Pertama, jika seseorang telah berwudhu tetapi ragu apakah ia sudah batal atau belum, maka pada dasarnya (hukum asalnya) ia masih dianggap berwudu sampai yakin dirinya telah batal. Ia mesti berpegang pada hukum asal dan tidak menghiraukan keraguan tersebut.
Apabila belum berwudhu dan ragu apakah telah berwudhu atau belum, maka secara hukum asal ia dianggap belum berwudhu sampai ia yakin telah mengerjakannya. Dalam hal ini, ia mesti berpegang pada hukum asal, yaitu belum berwudhu.
Kaidah Syar’i dalam masalah ini adalah, keyakinan itu tidak dapat hilang dengan keraguan dan menurut hukum asal bahwa segala sesuatu tetap seperti semula sampai ada keterangan yang mengubahnya.
Kedua, apabila seseorang ragu tentang shalatnya apakah telah melaksanakan shalat atau tidak, maka secara hukum asal ia dianggap belum mengerjakannya sampai ia yakin telah shalat.
Ketiga, apabila seseorang tidak menemukan orang yang menunjukkanya arah kiblat dan tidak bisa melihat tanda-tanda yang menunjukkan pada kiblat lalu ia berijtihad dan melaksanakan shalat tetapi kemudian ia mendapat ijtihadnya salah, maka ia tidak perlu mengulangi shalatnya dan shalatnya tetap sah.
Namun, apabila ia tidak bertanya atau melihat kemudian mendapati bahwa ia telah salah berijtihad, maka salatnya tidak sah dan harus diulang.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.