Qonitah
Qonitah

adab berdoa (bagian 2)

10 tahun yang lalu
baca 11 menit
Adab Berdoa (Bagian 2)

adab-berdoa-4Al-Ustadz Idral Harits

Saudariku fillah, alangkah lelah penantian, ketika kita meminta dan berdoa kepada Dzat yang Mahakaya namun tak kunjung terkabulkan. Padahal, Dia telah menjamin terkabulnya doa bagi siapa yang meminta.

Dalam ayat-Nya yang mulia, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡ

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (Ghafir: 60)

Pernahkah kita berpikir, apa gerangan yang menyebabkan terhalangnya doa kita? Renungkanlah kembali, tatkala kita memohon kepada-Nya, sudahkah kita menjalankan adab-adab dan etika dalam berdoa?

Muslimah, pada edisi lalu, telah kita sampaikan beberapa etika dan adab dalam berdoa. Sebagai penyempurna, berikut ini adab-adab lainnya yang perlu kita perhatikan dalam berdoa. Semoga Allah menjadikan doa-doa kita sebagai doa yang mustajab (terkabulkan).

1. Menampakkan Kehinaan, Ketundukan, dan Rasa Butuh

Apa pun keadaan kita, sudah pasti kita senantiasa membutuhkan sesuatu dari sisi Allah. Oleh karena itu, ketika kita berdoa, hendaklah dengan menampakkan alangkah rendahnya kita di hadapan Allah dan alangkah besar hajat kita kepada pertolongan serta karunia-Nya.

Perhatikanlah keadaan Nabiyullah Yunus ‘alaihissalam ketika beliau merasakan kegelapan yang mengimpit: kegelapan malam, kegelapan lautan, dan kegelapan di dalam perut ikan. Dengan penuh sikap merendah, beliau berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala,

لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Tidak ada sembahan yang haq selain Engkau. Mahasuci Engkau (ya Allah), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. (al-Anbiya: 87)

Oleh karena itu, berdoalah dengan ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kehinaan dan ketundukan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Allah subhanallahu ta’ala berfirman, menceritakan keadaan Nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau berdoa,

رَبِّ إِنِّي لِمَآ أَنزَلۡتَ إِلَيَّ مِنۡ خَيۡرٖ فَقِيرٞ

“Wahai Rabbku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (al-Qashash: 24)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman tentang Nabi Zakaria ‘alaihissalam yang tidak pernah putus asa berdoa, memohon dengan kesungguhan dan sangat membutuhkan,

كٓهيعٓصٓ ١ ذِكۡرُ رَحۡمَتِ رَبِّكَ عَبۡدَهُۥ زَكَرِيَّآ ٢ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَآءً خَفِيّٗا ٣ قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ ٱلۡعَظۡمُ مِنِّي وَٱشۡتَعَلَ ٱلرَّأۡسُ شَيۡبٗا وَلَمۡ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيّٗا ٤ وَإِنِّي خِفۡتُ ٱلۡمَوَٰلِيَ مِن وَرَآءِي وَكَانَتِ ٱمۡرَأَتِي عَاقِرٗا فَهَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيّٗا ٥ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنۡ ءَالِ يَعۡقُوبَۖ وَٱجۡعَلۡهُ رَبِّ رَضِيّٗا ٦ يَٰزَكَرِيَّآ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ ٱسۡمُهُۥ يَحۡيَىٰ لَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ مِن قَبۡلُ سَمِيّٗا ٧

“Kaaf Haa YaaAin Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Rabbmu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara yang lembut.

Ia berkata, Wahai Rabbku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Rabbku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap kerabat dan keturunanku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra, yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Yaqub, dan jadikanlah ia, wahai Rabbku, seorang yang diridhai.’

Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (lahirnya) seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengannya.” (Maryam: 1—7)

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, “Apabila hati menyatu dengan doa, hajat yang mendesak menjadi bukti kebenarannya, dan ditambah harapan yang sangat kuat, niscaya doa itu hampir-hampir tidak tertolak.”[1]

Bukankah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٦٢

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan, serta yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada sembahan (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingat (Nya).” (anNaml: 62)

Bukankah Rasulullah shallahu ‘alaihiwassalam bersabda,

إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Dzat Yang Maha Pemalu lagi Maha Pemurah. Allah malu kepada hamba-Nya ketika dia mengangkat kedua tangannya ke hadapan Allah, lalu menurunkannya kembali dalam keadaan hampa.”[2]

2. Berdoa pada Waktu-Waktu yang Utama

Kita tidak mengetahui kapan Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa kita. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa berdoa dan memilih waktu-waktu yang bertepatan dengan saat Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa.

Dari beberapa pembahasan yang telah lalu, jelaslah bahwa seorang mukmin tidak akan pernah berhenti berdoa kepada Allah dalam setiap keadaan, di mana pun dia berada. Akan tetapi, hal-hal berikut ini adalah waktu dan situasi yang diyakini bahwa doa yang dipanjatkan ketika itu akan terkabul (disebutkan pada poin G, -ed.).

3. Memanfaatkan Keadaan-Keadaan yang Utama

Di dalam sebagian hadits, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menerangkan beberapa tempat atau keadaan yang diyakini bahwa doa yang dipersembahkan di situ sangat pantas untuk terkabul. Di antaranya sebagai berikut.

  • Pada waktu sujud

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Sedekat-dekat keadaan hamba dengan Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa (pada waktu sujud).”[3]

  • Sedang berperang

ثِنْتَانِ لاَ تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ: الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُم بَعْضًا

Ada dua doa yang tidak akan ditolak atau sangat jarang ditolak: doa ketika azan dan doa ketika berperang, pada saat mereka saling menyerang satu sama lain.”[4]

  • Ketika hujan turun

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ: الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَتَحْتَ الْمَطَرِ

Ada dua doa yang tidak akan ditolak, yaitu doa ketika azan dan doa di bawah hujan.”[5]

  • Ketika minum air Zamzam

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

Air Zamzam itu (berkhasiat) untuk apa dia diminum.

  • Ketika mengucapkan amin

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، فَإِنَّ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Apabila imam mengucapkan amin, ikutilah, karena sesungguhnya barang siapa yang ucapan aminnya bertepatan dengan amin para malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.[6]

4. Mengerjakan Amalan Saleh Sebelum Berdoa

Membaca shalawat adalah salah satu amalan saleh yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan diperintahkan-Nya dalam firman-Nya,

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا ٥٦

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (alAhzab: 56)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang para nabi-Nya secara umum dan Nabi Zakaria ‘alaihissalam secara khusus, yang tidak berhenti berdoa,

فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ ٩٠

…maka Kami memperkenankan doanya. Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka (para nabi) adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas, serta mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (alAnbiya’: 90)

Ternyata, yang menjadi sebab doa mereka dikabulkan adalah kesegeraan mereka mengerjakan kebaikan. Mereka menyempurnakan amalan tersebut. Tidak ada satu pun hal yang mengandung keutamaan, yang mampu dikerjakan, melainkan pasti mereka kerjakan. Mereka juga senantiasa berdoa kepada Allah dengan penuh harap dan cemas, tidak lalai ataupun acuh tak acuh.[7]

Renungkanlah kisah tiga orang Bani Israil yang terkurung di dalam sebuah gua. Mereka berdoa dengan menyebut-nyebut amal saleh yang pernah mereka kerjakan dengan ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya, Allah l subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa mereka sehingga mereka keluar dari gua tersebut dengan selamat.[8]

5. Melirihkan Suara

Allah subhanahu wa ta’ala sangat dekat kepada kita, jauh lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Walaupun Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas arsy-Nya, namun Dia mengetahui apa yang kita lakukan dan mendengar apa yang kita ucapkan. Bahkan segala apa yang terbetik dalam hati kita, Dia pun Mahatahu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa orang yang berdoa artinya sedang berbisik kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan Dia Maha Mengetahui rahasia serta segala sesuatu yang lebih tersembunyi.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِن تَجۡهَرۡ بِٱلۡقَوۡلِ فَإِنَّهُۥ يَعۡلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخۡفَى ٧

Jika kamu mengeraskan ucapanmu, sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ ١٦

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)

Allah subhanahu wa ta’ala pun menegaskan dalam firman-Nya,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (alBaqarah: 186)

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia sangat dekat kepada hamba-Nya. Dia mengetahui segala sesuatu, baik yang rahasia maupun yang lebih tersembunyi. Kedekatan Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya ada dua macam: kedekatan dengan ilmu-Nya, yakni Dia mengetahui keadaan seluruh makhluk-Nya; dan kedekatan kepada hamba-Nya yang beriman, yaitu dengan memberikan taufik, pertolongan, dan pengabulan doa.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعٗا وَخُفۡيَةًۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ ٥٥

“Berdoalah kepada Rabb kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (alA’raf: 55)

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memerintah kita agar bersungguh-sungguh dalam berdoa disertai dengan suara yang lembut, tidak berteriak-teriak. Berikut ini beberapa faedah berdoa dengan suara yang lembut (lirih), antara lain:

  • Menunjukkan keimanan yang besar, karena orang yang berdoa meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mendengar doa yang diucapkan dengan suara lembut (lirih).
  • Menunjukkan ketinggian adab dan sikap ta’zhim (pengagungan). Kalau di dunia ini mengangkat suara di depan penguasa dikatakan tidak sopan, terlebih lagi di hadapan Allah, Malikul Mulki (Maharaja Diraja), tentu lebih tidak pantas.
  • Lebih sempurna menunjukkan kerendahan diri dan kekhusyukan serta keikhlasan.
  • Lebih sempurna dalam menyatukan hati agar tunduk dalam berdoa.
  • Menunjukkan kedekatan orang yang berdoa dengan Allah.
  • Lebih mendorong agar terus-menerus mengharap dan meminta, karena lisan tidak cepat bosan, anggota tubuh juga tidak letih.
  • Nikmat paling utama adalah menghadap kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Setiap kenikmatan pasti ada yang merasa iri terhadapnya, sehingga cara yang lebih selamat agar terhindar dari kedengkian itu ialah menyembunyikan nikmat itu dari orang yang dengki.
  • Lebih jauh dari hal-hal yang mengganggu dan menghentikan doa tersebut.
  • Doa adalah zikir itu sendiri, yang ditujukan kepada almad’u (Allah subhanahu wa ta’ala), dan mengandung permintaan, sanjungan, dan pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan (menyebut-nyebut) nama dan sifat-Nya.[9]

Lihat pembahasan “Antara Doa dan Zikir” pada edisi sebelumnya.

[1] Al-Fawaid hlm. 55.

[2] HR. Abu Dawud (no. 1488), at-Tirmidzi (no. 3556), Ibnu Majah (no. 3865), dan al-Hakim (1/497)—beliau menyatakannya shahih, demikian pula asy-Syaikh al-Albani.

[3] HR. Muslim (215) (482) dari Abu Hurairah z.

[4] HR. Abu Dawud (no. 2540), dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani v.

[5] HR. al-Baihaqi dalam Dzail as-Sunan al-Kubra (no. 6690) dan al-Hakim. Lihat Jami’ ash-Shaghir karya as-Suyuthi (no. 3566), beliau menyatakannya hasan karena ada penguatnya.

[6] HR. al-Bukhari (1/190) dan Muslim (1/307).

[7] Tafsir as-Sa’di hlm. 530.

[8] HR. al-Bukhari (no. 5974) dan Muslim (no. 2743).

[9] Badai’ul Fawaid (juz 3 hlm. 345—347).

Sumber Tulisan:
Adab Berdoa (Bagian 2)