Pertama, kaum muslimin telah berijma bahwa tindakan sodomi termasuk dosa besar yang telah Allah haramkan dalam Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia,(165) dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy-Syu’araa’: 165-166)
Yakni keluar dari batas halal dan memilih untuk melakukan perbuatan haram. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nasa`i dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Allah tidak akan melihat (dengan pandangan rahmat) seorang lelaki yang melakukan hubungan seksual sesama lelaki, atau yang menggauli istrinya melalui anus.”
Kedua, pintu tobat selalu terbuka bagi semua pelaku maksiat bahkan kafir sekalipun hingga matahari terbit dari barat (Hari Kiamat). Syarat tobat atas pelanggaran terhadap hak Allah adalah berhenti dari perbuatan dosa, menyesali dosa yang telah lalu, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Pelaksanaan hukum had tidak termasuk dalam syarat tobat. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS. Az-Zumar: 53)
Dan,
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 17)
Ketiga, sebaiknya seseorang yang jatuh dalam perbuatan maksiat berupaya untuk menutupi dan tidak mengumbar dosanya dengan tirai Allah. Ia harus meminta ampun dan bertobat kepada Allah dengan tulus. Sebab, ada hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi,
“Jauhilah perbuatan-perbuatan keji yang dilarang Allah. Barangsiapa melakukannya, maka hendaklah ia bersembunyi dengan tirai Allah dan bertobat kepada-Nya, karena sesungguhnya orang yang tampak catatan kesalahannya kepada kami, maka kami akan terapkan hukum Allah atasnya.” Menurut adz-Dzahabi, sumber hadits tersebut adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Hukum had dalam syariat atas tindakan kriminal ini dikembalikan kepada hakim syar’i. Ia yang memiliki kewenangan untuk memutuskannya berdasarkan aturan dan kondisi terkait.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.