Problematika Umat
Problematika Umat oleh Admin

mengingat mati, cara dan faedahnya

6 tahun yang lalu
baca 2 menit
Mengingat Mati, Cara dan Faedahnya

Soal :

Benarkah kita diperintahkan untuk mengingat kematian ? Bagaimana kita mengingat kematian dan apa faedah-faedahnya ?

 

Jawab:

الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله , اما بعد

Benar, kita disyareatkan untuk banyak mengingat kematian. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallalohu’alaihi wasallam bersabda:

(( اكثروا ذكر هاذم اللذات )) يعني الموت

“Perbanyaklah oleh kalian mengingat perkara yang memutuskan kenikmatan, yaitu kematian.” 

Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam As-Sunan (4/553 no. 2307) beliau berkata: Hadits ini Hasan Shahih Ghorib. Berkata An-Nawawi : Hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad-sanad shohih semuanya sesuai syarat Al-Bukhori dan Muslim (Al-Majmu (5/105). Hadits ini dishahihkan Al-albani.

Untuk mengingat kematian, banyak perkara yang disyareatkan  Rasulullah shallalohu’alaihi wasallam diantaranya:

  1. Beliau mensyariatkan ziaroh kubur. Beliau bersabda: “Dahulu aku melarang kalian berziaroh kubur, berziarahkuburlah kalian karena dengan itu mengingatkan kalian kepada kampung akhirat,”
  2. Dalam dzikir harian yang diajarkan Rosululloh shallalohu’alaihi wasallam juga mengingatkan kita kepada kematian seperti dzikir sebelum tidur dan ketika bangun tidur.
  3. Disyareatkan kita menjenguk orang yang sakit
  4. Disyareatkan kita bertakziyah, menyolati jenazah saudara kita dan mengantarkannya ke pemakaman.

Adapun faedah mengingat kematian, banyak faedah yang bisa dipetik. Dalam sebuah atsar  diriwayatkan:

من اكثر ذكر الموت اكرم بثلاثة اشياء : تعجيل التوبة , و قناعة القلب , و نشاة العبادة . ومن نسي  الموت عوقب بثلاثة اشياء : تسويف التوبة , و ترك الرضا بالكفاف , و التكاسل في العبادة

“Siapa yang banyak mengingat kematian akan dimuliakan dengan tiga perkara: segera dalam bertaubat, qona’ah dalam hatinya dan kesemangatan dalam beribadah ; dan siapa yang lupa kematian akan menimpanya tiga perkara: Menunda-nunda taubat, tidak ridho dengan rizki dan malas dalam beribadah.”

Atsar ini dinukil oleh Al-Qurthubi dalam At-Tadzkiroh (1/126), disebutkan pula oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qodir (2/85) dari Al-Laffaf rahimahulloh.  (Dijawab oleh: Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc)

Oleh:
Admin