Qonitah
Qonitah

adab-adab buang hajat

10 tahun yang lalu
baca 9 menit
Adab-adab Buang Hajat

fikih-ibadah-7Al-Ustadz Utsman

Ajaran Islam tentangadab buang hajat menunjukkan pengaturan Islam terhadap seluruh sendi kehidupan manusia. Segala sesuatu diusahakan sesuai dengan ridha Allah, Dzat pencipta alam. Orang-orang musyrik pernah bertanya kepada sahabat mulia yang bernama Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu,“Apakah nabi kalian mengajarkan segala sesuatu, termasukmasalah buang hajat?” Beliau menjawab, “Tentu.Beliau melarang kami cebok dengan tangan kanan, buang hajat menghadap ke kiblat, cebok menggunakan tulang dan rauts[1], serta membersihkan kotoran dengan batu kurang dari tiga biji.” (HR.Muslim)

Secara umum, adab-adab buang hajat terdiri dari ucapan dan perbuatan, baik ketika akan memasuki tempat buang hajat, selama di dalamnya, maupun setelah keluar darinya.

Adapun secara terperinci, adab-adab buang hajat adalah:

1. Buang hajat di tempat tertutup sehingga aurat terjaga dari pandangan manusia.

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengajarkanadab ini sebagaimana disebutkan oleh Anas bin Malik dan al-Mughirah bin Syu’bah . (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Sungguh, merupakan nikmat besar dari Allah subhanahu wa ta’ala bahwa dengan izin-Nya,terkikislah sedikit demi sedikit budaya sebagian masyarakat yang buang hajat di pinggir sungai tanpa merasa malu auratnya terlihatoleh orang lain.

Di sisi lain, jika terpaksa buang air di alam terbuka, kita diperingatkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam agar menjauhi tempat-tempat yang biasa dimanfaatkan oleh manusia, seperti jalan, dan pohon yang dipakai berteduh atau yang buahnya dimanfaatkan. Kalau hal ini tidak diperhatikan, bisa jadi orang lain akan marah, memaki, bahkan mendoakan laknat dan kejelekan bagi orang yang buang hajat di situ. (HR.Muslim)

2. Tidak membawa masuk ke kamar mandi/WC sesuatu yang mengandung dzikrullah, seperti benda bertulisan nama Allah atau ayat al-Qur’an,apalagi mushaf al-Qur’anul Karim.[2]

Hal ini tidak lain sebagai bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَۖوَمَنيُعَظِّمۡشَعَٰٓئِرَٱللَّهِفَإِنَّهَامِنتَقۡوَىٱلۡقُلُوبِ٣٢

“Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnyahal itu termasuk ketakwaan kalbu.” (al-Hajj: 32)[3]

Akan tetapi, jika seseorang khawatir barangnya hilang atau tertinggal di kamar mandi—lebih-lebih di kamar mandi umum—dia boleh membawa masuk barang yang bertulisandzikrullah itu ke kamar mandi. Namun, diusahakan agar benda itu tetap terjaga, baik tersimpan di dalam saku, tas, maupun yang sejenisnya.

3. Mengucapkan zikir ketika hendak masuk kamar mandi/WC, yaitu:

اللَّهُمَّإِنِّيأَعُوذُبِكَمِنَالْخُبْثِوَالْخَبَائِثِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan jantan dan setan betina.”[4](HR.al-Bukharidan Muslim)

Hadits ini mengisyaratkan bahwa kamar mandi/WC adalah tempat bersarangnya jin jahat.Oleh karena itu, kita dituntun untuk berlindung kepada Allah dari kejelekan mereka.

4. Disunnahkan pula untuk mengucapkan bismillah karena bacaan ini menghalangi aurat manusia dari pandangan jin.[5]

Kedua zikir di atas diucapkan sebelum seseorang masuk kamar mandi/WC, tidak diucapkan di dalamnya.Jika seseorang lupa mengucapkannyadan baru ingat setelah berada di dalam kamar mandi/WC, dia boleh memilih: keluar dahulu lalu mengucapkannya dan masuk lagi, atautidak keluar dan meneruskan buang hajatnya tanpa membaca zikir ini. Wallahu a’lam.[6]

Adapun jika seseorang buang hajat di luar ruangan, kedua zikir ini diucapkan di akhir langkah, yaitu ketika dia hendak duduk/jongkok untuk buang hajat.[7]

5. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar mandi/WC.[8]

6. Mengecek persediaan air yang akan dipakai untuk keperluan buang hajat.

Hal inisebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam.Ketika hendak buang hajat,beliau memerintah al-Mughirah bin Syu’bah membawakan sewadah air untuk cebok. (HR.al-Bukharidan Muslim)

Pada zaman kita ini, mayoritas orang diberi kemudahan oleh Allah untuk mendapatkan air melalui saluran air (kran). Sebelum buang hajat, kita bisa mengecek apakah saluran air berfungsi dengan baikapabilapersediaan air di kamar mandi/WC tidak mencukupi.

7. Boleh buang air kecil sambil berdiri atau sambil jongkok karena tidak ada larangan dari Nabi .[9]

Akan tetapi, yang sering beliau lakukan adalah buang air kecil sambil jongkok.Bahkan, Aisyah mengatakan,“Barangsiapa menceritakan kepada kalian bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam buang air kecil sambil berdiri,jangan kalian percayai dia.”[10]

Ucapan Aisyah tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan beliau  adalah buang air kecil sambil jongkok.Bahkan,Aisyah tidak pernah menyaksikan beliau buang air kecil kecuali dalam keadaan jongkok sehingga dia berkata seperti itu. Akan tetapi, Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan bahwa dia pernah melihat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam buang air kecil dalam keadaan berdiri (HR.al-Bukharidan Muslim).

Kesimpulannya, boleh buang air kecil sambil berdiri atau sambil jongkok.Yang terpenting adalah kita usahakan agar air kencing tidak menciprat ke badan atau ke pakaian tanpa kita sadari.

8. Makruh[11]hukumnya buang hajat sambil menghadapke arah kiblat atau membelakanginya.

Hukum ini berlaku baik ketika seseorang buang hajat di alam terbuka maupun di dalam bangunan.

9. Wajib cebok (membersihkan najis yang tersisa di tempat keluarnya kotoran) setelah buang hajat, baik dengan air maupun dengan benda lain, seperti tisu, batu, kertas, dsb.

Untuk cebok dengan air, tidak ada syarat tertentu.Yang penting, najis dihilangkan dari tubuh.

Cebok dengan selain air diistilahkan dengan istijmar [12]

Ada beberapa ketentuan istijmar yang harus diperhatikan, yaitu:

  • Bahan yang dipakai untuk istijmar adalah bahan yang suci, bisa dipakai untuk menghilangkan kotoran yang menempel di tubuh[13];bukan tulang,kotoran najis yang telah membatu, makanan, atau sesuatu yang terhormat[14]. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa tulang adalah makanan bagi saudara kita dari bangsa jin.
  • Pengusapan minimal tiga kali (dengan 3 batu, 3 lembar tisu, dst.) dan jumlah usapan ganjil[15]. Artinya, jika pada usapan keempat sudah bersih, ditambah satu usapan lagi agar jumlah usapan menjadi ganjil.
  • Istijmar dianggap cukupdalam membersihkan najisapabila tisu tetap kering setelah diusapkan ke tempat keluarnya kotoran, tidak terbasahi oleh kotoran.[16]
  • Perlu dipahami bahwa istijmar—sebagai bentuk cebok tanpa air—boleh dilakukan walaupun air tersedia dan melimpah jumlahnya. Jadi, kedudukan istijmar tidak seperti kedudukan tayamum sebagai pengganti wudhu.
  • Baik pria maupun wanita dilarang memegang kemaluan ketika buang air kecil. Dilarang pula cebok dengan tangan kanan. (al-Bukharidan Muslim)
  • Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengingatkan agar kita menjauhi sepuluh hal terkait dengan masalah menuntaskan air kencing.Sebab, pada hakikatnya kesepuluh hal tersebut tidak ada dalilnya dan termasuk was-was setan. Silakan merujuk pada kitab agung karya beliau,yaitu Ighatsatul Lahafan.
  • Makruh berbicara ketika buang hajat.

Ketika buang hajat, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam menunda menjawab salam yang diucapkan oleh seseorang kepada beliau.Beliau baru menjawabnya setelah selesai buang hajat.(HR.Muslim)

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa termasuk yang dihukumi makruh disini adalah bertasbih,bertahlil,dan menjawab azan yang didengar. Jika seseorang bersin di dalam kamar mandi, dia mengucapkan alhamdulillah dalam kalbunya tanpa menggerakkan lisannya. Diperkecualikan dari ini semua adalah jika keadaan darurat menuntut seseorang yang sedang buang hajat untuk berbicara.Pada kondisi ini diperbolehkan berbicara, bahkan bisa jadi wajib.[17]

10. Wajib cebok dari segala sesuatu yang keluar dari “dua jalan”,kecuali kentut, baik yang bersuara maupun tidak, yang berbau maupun tidak. Artinya, walaupun bau, kentut yang keluar tidak mengharuskan cebok.[18] Selain kentut, diperkecualikan pula keluarnya sperma/air mani karena sperma itu suci.

11. Jika yang keluar dari “dua jalan”bukan kotoran, melainkan sesuatu yang aneh dan tidak biasa,seperti batu, apakah wajib cebok? Jika yang keluar tersebut mengotori atau berbekas, perlu cebok; jika tidak mengotori, tidak perlu cebok.[19]

12. Keluar dari kamar mandi dengan mendahulukan kaki kanan.

13. Mengucapkan zikir yang telah dituntunkan, yaitu:

غُفْرَانَكَ

“Ya Allah, aku memohon ampunan-Mu.”[20]

Adapun zikir الْحَمْدُلِلهِالَّذِيأَذْهَبَعَنِّيالْأَذَىوَعَافَانِي,hadits tentangnya tidak shahih sehingga tidak perlu diamalkan.[21]

Wallahua’lam bishshawab.

[1]rauts asal maknanya adalah kotoran. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi apakah seluruh kotoran bisa dikatakan rauts atau hanya kotoran hewan tertentu saja.Wallahua’lam.

[2]Kaset atau CD yang mengandung bacaan al-Qur’an atau murattal tidak mengapa dibawa masuk, selama di sampulnya tidak tertulis dzikrullah.Wallahu a’lam.

[3] Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam melepaskan cincin beliau—yang terpahat padanya dzikrullah—ketika hendak masuk kamar mandi, adalah hadits yang tidak shahih sebagaimana dinyatakan oleh para imam ahli hadits, seperti Abu Dawud, an-Nasa’i, ad-Daraquthni, al-Baihaqi, Ibnul Qayyim, dan selain mereka.Wallahu a’lam.

[4] Bisa pula diartikan “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan dan dari jiwa-jiwa yang jahat.”Lihat Fath Dzil Jalal wal Ikram.

[5] Hadits tentang hal ini dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam berbagai kitabnya,di antaranya al-Irwa’ hadits no.50.

[6]Fath Dzil Jalal wal Ikram.

[7]Ibid.

[8]Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menegaskan bahwa tidak ada dalil khusus tentangmasalah ini.Para ulama rahimahumullah menggunakan qiyas dalam masalah ini. Di sisi lain, perbuatan iniadalah bentuk pemuliaan terhadap bagian kanan. Sebab, kamar mandi/WC adalah tempat kotoran sehingga yang lebih utama adalah mendahulukan kaki kiri ketika masuk, dan kaki kanan ketika keluar. Lihat asy-Syarhul Mumti’.

[9] Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bahwa tidak ada dalil shahih tentang larangan kencing sambil berdiri. (Fathul Bari)

[10]Atsar ini dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam berbagai kitab beliau, di antaranya ash-Shahihah no. 201.

[11] Demikian kesimpulan yang kami pilih setelah melihat berbagai pendapat para ulama dalam masalah ini beserta dalil setiap pendapat tersebut.Kesimpulan ini adalah jalan keluar terbaik untuk menggabungkan berbagai dalil yang seolah-olah bertolak belakang, tanpa mengesampingkan salah satunya. Inilah pendapat yang dipilih oleh guru kami, asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-Mar’i hafizhahullah.

[12]Dinamakan demikian karena yang digunakan untuk cebok dengan selain airpada zaman Nabiadalahjamr (batu).

[13] Adapun zat seperti kaca tidak bisa dipakai.Sifat licinnya tidak bisa menghilangkan kotoran yang menempel.

[14]Laranganistijmar dengan tulang dan batu ditunjukkan oleh hadits Salman yang disebutkan di awal tulisan. Adapun makanan, dilarang istijmar dengannya karena termasuk bentuk kufur nikmat. Di sisi lain, kita dilarang cebok dengan tulang karena tulangadalah makanan jin, maka cebok dengan makanan manusia tentu lebih terlarang.

[15]Pengusapan minimal tiga kali berdasarkan hadits Salman di atas.Adapun jumlah usapan yang ganjil berdasarkan perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah z.

[16]Atau jika setelah diusap beberapa kali, tidak ada kotoran yang tersisa kecuali sedikit sekali yang memang hanya bisa dihilangkan dengan air.Dalam hal ini istijmar dianggap cukup.

[17]Misalnya, orang yang sedang buang hajat tahu ada ular yang hendak membahayakan orang yang berada di luar kamar mandi.Padakondisi ini dia wajib berbicara dan mengingatkan. Lihat Syarh Muslim lin Nawawi.

[18] Bahkan,al-Lajnah ad-Daimah menegaskan bahwa melakukan cebok karena angin/kentut yang keluar termasuk sikap ghuluw (melampaui batas).

[19]Asy-Syarhul Mumti’.

[20] Hadits yang menyebutkan masalah ini mengandung sedikit cacat, tetapi dinyatakan shahih oleh banyak ulama, seperti Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, an-Nawawi, adz-Dzahabi, dan al-Albani rahimahumullah.

[21] Silakan merujuk pada al-Irwahadits no.53.

Sumber Tulisan:
Adab-adab Buang Hajat