Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

suami menyusu pada istrinya dengan paksa

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Suami Menyusu Pada Istrinya Dengan Paksa

Pertanyaan

Saya sampaikan kepada Anda bahwa saya telah melahirkan dua anak dari suami saya. Ketika saya masih menyusui anak kami yang kedua, suami saya sering menahan tangan saya di belakang punggung saya dan menyusu dari kedua payudara saya dengan paksa. Dia terbiasa menyusu pada saya selama empat bulan. Dia mengatakan dengan terus terang kepada saya bahwa saya seperti ibunya. Pada suatu hari dia membawa saya mengunjungi keluarga saya. Saya sampaikan kepada keluarga saya bahwa suami saya sering menyusu dari payudara saya hingga dia mengisap semua isi payudara saya. Apakah yang dia lakukan itu halal atau haram?

Jawaban

Perbuatan suami Anda tersebut tidak dibolehkan. Dia wajib meninggalkannya dan tidak melakukannya lagi. Namun, hal itu tidak membuatnya memiliki hubungan mahram dengan Anda karena susuan yang mengakibatkan terjadinya hubungan mahram adalah yang berlangsung ketika usia seseorang tidak lebih dari dua tahun, berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

إنما الرضاعة من المجاعة

“Sesungguhnya susuan (yang menjadikan mahram) adalah yang menghilangkan rasa lapar.”

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

لا يحرم من الرضاع إلا ما فتق الأمعاء وكان قبل الفطام

“Susuan tidak menjadikan mahram kecuali yang membelah lambung (berfungsi seperti makanan) dan berlangsung sebelum masa bayi disapih.”

Berdasarkan hal ini, maka Anda tidak haram bagi suami Anda. Adapun ucapan suami Anda, “Kamu seperti ibuku,” jika yang dia maksud adalah karena perbuatannya menyusu pada Anda, maka itu tidak dapat dibenarkan walaupun dia tidak menjadi haram bagi Anda.

Namun, jika tujuannya adalah Dhihar (menyerupakan Anda dengan ibu Anda agar Anda menjadi haram baginya), maka dia wajib membayar kafarat (denda), yaitu memerdekakan budak. Jika tidak mampu, maka dia berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka dia memberi makan enam puluh orang miskin. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا

” Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(3) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.” (QS. Al-Mujaadilah: 3-4)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'