Saya sampaikan kepada Anda tentang insiden yang saya alami sekitar satu tahun yang lalu, saat saya melindas seorang anak kecil. Insiden tersebut terjadi di jalan utama desa al-Rafi`ah, distrik ad-Dawadimi. Ketika itu saya sedang membawa beberapa pasien untuk diobati di klinik.
Tiba-tiba ada anak kecil menyeberang jalan ketika saya masih memacu kendaraan, dan memang sudah menjadi takdir Allah saya melindasnya. Akhirnya saya membawa anak itu bersama pasien dalam mobil saya dan menolongnya. Namun klinik menganjurkan agar anak itu ditangani di rumah sakit di ad-Dawadimi. Saat itu juga saya membawa anak itu ke rumah sakit menggunakan mobil pribadi. Delapan hari kemudian, anak itu meninggal dunia.
Saya membayar diat kepada keluarganya sebagaimana yang telah ditetapkan, berupa uang sebesar empat puluh empat ribu riyal. Saya membayar diat tersebut dua hari sebelum dikeluarkannya aturan baru tentang penambahan nilai diat. Inilah kisah tentang insiden yang saya alami. Semoga Allah memanjangkan umur Anda atas kesediaan membaca penjelasan yang panjang ini.
Atas kondisi saya, saya selalu memuji Allah. Namun satu hal yang selalu saya pikirkan adalah mengenai puasa kafarat, karena ketidakmampuan akibat penyakit psikologis kronis dan epilepsi yang kerap membuat saya tidak sadarkan diri selama kira-kira setengah jam. Selain itu, Allah telah menakdirkan kaki kiri saya diamputasi disebabkan sekelompok orang zalim yang dahulu menyerang Tanah Haram.
Ketika itu saya adalah salah seorang tentara yang ikut serta mensterilkan Tanah Haram dari mereka. Masih banyak peristiwa berat lain yang saya alami selain hal itu. Saat ini saya sudah pensiun dan kaki saya teramputasi setengah paha sampai harus memakai kaki palsu. Dengan demikian, saya pun sering tidak mampu mengendarai mobil.
Usia saya saat ini sekitar empat puluh tahun, dan tidak ingin menanggung sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala jika saya mampu menunaikannya, kecuali puasa. Jika ada cara yang dapat saya lakukan, mohon disampaikan.
Semoga Allah memanjangkan umur Anda. Inilah kondisi yang sedang saya hadapi. Saya mengharapkan ada keringanan syar'i jika memang memungkinkan, dengan mempertimbangkan kondisi saya yang telah saya sampaikan.
Jika realitasnya seperti yang telah Anda sebutkan, maka Anda harus membayar kafarat pembunuhan yang tidak disengaja, yaitu memerdekakan seorang budak yang beriman, atau, jika tidak ada, maka berpuasa dua bulan secara berturut-turut. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menggantikan kedua hal tersebut, baik memberi makan, pakaian, atau yang lainnya. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
“Dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 92)
Sampai dengan firman-Nya,
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Barangsiapa yang tidak memperolehnya , maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)
Jadi, dalam kafarat pembunuhan yang tidak disengaja, Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya mensyariatkan memerdekakan budak atau berpuasa dua bulan secara berturut-turut. Sesungguhnya Allah tidak pernah lupa. Siapa yang tidak mampu melakukan salah satu dari dua hal ini, sedangkan ketidakmampuannya tersebut terus berlangsung dan Allah mengetahui bahwa dia jujur, maka Allah akan memaafkannya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.