Dalam interaksi sosial dengan masyarakat, ada sebagian orang yang percaya dan yakin dengan hasil kerja saya sehingga saya diminta menjadi wakilnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum di Peradilan Agama. Saya mempunyai beberapa komisi khusus, seperti komisi berkas perdagangan di kementerian perdagangan, komisi penyelesaian persengketaan buruh di kementerian kerja dan urusan sosial, dan komisi keuangan di yayasan keuangan Arab Saudi.
Selanjutnya, dalam status saya sebagai seorang wakil yang legal, pihak yang mewakilkan biasanya menyerahkan kepada saya beberapa berkas dan dokumen. Pada saat dokumen dan berkas itu ditunjukkan kepada pihak hakim atau diajukan kepada komisi-komisi khusus, maka pihak yang saya wakili tersebut bisa jadi akan kalah dalam persidangan perkara dan gugatannya ditolak atau bisa jadi akan terkena vonis.
Sebetulnya saya sendiri merasa bersalah jika dokumen-dokumen pihak yang mewakikan itu tidak saya tunjukkan atau paparkan saat penyelidikan perkara. Terkadang saya mundur dan mengembalikan dokumen dan berkas yang ada kepada pemiliknya, sekaligus mencabut gugatannya.
Saya mohon petunjuk Anda tentang apa yang wajib saya lakukan dalam masalah-masalah seperti ini karena pihak yang saya wakili terkadang marah dan menuduh saya tidak jujur ketika menyerahkan dokumen-dokumen miliknya yang terkadang menjadi penyebab perkaranya tidak bisa dimenangkan dan terkena vonis.
Apakah saya selaku wakil yang legal boleh meminta pihak hakim untuk memberikan vonis yang berbeda meskipun saya pribadi menerimanya jika pihak yang saya wakili tidak bisa menerima vonis yang dijatuhkan hakim tersebut?
Seorang wakil dalam menyelesaikan pertikaian itu harus bisa dipercaya (jujur). Oleh sebab itu, dia harus bertakwa kepada Allah, membela pihak yang diwakilinya dengan cara yang sah, dan tidak tergiur dengan materi untuk menyelesaikan perkara yang dipertikaikan dengan cara yang tidak sah.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
من خاصم في باطل لم يزل في سخط الله حتى ينزع
“Barangsiapa bertikai (bermusuhan) dalam kebatilan, maka ia berada dalam kemurkaan Allah sampai ia melepasnya” (HR. Abu Dawud).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda,
انصر أخاك ظالمًا أو مظلومًا فقال رجل: يا رسول الله، أنصره إذا كان مظلومًا، أرأيت إن كان ظالمًا كيف أنصره؟ قال: تحجزه وتمنعه من الظلم، فإن ذلك نصره
“Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zalim atau sedang teraniaya. Ada yang bertanya, “Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zalim?” Ia menjawab, “Kamu cegah atau kamu larang dia dari melakukan kezaliman. Itulah bentuk pertolonganmu kepadanya.” (HR. Bukhari)
Seorang wakil juga harus mencermati gugatan sebelum dia menggelar sidang perkara. Jika gugatan tersebut tidak benar, maka dia jangan menerimanya. Demikian juga saat wakil baru tahu bahwa gugatan pihak yang diwakilinya itu tidak benar, dia harus menarik gugatannya dan jangan melanjutkannya lagi.
Seorang pengacara hendaknya takut untuk menyembunyikan dokumen-dokumen yang menjelaskan dan menunjukkan kebenaran karena hal itu merupakan sebuah pengkhianatan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” (QS. An-Nisaa’ : 107)
Allah Ta’ala juga berfirman,
هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلا
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?” (QS. An-Nisaa’ : 109)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.