Saya beritahukan kepada Anda bahwa pada malam Jumat 06/10/1398 H, saya membawa istri saya untuk menghadiri acara pernikahan salah seorang kerabatnya di sebuah gedung pertemuan. Saya datang untuk menjemput istri saya pada waktu salat Subuh dan saya memintanya untuk meninggalkan gedung pertemuan tersebut dan pergi dengan saya.
Kemudian saya mengutus beberapa orang untuk menyampaikan pesan kepada istri saya secara pribadi. Istri saya menolak untuk meninggalkan gedung kecuali setelah semua wanita keluar. Kemudian saya juga mengutus seorang perempuan kepadanya dan saya katakan kepada utusan tersebut, "Saya harap disampaikan kepadanya apabila dia tidak keluar sekarang, maka dia menjadi haram yaitu untuk tidak memasuki rumah saya".
Kemudian perempuan tersebut menghubunginya, dan dia memberitahu saya bahwa istri saya menolak untuk menemui saya. Sampai sekarang ini dia tidak masuk ke rumah saya. Dia berada di rumah bapaknya sampai saya memberi pengertian kepada bapaknya tentang sebab penolakannya untuk pergi menemui saya waktu itu.
Saya mengharapkan penjelasan untuk saya menurut syariat: Apakah saya boleh merujuknya kembali? Dan apakah ada kewajiban atas saya sebagai pengganti pengharaman ini? Saya mohon diberi penjelasan terkait hal itu menurut syariat disertai dalil-dalilnya demi meyakinkan bapak mertua.
Jika situasinya sebagaimana yang disebutkan maka Anda wajib membayar kafarat sumpah setelah istri tersebut memasuki rumah Anda, yaitu: Memberi makan sepuluh orang miskin sebanyak lima sha` gandum, kurma, beras atau yang semisalnya dari makanan yang biasa keluarga Anda memakannya, setiap orang miskin diberi setengah sha`, atau memberi pakaian sepuluh orang miskin atau memerdekakan seorang budak, jika tidak sanggup melakukan yang demikian, maka wajib Anda wajib berpuasa selama tiga hari, dan yang paling utama puasa itu dilakukan selama tiga hari berturut-turut, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (87) وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (88) لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(87) Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari rejeki yang telah Allah berikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(88) Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maa-idah: 87-89)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.