Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

menyetubuhi istri pada anus (anal seks)

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Menyetubuhi Istri Pada Anus (Anal Seks)

Pertanyaan

Apa hukum bagi suami yang berhubungan intim dengan istrinya, lalu tanpa sadar dia menyetubuhi anus istri (anal seks)?

Jawaban

Seorang suami dilarang menyetubuhi dubur (anus) istrinya. Jika seseorang melakukannya tanpa sengaja, maka dia dimaafkan asalkan dia berhenti saat tersadar. Dalil yang mengharamkan perbuatan anal seks adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah,

أن يهود كانت تقول: إذا أتيت المرأة من دبرها في قبلها ثم حملت كان ولدها أحول. قال: فنزلت: نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Apabila seorang wanita digauli vaginanya dari belakang, kemudian hamil, maka anaknya akan lahir dalam keadaan juling.” Jabir berkata, “Kemudian turun ayat, Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,

إن شاء مجبية وإن شاء غير مجبية، غير أن ذلك في صمام واحد

“Oleh karena itu, jika dia ingin, maka dia dapat (menggauli istri) dari depan atau belakang, asalkan ke satu tempat (ke vagina).”

Melalui ayat ini, Allah mendustakan ucapan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa apabila seorang suami menyetubuhi vagina istri dari arah belakang dan istri dalam posisi telungkup, maka anaknya akan lahir dalam keadaan juling. Allah juga menjelaskan lewat firman-Nya bahwa seorang suami boleh menyetubuhi istri dengan cara apa pun yang diinginkan, baik posisi istri telentang atau telungkup, asalkan penetrasinya di vagina istri.

Penjelasan hukum seperti ini berdasarkan kepada pemahaman para sahabat Rasulullah yang notabene orang Arab. Juga berdasarkan penggunaan istilah “harts” (tanah tempat bercocok tanam) terhadap wanita, yang disebutkan dalam Al-Quran, dimana wanita diharapkan akan melahirkan keturunan. Tentunya keturunan tidak akan pernah lahir melalui proses anal seks.

Ayat itu sendiri turun tentang kehamilan dan kelahiran seorang anak dalam kondisi juling, sedangkan kehamilan dan kelahiran anak tidak akan pernah sama sekali ada melalui proses anal seks, baik yang juling maupun tidak. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Ummu Salamah radhiyallahu `anha,

عن النبي -صلى الله عليه وسلم- في قوله تعالى: نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ يعني: صماما واحدا

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan tentang firman Allah Ta’ala, Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. bahwa maksudnya adalah satu lubang (vagina).”

Perawi menyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah hasan. Masih banyak hadits yang melarang suami menyetubuhi anus istrinya. Di antaranya, hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

ملعون من أتى امرأة في دبرها

“Terlaknatlah orang yang menggauli istrinya melalui dubur.”

Dalam redaksi lain disebutkan,

لا ينظر الله إلى رجل جامع امرأة في دبرها

“Allah tidak akan memberi rahmat kepada seorang lelaki yang menggauli istrinya di dubur.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadits lain yang senada terdapat dalam riwayat Ahmad dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

لا تأتوا النساء في أعجازهن، أو قال: “في أدبارهن

“Janganlah kalian menggauli istri-istri kalian melalui dubur.”

Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dari Ali bin Thalq yang mengatakan pernah mendengar Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

لا تأتوا النساء في استاههن، فإن الله لا يستحي من الحق

“Janganlah kalian menggauli istri-istri kalian melalui dubur. Sesungguhnya Allah tidak malu dalam hal kebenaran.” (Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'