murkalah Dia kepada mereka semua, baik yang bangsa Arab maupun selain mereka, kecuali segelintir orang dari kalangan ahli kitab.” (HR. Muslim)
Dari segelintir manusia yang tersisa ini pun kebanyakan meninggal dunia sebelum diutusnya Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Tinggallah di bumi ini manusia-manusia yang mengikuti hawa nafsu semata, membabi buta dalam kesesatan mereka, terombang-ambing dalam kebingungan tanpa pijakan dan pegangan hidup. Mereka memiliki keimanan, tetapi keimanan pada pepohonan dan bebatuan. Mereka juga bersujud, tetapi pada bintang, bulan, matahari, dan patung-patung. Mereka berdoa, memohon, dan meminta keselamatan, tetapi kepada arwah nenek moyang. Itulah kehidupan jahiliah.
Ketika kegelapan masa jahiliah ini telah menyelimuti seluruh penjuru bumi, Allah menerbitkan cahaya risalah. Bersinarlah bumi dengan diutusnya seorang rasul, yaitu rasul akhir zaman yang membawa rahmat bagi seluruh alam dengan agama yang lurus, agama hanifiyyah.
Saudariku, tahukah Anda apakah agama hanifiyyah itu? Agama hanifiyyah adalah merealisasikan tauhid dengan sebenar-benarnya dan memurnikan kecintaan kepada Allah semata. Tidaklah seorang insan mencintai sesuatu selain Allah melainkan karena Allah, dan tidaklah dia membenci sesuatu melainkan karena Allah pula. Tidaklah dia memberi sesuatu melainkan karena Allah, dan tidaklah dia menahan dari sesuatu melainkan karena Allah.
Dia murnikan ibadah kepada Allah semata. Dia berdoa, takut, berharap, dan cemas hanya kepada-Nya. Dia bertawakal dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya. Dia bernadzar dan berkurban hanya untuk-Nya. Dia bersumpah hanya dengan nama-Nya, dst. Jiwanya hanya tunduk kepada Allah dan jauh dari hawa nafsunya.
Itulah agama hanifiyyah, millah (agama) Nabi Ibrahim q, agama fitrah yang di atasnyalah manusia diciptakan oleh Allah. Dengan fitrah ini, naluri setiap manusia senantiasa ingin mengenal Allah, mengesakan-Nya, mengagungkan-Nya, dan mencintai-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia di atas fitrah itu. Tidak ada perubahan bagi penciptaan Allah. Itulah agama yang tegak, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (ar-Rum: 30)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits Abu Hurairah )
Itulah agama hanifiyyah, agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang Allah memerintah Nabi-Nya dan orang-orang yang beriman agar mengikuti beliau ‘alaihissalam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٢٣
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus’, dan tidaklah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (an-Nahl: 123)
Allah juga berfirman,
فَٱتَّبِعُواْ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٩٥
“Maka dari itu, ikutilah oleh kalian agama Ibrahim yang lurus, dan tidaklah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (Ali ‘Imran: 95)
Itulah agama Ibrahim q, agama yang mengantarkan seseorang kepada hidayah Allah sehingga dia berada di atas ash–shirath al–mustaqim (jalan yang lurus).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٦١
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabbku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan tidaklah dia termasuk orang-orang yang musyrik’.” (al-An’am: 161)
Itulah agama hanifiyyah, agama yang mudah dan penuh toleransi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلدِّينِ مِنۡ حَرَجٖۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمۡ إِبۡرَٰهِيمَۚ
“Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama ini suatu kesempitan, millah (agama) bapak kalian, Ibrahim.” (al-Hajj: 78)
Ibnu ‘Abbas c meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ditanya, “Agama apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau n menjawab, “Agama hanifiyyah yang penuh toleransi.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, dinyatakan hasan oleh al-Albani)
Itulah agama yang sempurna. Jika kita perhatikan dengan saksama hukum-hukum yang ditetapkannya, niscaya kita dapati samudra hikmah yang tiada bertepi. Tidak akan ada ungkapan yang sanggup menggambarkan kesempurnaan dan keelokannya. Tidak akan mampu jin dan manusia melahirkan hukum yang semisalnya walaupun mereka bersatu padu untuk membuatnya. Tidak akan pernah ada di alam semesta ini suatu syariat (hukum dan perundang-undangan) yang setara dengannya dalam hal kesempurnaan dan keagungan. Sungguh, seandainya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak mendatangkan mukjizat—bukti akan kebenaran hukum-hukum (syariat) tersebut—niscaya hukum-hukum tersebut dengan sendirinya telah membuktikan bahwa semua itu benar-benar datang dari Dzat Yang Mahabijaksana.
Seluruh hukum yang terdapat pada agama ini menunjukkan kesempurnaan ilmu dan hikmah. Seluruh kebaikan dan keburukan dijelaskan dengan sempurna, yang menunjukkan kesempurnaan rahmat dan kasih sayang.
Sungguh, keberadaan agama hanifiyyah ini merupakan nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada para hamba-Nya. Tidak ada kenikmatan yang lebih agung daripada seorang hamba diberi petunjuk kepada agama ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ١٦٤
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Sungguh, sebelum itu mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (Ali Imran: 164)
(Lihat Miftah Daris Sa’adah, Ibnul Qayyim)
Itulah agama Islam, satu-satunya agama yang diakui dan diridhai oleh Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)
Demikian pula firman-Nya,
أَفَغَيۡرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبۡغُونَ وَلَهُۥٓ أَسۡلَمَ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ طَوۡعٗا وَكَرۡهٗا وَإِلَيۡهِ يُرۡجَعُونَ ٨٣
“Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada-Nyalah mereka dikembalikan.” (Ali Imran: 83)
Karena itu, siapa pun yang beragama selain agama ini, tidak akan diterima darinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥
“Barang siapa mencari agama selain Islam, sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)
Itulah agama islam, agama hanifiyyah, millah Ibrahim q yang lurus. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِينٗا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۗ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah dalam keadaan dia mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?” (an-Nisa’: 125)
Wallahu a’lam bish shawab.