Problematika Umat
Problematika Umat oleh Admin

mensikapi fatwa beda dengan pemerintah

5 tahun yang lalu
baca 6 menit
Mensikapi Fatwa Beda dengan Pemerintah

Mensikapi Fatwa Beda dengan Pemerintah

Pertanyaan:

Ustadz, beredar WA ditujukan kepada Takmir-takmir Masjid / DKM untuk tetap adakan sholat Jumat dan jamaah sholat lima waktu di masjid, padahal pemerintah dengan sangat meminta masyarakat tetap dirumah mengingat bahaya penularan COVID-19.

Sebagian tokoh nasional yang terkenal di indonesia juga menyerukan seruan yang serupa dengan apa yang di WA.

Melengkapi itu semua, tersebar pula potongan rekaman khutbah dari seorang Syeikh Yamani bersuara dengan keras bahwa fatwa yang mengarahkan agar kaum muslimin sholat di rumah karena wabah corona dan tidak berjamaah di masjid serta tidak sholat Jumat, adalah fatwa yang tidak berdalil, tidak peduli siapa pun yang berfatwa, ini adalah fatwa yang salah. Syeikh Yamani ini juga mengatakan bahwa Sebab corona adalah kemaksiatan, itulah yang seharusnya di tutup, yang seharusnya di cegah adalah wanita wanita telanjang dari Inggris dan semisalnya (para turis), bukan malah kaum muslimin dilarang mendatangi Masjid !

Melihat fenomena ini kami sebagai muslim dan warga negara bagaimana dalam mensikapinya, Mohon bimbingannya ustadz.

Bagaimana juga mensikapi keputusan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia yang bukan hanya memerintahkan warga negaranya sholat di rumah, bahkan menutup visa umroh, hingga Masyarakat sedunia tertunda umroh, Masjidil Harom juga ikut sepi.

Jawaban:

Di akhir zaman memang banyak terjadi perselisihan. Di saat ada perselisihan itulah kita teringat pesan nabi shalallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau:

فانه من يعش منكم فسيری اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي و سنۃ الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي

“Sesungguhnya siapa yang berumur panjang dari kalian akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan Sunnah Al Khulafaur Rosyidin sang mendapatkan petunjuk, sesudahku.”

Perintah Penguasa Kerajaan Saudi dalam menangani wabah dikeluarkan berlandaskan Fatwa kibar Ulama, seperti dihentikannya untuk sementara visa umrah, dan diperintahnya masyarakat untuk shalat lima waktu dirumah dan tidak shalat Jumat di masjid. Perintah ini tidaklah diputuskan kecuali berdasarkan dalil untuk menolak mafsadah yang sangat besar.

Demikian pula apa yang ditekankan dan diperintahkan penguasa di negri ini, bukan Omong kosong tanpa mengupayakan untuk kembali kepada dalil Al Kitab dan As Sunnah.

Masalah keselamatan jiwa jiwa kaum muslimin dan darah mereka bukan masalah kecil.

Apa yang diputuskan pemerintah Kerajaan Saudi bukan perkara mainan, para ulama kibar berkumpul, menimbang, melihat dalil Al kitab dan As Sunnah sehingga mengambil keputusan diatas dalil. Tidak seperti yang dituduhkan sebagian orang yang bangun kesiangan dan mengatakan, “Pokoknya Salah, siapa pun yang fatwa” seperti ucapan seorang Syeikh Yamani.

______ ( Baca: Sembrono dan tergesa-gesa dalam fatwa )

Bahaya virus Corona demikian tampak, ribuan jiwa melayang. Di Indonesia, Up date tanggal 27 Maret 2020 orang yang positif terkena virus Corona sebanyak 1155 orang yang meninggal sebanyak 102. Jumlah yang sangat besar, dan grafiknya cenderung meningkat setiap hari.

NEGARA PUNYA PEMIMPIN, BUKAN HUTAN RIMBA

Sejenak kita mengingat kisah perjalanan Umar bin Al Khattab ke Syam bersama para shahabat Muhajirin dan Anshor yang masih hidup di masa kekhilafahan beliau.

Di tengah perjalanan, Umar bin Al Khattab mendengar bahwa di Syam tengah terjadi tho’un (waba’), berhentilah Umar untuk minta pendapat para shahabat, mereka pun berbeda pendapat dalam menentukan pilihan; apakah melanjutkan perjalanan walau pun masuk negeri waba’ atau kembali ke Madinah.

Umar adalah pemimpin, merupakan hak dan kewajiban beliau memutuskan apa yang menjadi mashlahat kaum muslimin. Di akhir perbincangan, Umar memutuskan untuk kembali ke Madinah dan tidak melanjutkan perjalanan.

Na’am beliau tidak membiarkan kondisi perbedaan berlarut yang menjadikan lemahnya kaum muslimin. Beliau berijtihad untuk kembali ke Madinah, dan ternyata ijtihad beliau sesuai dengan dalil.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika meriwayatkan kisah perjalanan Umar bin. Khattab. (Setelah Umar memutuskan perselisihan dengan ijtihad beliau) “Tiba-tiba datanglah Abdurrahman bin Auf, yang sebelumnya tidak hadir karena keperluannya. Ia berkata, ‘Sungguh, aku memiliki ilmu tentang masalah ini. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ

‘Jika engkau mendengar wabah tha’un di sebuah negeri, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah tha’un terjadi di negeri yang engkau tinggali, janganlah engkau meninggalkan negerimu karena lari dari tha’un’.”

Ibnu Abbas berkata, “(Begitu mendengar hadits tersebut), Umar memuji Allah lalu meninggalkan majelis.”

Kemudian lihatlah adab para shahabat ketika penguasa, Umar bin Al Khattab, telah memutuskan, apakah kemudian masing masing berjalan sendiri, mengikuti ro’yunya ? Ternyata mereka terus diatas garis yang telah ditetapkan Agama ini yaitu: Mendengar dan taat kepada penguasa dalam perkara yang ma’ruf.

Tha’un yang terjadi di zaman Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, terkenal sebagai tha’un Amwas, nama sebuah kota di wilayah Palestina yang berjarak lebih kurang enam mil dari kota Ramallah.

Menurut pendapat jumhur, tha’un Amwas terjadi pada 18 H. Akibat wabah tersebut, sekitar 25 hingga 30 ribu muslimin meninggal. Termasuk di antara mereka adalah sahabat Abu Ubaidah Amir bin al-Jarrah radhiyallahu ‘anhu, salah seorang dari sepuluh sahabat yang mendapat jaminan janah (masuk surga) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tha’un ‘Amwas termasuk salah satu tanda kiamat yang telah dikabarkan sebelumnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

اعْدَدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ: مَوْتِي، ثُمَّ فَتْحَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ مَوْتَانِ يَأْخُذُ فِيْكُمْ كَقُعَاصِ الْغَنَمِ …

Nantikan enam perkara sebelum hari kiamat: Kematianku, kemudian penaklukan Baitulmaqdis, lalu kematian besar menimpa kalian seperti penyakit Qu’ash pada kambing ….” (HR. al-Bukhari dalam ash-Shahih, Kitab Jizyah, no. 3176 dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Tanda kiamat yang disebut dalam hadits ini terwujud pada tha’un Amwas pada masa kekhalifahan Umar, sesudah direbutnya Baitulmaqdis.” (Fathul Bari 6/278)

Kembali kepada pembahasan, bahwa negara ini punya penguasa, bukan hutan rimba, bukan negeri bar bar. Pemerintah Indonesia melihat adanya bahaya besar mengamcam jika tidak ada upaya pemutusan rantai virus corona, sebagaimana pemerintah kerajaan Saudi telah lebih dahulu menempuh upaya upaya pemutusan rantai virus termasuk meminta kaum muslim menunaikan ibadah di rumah.

Jika penduduk negeri ini seenaknya sendiri, tidak mentaati penguasa dalam perkara yang ma’ruf sungguh akan carut marut urusan kaum Muslimin.

Negeri ini punya pemimpin, bukan hutan rimba. Apa yang diputuskan penguasa kita juga selaras dengan dalil Al Kitab dan As Sunnah. Sehingga kewajiban kita adalah mendengar dan taat dalam perkara yang makruf.

Adapun pernyataan beberapa ustadz, tokoh masyarakat atau Syeikh Yamani, janganlah dianggap. Seharusnya mereka mengerti kadar dirinya, Sungguh Alloh merahmati orang yang mengerti kadar dirinya. Hendaknya masing masing kita bercermin sembari bertanya; “Saya ini siapa ?” Pantaskah saya berbicara sembarang terkait kemaslahatan umum yang pemerintah telah memutuskan dengan berbagai pertimbangan ? “Negeri ini punya penguasa Mas !”

Waliyyul Amr di negeri-negeri kaum muslimin hari hari ini terus bekerja memikirkan maslahat bagi kaum muslimin dan masyarakat di negerinya.

Di sinilah semakin tampak keindahan Islam, dengan Syareatnya yang agung untuk mentaati penguasa dalam hal yang makruf.

Diantara perkara yang makruf adalah ketika penguasa melihat adanya mafsadah yang besar kemudian berusaha menolak mafsadah itu walaupun beberapa maslahat terabaikan.

Wajib kita berhusnuzhon kepada penguasa kita dan penguasa kerajaan Saudi dengan sekian kebijakan.

Bersungguh sungguhlah wahai kaum muslimin, wahai Ahlussunnah untuk berdzikir, berdoa, beristighfar dan beribadah di rumah rumah kalian. Semoga Alloh segera mengangkat kesusahan yang menimpa kita. Amin. (Abu Ismail, Muhammad Rijal, ghofarollohu lahu wali waalidaihi wa lisaairil muslimiin)