Pengharaman tersebut tidak berpengaruh terhadap akad nikah karena terjadi sebelumnya. Dia juga tidak wajib membayar denda zihar karena zihar terjadi sebelum tunangan tersebut menjadi istri orang yang mengharamkannya atas dirinya. Hanya saja, dia harus membayar denda sumpah, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(87) Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari rejeki yang telah Allah berikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(88) Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu.” (QS. Al-Maa-idah: 87-89)
Juga firman Allah Ta`ala,
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .(1) Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tahriim: 1-2)
Orang yang mengucapkan pengharaman tersebut wajib memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang biasa diberikan kepada keluarganya. Masing-masing dari kesepuluh orang miskin itu diberi setengah sha’ gandum, kurma, beras atau lainnya dari bahan makanan warga setempat. Dia juga bisa memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Jika tidak sanggup, maka dia harus berpuasa tiga hari, yang paling afdal (utama) dilakukan berturut-turut.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.