Jawaban 1 : Salat itu merupakan ibadah. Hukum asalnya adalah tauqifi (harus sesuai perintah Allah). Perintah untuk mengqadha shalat dan penjelasannya merupakan urusan syariah, sehingga tidak boleh dirujuk kecuali hanya kepada Kitabullah, Sunnah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan ijmak yang bersandar kepada keduanya atau salah satunya.
Tidak ada riwayat sahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, dan para imam rahimahumullah yang telah diberi petunjuk, bahwa mereka pernah melaksanakan shalat ini dan memerintahkannya, serta mendorong atau menganjurkannya.
Kalaulah benar datangnya dari Nabi, tentu akan diketahui para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Mereka akan sampaikan pula kepada kita melalui para imam yang telah diberi petunjuk setelah wafatnya mereka.
Namun, tidak ada satu riwayat pun yang datangnya dari salah seorang mereka, baik dalam bentuk perkataan atau pun perbuatan. Ini menjadi bukti bahwa keterangan yang dijabarkan dalam pertanyaan di atas mengenai shalat qadha ‘umri merupakan sebuah bidah dalam syariah yang tidak diridhai Allah.
Ini berdasarkan riwayat sahih dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam yang bersabda,
“”Orang yang membuat-buat hal baru dalam agama kami ini padahal (sejatinya) bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak.””
Yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mengqadha shalat-shalat yang terlewat sampai keluar dari batas waktu yang ditentukan, baik karena tidur ataupun lupa.
Beliau menjelaskan kepada kita untuk mengqadha-nya ketika bangun tidur atau mengingatnya, bukan pada Jumat terakhir bulan Ramadhan.
Jawaban 2 : Melaksanakan shalat sunah di rumah itu lebih utama daripada di masjid, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam
“”Salat seseorang yang paling baik adalah yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat fardhu.”” (Muttafaq ‘Alaih)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.