Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

seorang jamaah haji jatuh sakit setelah meninggalkan muzdalifah dan dirawat di rumah sakit kemudian pulang ke negaranya tanpa menyelesaikan manasik haji

2 tahun yang lalu
baca 1 menit
Seorang Jamaah Haji Jatuh Sakit Setelah Meninggalkan Muzdalifah Dan Dirawat di Rumah Sakit Kemudian Pulang Ke Negaranya Tanpa Menyelesaikan Manasik Haji

Pertanyaan

Saya berangkat haji tahun lalu tepatnya tahun 1409 H. Saya ditemani istri dan putri saya yang berumur delapan dan enam tahun. Kami memulai ihram dari miqat dengan niat haji. Saat itu kami tidak berniat atau mengatakan, "Jika ada sebuah kendala maka disitulah saya bertahalul." Kemudian saya masuk Makkah dengan menunaikan haji ifrad. Saya melakukan tawaf dan sai pada tanggal 7 Dzulhijjah. Kemudian menuju Mina dan menunaikan ibadah pada tanggal delapan Dzulhijjah. Saya menuju padang Arafah pada tanggal sembilan Dzulhijjah dan tetap di Arafah sampai matahari terbenam. Pada pertengahan hari Arafah saya sakit dan berobat namun kesehatan saya semakin menurun dan kondisi saya memburuk. Setelah matahari terbenam di hari Arafah saya menuju Muzdalifah dan tidur di sana hingga terbit fajar. Saya tidak bisa bergerak sama sekali. Mobil ambulan mengantarkan saya ke rumah sakit di Mina. Saya berada di sana hingga sampai selesai lebaran. Akibatnya saya tidak melakukan tawaf ifadhah dan tidak melontar jamrah. Demikian juga anak-anak saya tidak berbuat apa-apa dan tak satupun mewakili saya untuk melontar jamrah. Di penghujung hari lebaran saya keluar dari rumah sakit masih dalam keadaan sakit. Sayapun memakai pakaian yang berjahit dan meninggalkan kota Makkah tanpa melakukan tawaf dan melontar jamrah. Tiba di Ta'if saya bingung apa yang harus saya lakukan. Akhirnya masuk rumah sakit lagi di Ta'if . Setelah beberapa waktu saya keluar, tak seorangpun yang mengarahkan saya untuk melakukan sesuatu hingga akhirnya saya kembali ke Najran. Apa yang harus saya lakukan terkait dengan tawaf ifadah yang belum terlaksana tadi? Bagaimana dengan melontar jamrah yang belum saya laksanakan? Bagaimana dengan pakaian berjahit yang sudah saya pakai sebelum tawaf dan melontar jamrah? Saya juga sudah melakukan hubungan seksual dengan istri sebelum bertahalul saat tiba di Najran. Bagaimana dengan puteri-putri saya yang sejak awal sudah berniat melaksanakan haji bersama kami? Saya memohon penjelasan dari yang mulia tentang apa yang harus saya lakukan sekarang hingga Allah meridai saya. Saya sangat takut akan azab-Nya, dan saya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menaati-Nya. Saya berdoa kepada Allah agar memberkahi Anda dan memberkahi usaha Anda dalam menasihati, mengajarkan dan membimbing kaum Muslimin. Apalagi Anda adalah tokoh, berilmu dan bertakwa. Saya memohon kesediaan dari yang mulia untuk mengirimkan jawaban tertulis ke alamat saya hingga memungkinkan saya menyembelih hewan sebagai tanda ketaatan saya kepada Allah dan agar amalan kami diterima oleh-Nya.

Jawaban

Kalian harus kembali ke Makkah dan melakukan thawaf untuk haji, dan melakukan thawaf wada’ saat hendak meninggalkan Makkah. Anda wajib memotong rambut atau mencukurnya dengan niat haji, begitu juga dengan istri dan anak Anda wajib memotong rambutnya dengan niat berhaji.

Kemudian Anda, istri dan anak-anak Anda wajib membayar dam karena tidak melontar jamrah, juga membayar dam karena tidak mabit (bermalam) di Mina. Kedua dam tersebut disembelih di Makkah lalu dibagikan kepada fakir miskin.

Kalian boleh membayar dam berupa seekor unta, sapi atau kambing karena jumlah dam yang kalian harus bayar ada delapan. Satu ekor unta atau sapi cukup untuk membayar tujuh dam. Jadi kalian harus menambah satu sembelihan lagi untuk menyempurnakan jumlah dam yang diwajibkan.

Khusus untuk Anda, wajib menyembelih unta lagi karena menggauli istri sebelum melakukan tahalul awal begitu juga dengan istri Anda. Kedua dam ini disembelih di Makkah dan dibagikan kepada fakir miskin Makkah.

Kalian berdua harus melakukan haji lagi dari miqat ketika kalian yang dulu. Haji Anda dan Istri hukumnya rusak, sebab terjadinya hubungan seksual sebelum tahalul awal.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.