Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

perpecahan kaum muslimin disebabkan perbedaan rukyat hilal

3 tahun yang lalu
baca 4 menit
Perpecahan Kaum Muslimin Disebabkan Perbedaan Rukyat Hilal

Pertanyaan

Kami pelajar Muslim di Amerika Serikat dan Kanada. Setiap awal bulan Ramadhan kami menghadapi permasalahan yang menyebabkan terjadi perpecahan antar kaum Muslimin menjadi tiga kelompok: 1. Satu kelompok berpuasa dengan berusaha melakukan rukyatulhilal di kawasan tempat mereka tinggal. 2. Satu kelompok berpuasa mengikuti Kerajaan Arab Saudi. 3. Satu kelompok berpuasa ketika sampai berita dari persatuan pelajar Muslim di Amerika dan Kanada yang berusaha melihat hilal di berbagai tempat di Amerika. Persatuan Pelajar Muslim ini, setelah terlihat hilal di salah satu kawasan, akan menyebarkan edaran kepada seluruh Islamic Center yang ada di Amerika. Sehingga seluruh kaum Muslimin di Amerika berpuasa pada hari yang sama, walaupun terdapat jarak yang jauh antar berbagai kota. Rukyat dan informasi siapakah yang lebih tepat untuk diikuti dan menjadi pijakan dalam berpuasa? Kami memohon fatwa mengenai hal ini. Semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban

Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi telah membahas permasalahan ini, dan telah mengeluarkan keputusan yang isinya:

Pertama: Perbedaan mathla` hilal (tempat munculnya hilal) awal bulan merupakan perkara yang telah diketahui dengan jelas, baik dengan indera maupun logika. Tidak ada seorang ulama pun yang berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi, perbedaan pendapat terjadi mengenai mempertimbangkan perbedaan mathla’ dalam penentuan awal atau akhir bulan, atau tidak.

Kedua: Mempertimbangkan perbedaan mathla` atau tidak merupakan permasalahan teoritis yang menjadi obyek ijtihad. Perbedaan dalam masalah ini pun terjadi di kalangan para ulama.

Ini merupakan perbedaan pendapat yang dibolehkan, sehingga orang yang ijtihadnya benar mendapatkan dua pahala, yaitu karena ijtihad dan kebenaran pendapatnya. Sedangkan, orang yang pendapatnya salah mendapatkan satu pahala, yaitu karena ijtihadnya.

Para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini menjadi dua kelompok. Diantara mereka ada yang mempertimbangkan perbedaan mathla` hilal untuk penetapan awal dan akhir bulan, sedangkan sebagian yang lain tidak mempertimbangkannya.

Masing-masing kelompok berargumen dengan dalil-dalil Alquran dan Sunah. Bahkan terkadang keduanya berdalil dengan nas yang sama, misalnya dengan firman Allah Ta`ala,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al Baqarah : 189)

Juga, dengan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah kalian karena melihatnya pula.”

Dengan memperhatikan berbagai pertimbangan yang ditetapkan oleh Dewan Ulama Senior, dan memperhatikan bahwa perbedaan di dalam masalah ini tidak mempunyai efek negatif, karena telah berlalu empat belas abad sejak munculnya agama ini, dan kami tidak mendapati satu masa di mana berlangsung penyatuan umat Islam dalam satu rukyat, maka anggota Dewan Ulama Senior berpendapat untuk membiarkan hal ini berjalan seperti yang telah berlaku sebelumnya, dan tidak mempermasalahkannya. Setiap negara Islam pun memiliki hak untuk memilih salah satu pendapat dalam masalah ini, berdasarkan keputusan para ulamanya karena masing-masing memiliki dalil dan sandaran tersendiri.

Ketiga: Setelah mengkaji tentang tetap-tidaknya hilal berdasarkan hisab falaki # dengan dalil-dalil Alquran dan Sunah, serta setelah meneliti pendapat para ulama mengenai permasalahan ini, maka Dewan Ulama Senior sepakat untuk tidak mengakui hisab falaki dalam penetapan hilal untuk masalah-masalah keagamaan. Ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya pula.”

Juga berdasarkan sabda beliau Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

لا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه

“Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihatnya.”

Juga dalil-dalil lain yang semakna dengan hadits-hadits tersebut. Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa juga berpendapat bahwa persatuan pelajar Muslim di negara-negara yang pemerintahnya non-Muslim, harus mengambil tugas sebagai pemerintah muslim dalam masalah penetapan hilal awal bulan bagi kaum Muslimin yang tinggal di negara-negara tersebut.

Berdasarkan keterangan yang disebutkan dalam poin kedua dari keputusan Dewan Ulama Senior Kerajaan Arab Saudi, maka persatuan pelajar Muslim tersebut memiliki dua pilihan; mempertimbangkan perbedaan mathla`, atau tidak mempertimbangkannya.

Setelah menentukan pilihan, pengurus harus menyebarkan edaran tentang keputusan tersebut kepada seluruh kaum Muslimin di negara setempat. Kaum Muslimin di negara tersebut harus mengikuti pilihan dan ketetapan persatuan pelajar tersebut. Hal ini untuk menjaga persatuan, memulai puasa bersama-sama, serta menghindari perselisihan dan kekacauan.

Semua muslim yang tinggal di negara-negara tersebut hendaknya berusaha melihat hilal di masing-masing kawasan yang mereka tempati. Jika ada satu orang atau lebih dengan kapasitas keilmuan memadai yang mampu melihat hilal, maka mereka semua harus berpuasa berdasarkan hal tersebut.

Mereka juga hendaknya menyampaikan ini kepada persatuan pelajar muslim agar diumumkan kepada khalayak ramai. Ini untuk awal bulan Ramadhan. Adapun jika berkaitan dengan berakhirnya bulan Ramadhan, maka harus ada dua orang saleh yang bersaksi telah melihat hilal awal bulan Syawal.

Atau (jika tidak terlihat, maka) menyempurnakan bulan Ramadhan menjadi tiga puluh hari. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين يوما

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya pula. Apabila pandangan kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah hitungan (bulan Sya`ban) menjadi tiga puluh hari.”

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'