Tidak diragukan lagi bahwa nazar dalam ketaatan termasuk salah satu ibadah dan Allah Ta’ala memuji orang yang menunaikannya. Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insaan: 7)
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah, maka taatilah Dia. Barangsiapa bernazar untuk mendurhakai-Nya, maka janganlah ia mendurhakai-Nya.”
“Seseorang bernazar akan menyembelih unta di Buwanah kemudian dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ia balik bertanya kepadanya, “Apakah di sana terdapat berhala yang disembah pada masa Jahiliah?” Ia menjawab, “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Apakah di sana terdapat tempat perayaan hari raya mereka?” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Penuhilah nazarmu. Sesungguhnya tidak ada pemenuhan nazar untuk bermaksiat kepada Allah dan nazar dengan sesuatu yang tidak dimiliki oleh seseorang.”
Mengingat bahwa penanya bernazar untuk berpuasa selama satu tahun sedangkan puasa selama setahun berturut-turut berarti puasa sepanjang masa dan puasa sepanjang masa hukumnya adalah makruh, berdasarkan hadis sahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya ia bersabda,
“Barangsiapa berpuasa sepanjang masa, maka seakan-akan dia tidak berpuasa dan tidak berbuka.”
Dan tidak diragukan lagi bahwa ibadah makruh dilarang untuk diamalkan, maka nazar tersebut tidak boleh ditunaikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Apabila seseorang bernazar untuk melakukan ibadah makruh, seperti salat malam sepanjang malam dan berpuasa sepanjang hari, maka dia tidak wajib menunaikan nazar tersebut.”
Dengan demikian, penanya harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin dan setiap orang miskin mendapat setengah sha’ kurma atau makanan pokok lain dari negara setempat, memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang budak yang beriman. Apabila dia tidak mampu, maka dia harus berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.