Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

menjual barang secara tempo dengan harga lebih mahal

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Menjual Barang Secara Tempo Dengan Harga Lebih Mahal

Pertanyaan

Jika seseorang memiliki barang dagangan seperti roti, gula, minyak atau binatang ternak. Harga saat itu adalah seratus riyal dan dia ingin menjualnya kepada orang lain secara berjangka seharga seratus tiga puluh riyal. Biasanya waktu pembayarannya adalah satu tahun, tetapi terkadang sudah lewat satu atau dua tahun belum dibayar. Apakah transaksi tersebut haram atau tidak? Demikian pula, jika pembeli secara berjangka membeli barang dagangan di gudang atau toko dan si penjual telah menyiapkan barang yang dibelinya. Apakah pembeli boleh menjual kembali barang dagangannya di tempat tersebut setelah barang disiapkan dan diserahkan kepadanya atau harus membawa barang tersebut ke tempat lain terlebih dahulu?

Jawaban

Seseorang boleh menjual barang dagangan, baik makanan maupun lainnya, secara berjangka atau tempo walaupun harganya lebih mahal dari harga pasar saat transaksi. Pembeli seyogyanya melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini berdasarkan sifat umum firman AllahTa’ala,

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya” (QS. Al-Baqarah : 283)

Dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه، ومن أخذ أموال الناس يريد إتلافها أتلفه الله

“Barangsiapa meminjam harta orang lain dan dia hendak melunasinya, maka Allah akan melunasinya untuknya. Barangsiapa meminjam harta orang lain dengan maksud akan melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkannya.”

Jika seseorang membeli barang di gudang atau toko dan penjual telah menyiapkan barang yang dibelinya, maka pembeli tidak boleh menjual kembali di tempat tersebut dengan anggapan barang yang dibelinya telah disiapkan oleh penjual karena itu belum dianggap serah terima barang. Namun, jika pembeli ingin menjualnya kembali, maka dia harus membawanya ke tempat lain. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad rahimahullah dari Hakim bin Hizam bahwasanya dia berkata,

قلت: يا رسول الله: إني أشتري بيوعًا فما يحل لي منها وما يحرم؟ قال: إذا اشريت شيئًا فلا تبعه حتى تقبضه

“Aku (Hakim bin Hizam) bertanya kepada Rasulullah, “Jual beli apakah yang diharamkan dan yang dihalalkan? Ia bersabda, “Bila engkau membeli barang, jangan menjualnya sebelum terjadi serah terima.”

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Zaid bin Tsabit,

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن تباع السلع حيث تبتاع حتى يحوزها التجار إلى رحالهم

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang transaksi penjualan kembali barang dagangan di tempat terjadinya pembelian hingga para pedagang membawa barang dagangannya ke kendaraan mereka masing masing.”

Serta hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwanya ia berkata, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا ابتعت طعامًا فلا تبعه حتى تستوفيه

“Jika engkau hendak membeli makanan, maka janganlah engkau menjualnya kembali hingga dia selesai menerimanya.”

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

من ابتاع طعامًا فلا يبعه حتى يكتاله

“Barangsiapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar menakarnya.”

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'