Puasa sembilan hari pertama di bulan Dzulhijjah bukanlah sebuah kesalahan, seperti yang disampaikan oleh sebagian orang, melainkan hal itu hukumnya sunah menurut mayoritas ulama. Syekh Abdrurrahman bin Qasim berkata dalam kitabnya (Hasyiyah ‘ala Syarh al-Zad): (puasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah merupakan pendapat mayoritas ulama.
Penulis kitab al-Inshaf berkata: itu diakui semua ulama). Puasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah itu masuk dalam makna umum dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Tidak ada satu amal yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal yang dilakukan pada hari-hari 1-10 Dzulhijjah.”
Hadis ini diriwayatkan Bukhari, para penulis kitab Sunan, dan lainnya. Puasa termasuk ibadah yang paling utama. Abu Dawud berkata di dalam kitab Sunannya: Bab Puasa Sepuluh Dzulhijjah.
Musaddad meriwayatkan kepada kami dan Abu ‘Uwaanah juga meriwayatkan kepada kami, dari al-Hurr bin ash-Shabbah, dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya yang meriwayatkan dari beberapa orang istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa berpuasa sembilan hari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, tiga hari setiap bulan, dan setiap Senin awal bulan dan hari Kamis.”
Penulis kitab al-Muntaqa berkata: hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Nasa’i. Imam Syaukani berkata Syaukani dalam kitabnya (Nailul Authar): Dalam kitab ‘Idain (Salat Idul Fitri dan Adha) ada beberapa hadis yang menjelaskan keutamaan beramal di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah secara umum.
Dalam hal ini, berpuasa juga termasuk dalam kategori amalan yang baik dilakukan. Pendapat orang yang mengatakan bahwa maksud dari 9 Dzulhijjah itu adalah tanggal 9 bulan Dzulhijjah merupakan sebuah penafsiran yang tidak bisa diterima dan sebuah kesalahan yang sangat jelas, mengingat ada perbedaan antara kata sembilan dan kesembilan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.