Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

pernikahan seorang muslim dengan wanita ahlulkitab atau wanita kafir

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Pernikahan Seorang Muslim Dengan Wanita Ahlulkitab Atau Wanita Kafir

Pertanyaan

Mohon kepada para Syekh yang terhormat agar menjelaskan kepada kami syarat sah akad nikah seorang Muslim dengan wanita ahlulkitab (Nasrani) di negara barat, khususnya di lingkungan kami berada saat ini di negara Amerika Utara (Kanada). Diharapkan untuk memperhatikan sebagian norma yang sudah menjadi konsepsi umum berlaku di tengah-tengah masyarakat di sini, seperti pilar-pilar yang sangat mendasar sekali berupa keyakinan dan tradisi masyarakat yang merupakan unsur asasi di dalam membentuk akad nikah apapun antara lelaki dan wanita. Itu semua terbentuk disebabkan motivasi para pendeta Kristiani, kaum bapak dan karib kerabat. Norma-norma itu berbunyi sebagai berikut: 1. Sebelum proses akad nikah berlangsung harus ada fase uji coba dengan durasi tidak kurang dari satu tahun, yaitu pasangan pria dan wanita hidup bersama di dalam satu rumah. 2. Melakukan fase uji coba hubungan seksual sebelum akad nikah dengan durasi lebih lama dari poin pertama. 3. Adanya fase uji coba sebelum akad nikah, yaitu pihak pria dan wanita menguji kesediaan pasangannya untuk memaafkan kekhilafan mereka masing-masing, yang mana satu sama lain tidak ambil pusing terhadap hubungan seksual yang pernah mereka lakukan dengan orang lain. Jika semua syarat tersebut sudah terpenuhi, maka masing-masing dari kedua belah pihak dapat mengambil keputusan bahwa mereka cocok untuk menjadi pasangan suami isteri. Sebaliknya, apabila salah satu dari poin di atas tidak terpenuhi berarti mereka gagal menjadi calon suami isteri. Catatan: Menjadi suatu keaiban bagi seorang wanita ahlulkitab dan pria di wilayah ini apabila, 1. Seorang gadis memelihara kesuciannya setelah berumur lima belas tahun. 2. Tetap hidup sendirian tanpa ada teman seranjang. 3. Tinggal bersama kedua orang tua setelah balig (berumur 18 tahun). 4. Bertanggung jawab terhadap kesalahan yang pernah dilakukannya, baik yang berhubungan dengan masalah seksual ataupun sosial di hadapan pacarnya sendiri (artinya, dia mempunyai kebebasan sempurna) tanpa ada yang menentang. 5. Seorang gadis tinggal sendirian di rumah baru tanpa didampingi teman pria. Semua ini terbentuk dikarenakan motivasi dari keluarga dan pendeta. Pada poin ini, kesalahan yang dilakukan pemuda tidak jauh beda dengan para pemudi. Anehnya lagi, pria dan wanita merasa bangga kepada pacar dan teman-temannya yang lain siapa yang lebih banyak dari mereka berdua mempunyai kekasih di dalam melakukan hubungan badan, bahkan yang paling banyak melakukan praktek seksual dalam kehidupannya. Dengan memperhatikan semua poin di atas, apakah seorang Muslim haram hukumnya menikahi wanita ahlulkitab?

Jawaban

Pertama: Seorang muslim diperbolehkan menikahi wanita ahlulkitab Yahudi dan Nasrani dengan syarat dia seorang wanita yang suci, yaitu merdeka lagi menjaga kehormatan.

Kedua: Apabila realitasnya sebagaimana yang Anda sebutkan, yaitu bahwa di sana ada lima pilar yang harus dilalui oleh siapa pun yang ingin menikahi wanita ahlulkitab yang ada di wilayah Amerika Utara (Kanada).

Kelima pilar yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, termasuk di situ masalah berduaan, hidup bersama, mengambil selir, zina dan merasa bangga dengan perbuatan keji tersebut, sedangkan semua itu sudah jelas keharamannya di dalam agama Islam.

Jika seorang Muslim merasa bangga melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya dan menganggap hal itu dibolehkan, maka dia telah kafir dan dihukumi murtad.

Seorang Muslim dilarang melakukan perbuatan zina serta semua sebab yang akan membawa kearah sana, seperti berkhalwat dengan bukan mahram. Dengan demikian, pria Muslim haram hukumnya melakukan akad nikah dengan wanita ahlulkitab jika harus memenuhi salah satu dari lima pilar di atas.

Begitu juga halnya, haram mengambil alih proses akad nikah dan menjadi saksi. Siapa pun yang berperan serta di dalam salah satu dari pilar di atas, maka dia dianggap berdosa karena telah melakukan sesuatu yang diharamkan dan juga tidak diperintahkan syariat.

Siapa pun yang sudah terlanjur melakukan akad nikah dengan wanita ahlulkitab atau kafir, maka dia wajib menceraikannya. Bagaimana mungkin seorang muslim rela menjadi suami wanita sundal?

Jika dia tetap mempertahankan wanita itu sedangkan kepribadiannya demikian, maka dia termasuk seorang pria yang dayus (tidak punya rasa cemburu terhadap keluarga) karena dia berarti telah mengukuhkan perbuatan jelek tersebut, yang mana di dalamnya terdapat dua unsur yang berbeda, yaitu antara najis dan suci, baik dan keji, serta hubungan yang halal dan haram.

Kami berpesan kepada seluruh umat Islam yang membaca fatwa ini agar mengontrol diri dan memelihara keluhuran akhlak serta tidak termotivasi dengan gaya hidup orang kafir yang penuh bergelimang syahwat akhirnya terjerumus ke dalam kehidupan rumah tangga yang haram atau gagal dan akibatnya dia menemui berbagai macam permasalahan sepanjang hidup.

Sebenarnya cara yang halal sudah menutupi semua perbuatan haram. Secara prinsip, seorang Muslim layaknya menikahi seorang Muslimah. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaklah selalu bertakwa kepada Allah terhadap dirinya, keturunan serta keluarga, dan hatinya selalu dipenuhi rasa simpati terhadap kaum Muslimin.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'