Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

seorang isteri beberapa tahun belum dikaruniai anak, kemudian hamil dan melahirkan anak yang tidak ada kemiripan dengan ayahnya sehingga sang suami curiga terhadap isterinya dan ia menganalisis darah dan ditetapkan bahwa anak tersebut bukan darah dagingnya, apa yang harus ia lakukan?

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Seorang Isteri Beberapa Tahun Belum Dikaruniai Anak, Kemudian Hamil Dan Melahirkan Anak Yang Tidak Ada Kemiripan Dengan Ayahnya Sehingga Sang Suami Curiga Terhadap Isterinya Dan Ia Menganalisis Darah Dan Ditetapkan Bahwa Anak Tersebut Bukan Darah Dagingnya, Apa Yang Harus Ia Lakukan?

Pertanyaan

Saya seorang warga yang telah menikah sejak tahun 1395 H. Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa menghendaki bahwa kemampuan saya memiliki keturunan sangat lemah sebagaimana telah diberitahukan kepada saya oleh para dokter bahwa kesempatan untuk memiliki keturunan tidak melebihi (1%) dan sisanya bertawakal kepada Allah. Saya telah menggunakan beberapa pengobatan yang disarankan oleh para dokter, akan tetapi tidak ada hasilnya, dan akhirnya saya serahkan urusan saya kepada Allah Azza wa Jalla, dan saya telah rida terhadap takdir yang dituliskan kepada saya dan saya berhenti dari meneruskan pengobatan. Tiba-tiba pada tahun 1409 H istri saya mengabarkan kepada saya bahwa dia hamil, dan Anda bisa membayangkan wahai yang mulia Syaikh bagaimana kebahagiaan dan suka citaku atas karunia nikmat yang telah Allah Yang Maha Tinggi anugerahkan kepada saya, dan berlalu pula waktu kehamilan dengan aman, dan istri saya melahirkan bayi lelaki. Di sinilah adalah kejutan besar terjadi. Bayi yang dilahirkan tidak menandakan satu tanda pun atau memiliki kemiripan dengan saya sama sekali, bahkan sampai warna kulitnya. Saya putih, istri saya kuning langsat, sementara sang anak warna coklat tua. Dari sini bisik-bisik dan kecurigaan mulai mengganggu saya. Pada akhirnya saya tidak bisa lagi bertahan, dan saya mendekati kerabat dengan semua ketidakpastian yang telah menguasai semua pikiran saya, akan tetapi pada awalnya mereka mencoba untuk menghapus keraguan dari pikiran saya dengan alasan bahwa bukan syarat anak yang dilahirkan menyerupai ayahnya, dan ini adalah merupakan bisikan setan, tapi aku tidak yakin. Setelah masa penderitaan dan kepenasaran saya dengan rasa tidak puas terhadap ucapannya, kemudian mereka menyuruh saya untuk melakukan tes DNA terhadap saya, istri saya, begitu juga anak bayi untuk meyakinkan hati saya dan supaya saya terbebas dari prasangka dan keraguan ini. Dan benar saya melakukan tes ini setelah bermusyawarah di antara keluarga saya dan keluarga istri saya, dan akhirnya mereka menyetujuinya. Bukan hal yang aneh pada Yang Mulia mengenai kemajuan ilmu pengetahuan dalam hal ini, dan itu tentu atas karunia Allah Yang Maha Tinggi. Setelah pengambilan sampel sekitar dua minggu mereka memberikan laporan mengenai hasil analisis. Dalam laporan dinyatakan bahwa tidak mungkin anak ini dari saya dengan cara apapun, karena tidak ada sifat genetik atau gen dari saya sama sekali, bahkan mereka menemukan sifat genetik lain yang aneh seperti yang dilaporkan dalam laporan tersebut. Dan bahwasanya tidak mungkin dan mustahil suatu bayi tidak membawa sifat gen dari ayah, terlepas dari kemiripan pada bentuk, dan bahwasanya setiap bayi yang Allah ciptakan harus mengandung sifat dari ayah dan ibu. Setelah hasil analisis diketahui, istri saya pergi ke keluarganya dalam rangka persiapan untuk perceraian, dan mengatakan kepada mereka bahwa bayinya tidak akan dinasabkan kepada saya, dan tidak akan membawa nama saya. Keluarga istri saya bersikeras untuk melakukan li`an sesuai dengan syariat. Setelah bermusyawarah dengan orang-orang yang baik, mereka menyarankan agar istri bersumpah dengan al-Quran di depan ayahnya dan di depan saya saja bahwa anak yang lahir ini dari saya. Dan benar ia bersumpah dengan Kitab Allah al-Quran dan dia kembali ke rumah, akan tetapi sampai tanggal surat ini ditulis, hati saya belum tenang, dan saya masih sangat bingung. Apakah yang dilakukan isteri saya itu diridai Allah? Padahal menurut pengetahuan dan keyakinan saya sesuai dengan analisis darah bahwa anak ini bukan dari saya, apakah dalam hal ini saya dianggap suami perempuan pezina yang tidak memiliki rasa cemburu semoga Allah melindung saya dari sifat tersebut? Perlu diketahui bahwa hidup saya dengannya seperti hidup dengan orang lain dan citra pengkhianatannya selalu menghantui benak saya, bahkan saya tidak memiliki perasaan apapun terhadap anak kecil tersebut, seperti layaknya rasa kasih atau sayang kepada seorang anak. Pertanyaan saya di sini adalah, apakah kelangsungan hidupnya dengan saya hukumnya haram? yang menurut pengetahuan saya bahwasanya ia berzina berdasarkan pada analisis darah. Perlu diketahui bahwa anak telah dinasabkan kepada saya?

Jawaban

Anak itu adalah anak Anda, dan Anda telah berbuat keburukan terhadap apa yang telah Anda lakukan, dan seharusnya Anda tidak mempercayai orang yang menafikannya dari Anda, dan tidak pula merasa ragu terhadapnya, berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah,

أن أعرابيا أتى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فقال: إن امرأتي ولدت غلاما أسود، وإني أنكرته، قال: “هل لك من إبل”؟ قال: نعم، قال: “فما ألوانها؟”، قال: حمر، قال: “هل فيها من أورق؟”، قال: إن فيها لورقا، قال: “فأنى ترى ذلك جاءها؟” قال: يا رسول الله عرق نزعها، قال: “ولعل هذا عرق نزعه

“Bahwasanya ada seorang lelaki Baduwi menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam seraya berkata: “Sesungguhnya istri saya telah melahirkan seorang anak lelaki berkulit hitam. Saya mengingkarinya (karena kulitnya berbeda sekali dengan kulit saya).” Lalu beliau bertanya: “Apakah kamu mempunyai unta?” Orang itu menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Apa saja warna-warna kulitnya?” Dia menjawab: “Merah.” Beliau bertanya lagi, “Apakah di antara unta itu ada yang berwarna keabu-abuan?” Dia menjawab: “Ya, di antaranya ada yang berwarna keabu-abuan”. Beliau bertanya, “Bagaimana bisa begitu?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah mungkin dipengaruhi oleh faktor keturunan.” Beliau bersabda, “Nah, anakmu itu juga barangkali dipengaruhi oleh faktor keturunan.”

Dan beliau tidak memberikan keringanan baginya dalam penafian anak tersebut darinya. Muttafaqun `Alaih dan menurut redaksi al-Bukhari. Dan dari Aisyah radhiyallahu `anha, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الولد للفراش وللعاهر الحجر

“nak itu menjadi hak pemilik firasy (suami), dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian (tidak memiliki hak sedikitpun terhadap anak hasil perbuatan zinanya).” (Muttafaqun `Alaih)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.