Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

seseorang mewakafkan kepada keturunannya yang lelaki secara turun temurun kemudian keturunannya itu terputus

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Seseorang Mewakafkan Kepada Keturunannya Yang Lelaki Secara Turun Temurun Kemudian Keturunannya Itu Terputus

Pertanyaan

Alhamdulillah Wahdahu (segala puji hanyalah bagi Allah saja). Salawat dan salam semoga dilimpahkam kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelahnya, selanjutnya: Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah menelaah pertanyaan yang datang dari Yang Mulia Ketua Pengadilan al-Bahah dengan nomor (4759) tanggal 06/11/1391 H, kepada Yang Mulia Ketua Departemen Riset Ilmiah Fatwa, Dakwah dan Bimbingan, bersumber dari Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Senior nomor (2 /39) tanggal 13/01/1392 H, teks pertanyaannya adalah: Saya mengajukan kepada Anda Yang Mulia masalah pengaduan Muhammad bin Ahmad Mahiyah Abbas, yang disertai dengan pernyataan kepemilikannya bahwa ia ingin mewakafkan akta kepemilikan yang dikeluarkan dengan nomor (152) di 311/7/1391 H, sebagaimana yang disebutkan dalam dokumen wakafnya. Kami memohon Anda yang mulia memberikan penjelasan menurut pendapat Anda tentang permohonan ini, di mana banyak yang meminta kami untuk meminta surat pernyataan persetujuan tersebut, dan kami menghentikan surat pernyataan persetujuan dan pengeluaran dokumen tersebut. Selesai. Setelah menelaah permasalahan Muhammad bin Ahmad bin Mahih Abbas ditemukan di sana teks ini: Saya ingin mewakafkan asal kepemilikan saya dan saya akan mengembangkan cabangnya pada keturunan yang berasal dari keturunan saya. Saya telah hadirkan sebuah laporan dari keluarga kami dan saya telah mewakafkan semua kepemilikan saya yang kepemilikannya tercantum dalam dokumen tersebut dengan syarat-syarat yang tertera disertai dengan lampiran dokumen. Saya memohon Anda untuk menelaah dokumen terlampir dan memberikan persetujuan, dan mencatatnya dalam buku dan mengeluarkan akta resmi yang sesuai. Selesai.

Jawaban

Setelah melakukan pengkajian (terhadap permasalahan yang diajukan) maka Komite menjawab sebagai berikut: Seperti yang tercantum dalam dokumen wakaf: bahwa Muhammad bin Ahmad bin Mahiyah menjelaskan di depan saksi kasus ini, dan ia telah mewakafkan semua barang-barangnya mulai dari rumah yang terletak di negara seperti yang disebutkan di atas dan terletak di desa Wadi al-`Abbas pada anaknya Ahmad bin Muhammad bin Mahiyah dan keturunannya yang lelaki secara turun temurun. Jika salah seorang dari mereka tidak ada maka dikembalikan ke keluarga yang paling dekat dengannya. Jika keturunannya sudah tidak ada lagi maka dikembalikan untuk membiayai operasional masjid, orang-orang fakir dan miskin.

Dan dia memberi syarat untuk anak-anak perempuannya, cucu perempuan dari anak lelakinya dan keturunannya, agar nafkah, pakaian dan tempat tinggal mereka dipenuhi apabila yang bersangkutan tidak memiliki suami yang menjamin kebutuhannya. Anak perempuannya yang memiliki suami atau anak yang menjamin kebutuhannya maka ia dapat melanjutkan kebiasaan dalam setiap kesempatan seperti kebiasaan penduduk setempat, dan tidak ada sedikit pun bagian bagi cucu laki-laki dari anak perempuannya. Selesai.

Berdasarkan hal itu maka wakaf ini termasuk wakaf yang menyimpang, karena dia telah mewakafkan pada sebagian ahli waris, dan melarang yang lainnya. Dan sekiranya ia mewakafkan semua yang ia miliki atau lebih dari sepertiga maka itu termasuk wakaf yang menyimpang juga, karena itu menghalangi ahli waris mendapatkan bagiannya menurut syariat. Dan ini termasuk melanggar hukum-hukum Allah. Dan untuk wakaf yang menyimpang ini, Yang Mulia dapat segera menghentikannya dan hal ini adalah pendapat yang benar. Pernyataan ini kemudian ditanda tangani.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.