Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

seseorang menggauli istrinya pada siang ramadan dan mendapat fatwa bahwa jika mereka tidak shalat maka tidak perlu mengganti puasanya

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Seseorang Menggauli Istrinya Pada Siang Ramadan Dan Mendapat Fatwa Bahwa Jika Mereka Tidak Shalat Maka Tidak Perlu Mengganti Puasanya

Pertanyaan

Saya pernah menggauli istri saya dua kali di siang bulan Ramadan pada tahun yang berbeda. Saya masih ingat kali pertama itu saya baru datang dari perjalanan. Adapun kejadian yang kedua saya tidak ingat lagi, tetapi bagaimanapun udzur saya saat itu saya tetap menyesal atas perbuatan ini. Saya meminta kepada Allah agar menerima taubat dan mengampuni dosa-dosa saya seluruhnya, sesungguhnya Allah maha Pengampun dan Maha Penyayang. Saya pernah bertanya kepada salah seorang Syeikh sewaktu haji tahun lalu 1414 H di Mekah dari Mina melalui telepon. Dia mengatakan bahwa jika saya dan istri saya mengerjakan semua shalat wajib dan tidak pernah meninggalkannya, maka kami harus berpuasa selama dua bulan untuk setiap hari yang kami langgar. Adapun jika kami selama ini hanya mengerjakan sebagian shalat wajib dan meninggalkan sebagiannya karena sebab apa saja, maka kami termasuk dalam hukum orang kafir, semoga Allah melindungi kami. Maka kami harus kembali kepada agama Islam dan merasa menyesal atas apa yang kami perbuat dan tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Hukum yang disampaikannya ini memberikan pukulan yang berat kepada kami, karena kami telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Kami beriman kepada Allah dan hari akhir dan beriman kepada para malaikat, dan kitab-kitab suci, dan beriman kepada taqdir, yang baik dan yang buruk. Berilah kami fatwa wahai syaikh yang terhormat, apa yang harus kami lakukan saya dan istri saya? Semoga Allah membalas kebaikan Anda. Untuk diketahui bahwa kami tidak mampu melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut, karena saya pernah mendonorkan satu ginjal untuk saudara saya pada tahun 1406 H. Saya harus selalu minum air putih untuk menjaga ginjal saya yang satu lagi. Adapun istri saya, sesungguhnya dia menderita beberapa penyakit, maka jika kami berusaha melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut dan terpaksa harus membaginya ke beberapa waktu, apakah hal ini dibolehkan? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, dan umat mendapatkan manfaat dari Anda, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, maha Dekat, lagi Maha Mengabulkan doa.

Jawaban

Jika Anda dan Istri Anda tidak sanggup membebaskan seorang budak perempuan, atau berpuasa sebagai denda karena melakukan jimak di siang Ramadan, maka masing-masing Anda berdua harus membayar dua kafarat, yaitu dengan memberi makan enam puluh orang miskin untuk setiap kafarat.

Setiap orang miskin mendapatkan jatah setengah gantang dari makanan pokok negeri setempat. Ukuran setengah gantang itu adalah sekitar satu kilo setengah. Maka masing-masing Anda berdua karena melakukan dua kali jimak membayar 60 gantang yang dibagikan kepada enam puluh orang miskin. Masing-masing mereka mendapatkan satu gantang yang sama dengan berat sekitar tiga kilo timbangan.

Adapun perasaan terkejut yang Anda berdua alami karena mendengar bahwa orang yang meninggalkan shalat itu kafir adalah sebuah sikap yang tidak pada tempatnya karena adanya dalil yang menyatakan bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat itu adalah kafir. Yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بين الرجل وبين الكفر والشرك ترك الصلاة

“Antara seorang (Muslim) dengan kafir dan syirik adalah meninggalkan shalat.”

Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam buku Sahihnya, dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

“Perjanjian di antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh ia telah kafir.”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penyusun kitab sunan lainnya dengan sanad yang sahih, dan masih banyak hadis-hadis lainnya dalam bab yang sama.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.