Problematika Umat
Problematika Umat oleh Abu Ismail Rijal

hukum mengulangi umroh dalam satu safar

6 tahun yang lalu
baca 2 menit

Soal:

Wahai Syaikh, sebagian manusia datang ke Mekah dari negeri yang jauh dengan tujuan umroh. Setelah umroh dan tahallul mereka pergi
ke Tan’im untuk melakukan umroh berikutnya, yakni dalam satu perjalanan umroh mereka mengulang-ulang umroh (sesuai dengan kemampuan), Bagaimana amalan seperti ini?

Jawab:

Amalan ini, barokallohufikum (semoga Alloh senantiasa memberkahimu) termasuk kebid’ahan dalam Agama Alloh.

Sungguh tidak ada seorang pun yang melebihi semangat Rosul dan para shohabatnya (dalam beragama), (bersamaan dengan semangat beliau) kita ketahui bersama bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam ketika memasuki kota Mekah di akhir Romadhon, beliau singgah di Mekah 19 hari, namun beliau sama sekali tidak menuju ke Tan’im untuk mengulangi umroh, demikian pula para shahabat.

Maka, mengulangi umroh dalam satu safar termasuk perkara yang baru dalam agama.

Kita katakan: Jika engkau menginginkan pahala, tawaflah di Ka’bah. Ini lebih baik daripada seorang keluar ke Tan’im.

Dan kita katakan pula: Tawaflah ketika bukan musim-musim haji (saat masjidil harom penuh sesak-pent), adapun ketika musim haji, cukuplah bagimu tawaf yang pertama (thawaf qudum atau thawaf umroh) dan biarkan halaman tawaf digunakan oleh mereka yang membutuhkannya.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam dalam umroh-umroh yg beliau lakukan, sama sekali beliau tidak mengulang ulang umroh dari Tan’im.

Ketika haji wada’, misalnya. Beliau tidak tawaf melainkan tawaf yg berkaitan dengan nusuk yaitu tawaf Qudum, tawaf ifadhoh dan tawaf wada’.

Dan merupakan perkara yang kita ketahui (dan kita yakini) bahwa kita bukan orang yang lebih bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Alloh melebihi semangat Rosul. Oleh karenanya kita katakan: “Ringankan urusanmu, cukup bagimu umroh yang pertama, dan jika engkau ingin meninggalkan Mekah tawaflah tawaf wada. Walhamdulillah.

(Dijawab oleh Asy-Syaikh Al Allamah Ibnu Utsaimin rohimahulloh)

Oleh:
Abu Ismail Rijal