Kami bersama beberapa orang teman melayani sebuah masjid. Di sana kami menegakkan sunah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian menyampaikan pelajaran dan khutbah setiap hari Jumat.
Akhirnya, salah seorang teman datang kepada kami dan berkata bahwa dia tidak ingin menyampaikan khutbah Jumat karena jiwanya tidak mampu menghadapi fitnah yang dia lihat di jalan, seperti membuka aurat, akhlak manusia, dan kebodohan mereka tentang masalah-masalah agama. Bagaimana mungkin dia menasihati orang sementara dia sedang menghadapi fitnah ini.
Lantas seorang teman baik mengatakan kepada kami: "Sesungguhnya masalah ini tidak ada hubungannya dengan menasihati orang. Bahkan dia akan mendapatkan pahala yang besar dengan menasihati mereka jika niatnya ikhlas karena Allah." Apakah perkataannya benar? Terutama jika teman itu masih ngotot dengan prasangkanya untuk tidak menyampaikan khutbah.
Masalah ini kemudian tersebar kepada teman-teman yang lain. Khawatir masjid akan ditutup pada hari Jumat, kami mulai meminta bantuan kepada teman-teman dari tempat-tempat yang jauh.
Mendirikan shalat Jumat dan sebelumnya khutbah adalah kewajiban Islam terhadap umatnya yang bermukim di kota-kota atau desa. Kewajiban ini tidak gugur akibat perbuatan dosa yang dilakukan seseorang atau munculnya fitnah dan kemungkaran di sebuah negeri.
Bahkan berkumpul untuk melaksanakan shalat Jumat dan khutbah merupakan salah satu sarana untuk menangani pelanggaran-pelanggaran syariat yang muncul dan kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh seorang khatib untuk memperbaiki masyarakat dan menjelaskan hukum kepada orang serta menasihati dan menunjukkan mereka kepada hal-hal yang dapat membawa kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.