Soal:
Bagaimana Tata Cara Penyembelihan sesuai syariat.
Jawab:
Sebagai jawaban berikut ini kita nukilkan tulisan Al Ustadz Muhammad Afifuddin di Majalah Asy Syariah ed. 36 Tentang Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban
Hewan sembelihan dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:
1- Membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan.
Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala yang maknanya:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (al-An’am: 121)
Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas radhiallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:
وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ
“Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”
2- Yang menyembelih adalah orang yang berakal.
Adapun orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya.radhiallahu ‘anhuma.
3. Yang menyembelih harus muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani). Untuk muslim, permasalahannya sudah jelas. Adapun ahli kitab, dasarnya adalah firman Allahsubhanahu wa ta’ala yang maknanya:
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (al-Ma`idah: 5)
Dan yang dimaksud ‘makanan’ ahli kitab dalam ayat ini adalah sembelihan mereka, sebagaimana penafsiran sebagian salaf.
Pendapat yang rajih menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai dengan tata cara Islam.
Sebagian ulama menyatakan, terkhusus hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada ahli kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrub kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim. Wallahu a’lam.
4- Terpancarnya darah
Dan ini akan terwujud dengan dua ketentuan:
a. Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi. Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih.Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفْرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)
Juga perintah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamkepada Aisyah radhiallahu ‘anha ketika hendak menyembelih hewan qurban:
يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ
“Wahai Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan batu.” (HR. Muslim no. 1967)
b. Dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.
Faedah
Pada bagian leher hewan ada 4 hal:
1,2, Dua Al-Wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan
3, Al-Hulqum yaitu tempat pernafasan.
4, Al-Mari`, yaitu tempat makanan dan minuman.
Rincian hukumnya terkait dengan penyembelihan adalah:
– Bila terputus semua maka itu lebih afdhal.
– Bila terputus al-wadjan dan al-hulqum maka sah.
– Bila terputus al-wadjan dan al-mari` maka sah.
– Bila terputus al-wadjan saja maka sah.
– Bila terputus al-hulqum dan al-mari`, terjadi perbedaan pendapat. Yang rajih adalah tidak sah.
– Bila terputus al-hulqum saja maka tidak sah.
– Bila terputus al-mari` saja maka tidak sah.
– Bila terputus salah satu dari al-wadjan saja, maka tidak sah. (Syarh Bulugh, 6/52-53)