Pada dasarnya shalat tidak gugur dalam keadaan apapun dari seorang Muslim selama akalnya normal, dan perempuan tersebut wajib mengerjakan shalat sesuai kemampuannya, sekalipun dia tidak bisa berwudu karena sakit atau tidak bisa bertayamum, bahkan walaupun di badannya atau pakaiannya ada najis dan dia tidak bisa menghilangkan atau membersihkannya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Dan firman-Nya ,
“aka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Maka dia harus melakukan shalat berdiri jika dia mampu berdiri, jika tidak mampu ia bisa shalat sambil duduk, jika tidak bisa maka shalat sambil berbaring miring, jika tidak bisa maka shalat dengan terlentang berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Dan firman-Nya,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Shalatlah kamu sambil berdiri, jika kamu tidak mampu maka sambil duduk, dan jika tidak mampu maka dengan berbaring.”
Dan dalam riwayat,
“Jika tidak bisa (shalat sambil berbaring miring), maka shalatlah sambil terlentang”
Oleh karena itu, wanita ini wajib mengqada shalat-shalat yang ia tinggalkan secara berurutan. Jadi ia harus mengqada shalat-shalat hari pertama dulu, kemudian setelah itu memulai shalat fardhu yang pertama yang ia tinggalkan dan begitu seterusnya hingga penggantian shalat itu selesai.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.