Saya menikah dengan istri saya tahun 1377 H. Sekarang kami dikaruniai sepuluh anak, enam laki-laki dan empat perempuan. Alhamdulillah, istri saya wanita salehah yang takut kepada Allah. Sejak pernikahan kami, dia selalu menunaikan salat lima waktu dan berpuasa Ramadhan.
Saya tidak pernah melihat dia bermalas-malasan dalam menunaikan salat fardu dan puasa Ramadhan. Ketika dia tidak berpuasa lima hari terakhir di bulan Ramadhan karena haid, dia meng-qadha-nya. Sudah satu tahun ini dia menderita gula darah dan kencing manis. Karena terlalu tinggi kadar gula darahnya, dia pernah pingsan hingga akhirnya kami membawanya ke rumah sakit.
Setelah satu bulan, Alhamdulillah sakitnya membaik. Namun, kadar gulanya masih belum normal. Dokter menvonis bahwa penyakitnya tidak mungkin dapat disembuhkan. Di hari pertama bulan Ramadhan tahun 1398 H, dia melahirkan anak laki-laki. Setelah empat puluh hari, dia berusaha meng-qadha puasa yang ditinggalkannya.
Dalam puasanya itu, ketika tiba waktu Zuhur, dia merasa pusing dan tidak mampu melanjutkan puasanya hingga terpaksa dia berbuka. Setelah minum dan makan, pusing yang dia rasakan hilang. Beberapa hari kemudian dia melanjutkan puasanya, namun ketika tiba waktu Zuhur hal yang sama seperti sebelumnya terjadi. Ini berlangsung selama tiga hari.
Setiap kali berusaha untuk berpuasa dia merasa pusing dan terpaksa berbuka. Ini membuatnya menangis karena takut kepada Allah, kalau-kalau bulan Ramadhan depan keadaannya masih seperti ini. Oleh karena itu, dia meminta saya menulis surat kepada Anda untuk menanyakan masalah ini.
Insya Allah, dia akan tetap berusaha untuk berpuasa. Akan tetapi, dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk berpuasa karena penyakitnya tersebut, apa yang harus kami lakukan untuk mengganti puasa yang dia tinggalkan?
Mohon penjelasannya. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada Anda untuk melakukan hal yang Dia sukai dan ridai. Semoga Allah membimbing langkah Anda dan memasukkan Anda ke dalam surga.
Jika kondisi istri Anda seperti yang Anda jelaskan bahwa dia selalu lemah akibat penyakit yang dideritanya dan tidak mampu untuk meng-qadha puasa, maka dia boleh menunda qadha-nya sampai mampu berpuasa, walaupun setelah Ramadhan berikutnya.
Jika penyakitnya terus berlanjut, maka dia wajib memberi makan orang miskin sejumlah hari yang dia tinggalkan. Untuk satu hari dibayar dengan setengah sha’ gandum, kurma, beras, dan makanan pokok lainnya, seperti makanan yang kalian konsumsi sehari-hari. Dia tidak wajib meng-qadha jika tidak mampu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.