Misteri Shalawat Tibbil Quluub
Pertanyaan:
Selama saya mendengar dari Ustadz atau Kiyai yang mengajarkan sholawat Tibbil Quluub belum ada satu pun dari mereka yang menyebutkan sumber yang jelas dari nabi Muhammad ﷺ. Ketika ditanya dalil, dijawab: “Jangan tanya-tanya dalil !”
Seringkali disebutkan pula bahwa sholawat ini adalah obat segala penyakit, termasuk yang saat ini sedang melanda dunia, wabah Corona atau COVID-19, sehingga dianjurkan sholawat tibbil qulub dibaca dalam istighosah atau wirid harian. Tolong bantu saya mendapatkan sumber yang jelas agar hati ini tenang dalam mengamalkan.
Jawaban:
Segala puji bagi Alloh yang telah menyempurnakan agama ini. Agama adalah milik Alloh dan datang dari sisi-Nya.
Kita juga memuji Alloh yang telah mengutus Rosululloh ﷺ untuk menyampaikan risalah kepada umat manusia. Beliau bertugas menyampaikan Syareat dan bukan membuat Syareat. Sungguh Rosululloh ﷺ telah menyampaikan semua yang dibutuhkan umat. Tidak ada sedikit pun yang tertinggal.
Adapun kita sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ memiliki kewajiban mengikuti beliau dan meyakini bahwa beliaulah yang paling bertaqwa, tidak ada yang lebih dari beliau.
APAKAH ROSUL MENGAJARKAN SHALAWAT TIBBIL QULUB ?
Terkait dengan shalawat Tibbil Quluub, tidak ada sedikitpun disebutkan dalam hadits hadits Rosululloh ﷺ.
Para imam ahlul hadits seperti Imam Asy Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad, tidak ada satupun yang meriwayatkan dalam kitab kitab hadita mereka baik dalam kitab Al-Umm, Kitab Muwaththa, atau Musnad Ahmad.
Dalam kitab kitab hadits, kitab kitab induk Ahlussunnah Sunnah Wal jamaah seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi dan lainnya juga tidak ada riwayat satu pun menyebutkan shalawat ini baik dari Nabi ﷺ, Khulafaur Rasyidin, para shahabat, tabiin atau tabiut tabiin.
Sehingga dipastikan bahwa shalawat Tibbil Quluub ini tidak pernah diajarkan, tidak pernah diamalkan atau diperintahkan Rosululloh ﷺ.
Maka tidak ada dasar untuk kita mengamalkan shalawat Tibbil Quluub.
Demikian pula manfaat dan Fadhilah shalawat Tibbil Quluub yang dikatakan sebagai obat segala penyakit, tidak ada ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan shalawat ini. Lalu atas dasar apa kita meyakininya?
Belum lagi kandungan maknanya yang menyelisihi syareat, semakin membuktikan bahwa shalawat ini dibuat-buat, bukan dari Rosululloh ﷺ
Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin pernah ditanya tentang : Apa hukum Shalat Di Belakang Imam yang berdoa dengan shalawat Tibbil Quluub, yaitu ucapan:
اللَّهُمَّ صَلِّ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ القُلُوبِ وَدَوائِها، وعافيةِ الأَبْدَان وَشِفَائِها، ونُورِ الْأَبْصَارِ وضِيَائِها
“Ya Allah curahkan shalawat kepada Sayyid kami Muhammad ﷺ sebagai obat hati-hati dan penawarnya, Kesehatan badan-badan dan kesembuhannya, cahaya mata-mata dan sinarnya..”
Setelah Syeikh memuji Alloh dan bersholawat atas Rasulullah ﷺ beliau berkata:
Pertama, (Aku tanyakan) Apakah dia berdoa dengan doa ini (Shalawat Tibbil Quluub) di dalam shalatnya atau diluar sholat?
jika dia berdoa dengan doa itu di dalam shalatnya, maka shalatnya menjadi batil. menurut apa yang tampak bagiku, karena doa ini lebih dekat kepada Kesyirikan.
Karena Nabi ﷺ beliau bukan “obat penyakit Quluub (jantung) dan bukan pula penawarnya secara kasat mata”, dalam arti ; jika ada orang yang jantungnya sakit, dan terasa sakit pada badannya, Nabi ﷺ bukanlah dokternya, karena Nabi ﷺ sudah meninggal sekarang, dan tidak mungkin beliau dapat memberikan manfaat kepada siapapun secara fisik (tidak mungkin beliau datang untuk mengobati, setelah wafatnya).
Adapun jika maksud dari kalimat “Nabi adalah obat penyakit hati.” adalah bahwasannya: Keimanan kepada beliau adalah obat penyakit hati dan penawarnya maka yang ini benar, dan tidak diragukan bahwasa keimanan kepada Rasululloh ﷺ menyembuhkan hati-hati dari penyakit-penyakit diniyah (seperti kesyirikan, kebid’ahan-pent).
Terkait kalimat
(عَافِيَةِ الأَبْدَان..)
“Beliau adalah kesehatan badan-badan..”,
(Kalimat dalam shalawat ini tidak benar) karena Nabi ﷺ bukanlah yang menyehatkan badan-badan. Beliau ﷺ berdoa untuk orang yang sakit agar Allah ‘azza wajalla menyembuhkannya, bukan beliau yang menyehatkan mereka, tetapi yang memberikan kesehatan dan kesembuahan hanyalah Allah ‘azza wajalla ,
Bahkan beliau sendiri ﷺ berdoa meminta (kepada Alloh) kesehatan dengan berdoa:
اللَّهُمَّ عَافِنِي
“Ya Allah, sehatkanlah aku.”
Jika demikian (keadaan nabi sebagai hamba, bukan pencipta dan pengatur alam semesta-pent) bagaimana mungkin beliau menjadi penyembuh? ini juga doa yang bathil dan tidak benar.
Demikian pula kalimat:
(نُورِ الأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا)
“Beliau adalah cahaya mata-mata dan sinarnya.”
Ucapanan ini salah, karena cahaya mata-mata merupakan sifat dari sifat-sifat jasad yang Allah ‘azza wajalla ciptakan. Cahaya-cahaya mata yang Alloh ciptakan bukanlah Rasul ‘alaihishalatu wasalam, dan bukan pula beliau yang menciptakan cahaya pada mata-mata ini.
Oleh karena (telah jelas kebatilan makna doa ini-pent), nasehatku untuk imam ini dan semua yang berdoa dengan doa ini adalah: bertaubatlah kepada Allah subhanahu wata’ala , dan hendaknya dia meyakini bahwa doa-doa yang terbaik ialah yang datang dalam Al Qur’an dan As Sunnah, karena datangnya dari sisi Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, duhai kiranya mereka ini menghafalkan doa-doa Al Qur’an yang datang dalam Al Qur’an dan begitu pula doa-doa yang datang dalam As Sunnah, lalu mereka berdoa kepada Allah dengannya, niscaya itu lebih baik bagi mereka dari pada sajak-sajak ini yang terkadang termasuk dari kekufuran (syirik) sedangkan mereka dalam keadaan tidak mengetahuinya.
Nasehatku untuk orang yang berdoa dengan doa ini dan selainnya agar bertaubat kepada Allah tabaraka wata’ala, dan agar kembali kepada doa yang ada dalam Al Kitab dan As Sunnah, karena doa doa itu mengumpulkan (semua hajat-pent) dan paling afdhol nya serta sangat bermanfaat bagi hati-hati.
Diterjemahkan dari Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam acara Nurun ‘Ala ddarb Radio Al Qur’an KSA rekaman: 327, dengan sedikit perubahan. Lihat sumber fatwa: https://bit.ly/2x5uds6
Semoga di hari-hari kita menghadapi ujian wabah virus Corona kita dimudahkan menghadapinya dengan tauhid bukan kesyirikan, menghadapinya dengan Sunnah bukan kebid’ahan. Amin.