Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

menjadikan pemberian uang belasungkawa dari pelayat kepada keluarga mayit sebagai tradisi rutin

2 tahun yang lalu
baca 1 menit
Menjadikan Pemberian Uang Belasungkawa Dari Pelayat Kepada Keluarga Mayit Sebagai Tradisi Rutin

Pertanyaan

Kami adalah penduduk Rijal Alma` yang berlokasi di kawasan selatan. Nenek moyang kami terbiasa hidup memasrahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan biji-bijian hasil pertanian, daging, susu, dan mentega. Masyarakat kami dapat dikatakan sebagai contoh nyata dari solidaritas sosial yang diajarkan oleh agama kita, Islam yang agung. Contoh solidaritas di antara para anggota masyarakat adalah bahwa ketika seseorang meninggal dan orang itu berasal dari keluarga miskin yang bisa jadi tidak mempunyai makanan karena sibuk dengan kematian dan tidak memiliki waktu untuk mencari nafkah, maka mereka memiliki aturan tertentu sebagai bentuk solidaritas terhadap keluarga yang ditinggalkan. Aturan tersebut adalah orang yang datang berbelasungkawa kepada keluarga mayit akan membawa satu mud gandum, jagung atau jelai. Semua itu dilakukan berdasarkan kemampuan masing-masing tanpa ada tekanan dari siapa pun dan tanpa permohonan atau permintaan dari keluarga jenazah. Ini dilakukan secara sukarela untuk menenangkan keluarga yang berduka dan agar keluarga mayit memiliki makanan, tanpa terbebani biaya sedikit pun. Biji-bijian itu dimasak dan dibuat makanan bagi keluarga mayit dan kerabat mereka yang datang dari tempat jauh untuk melayat. Tradisi itu pun berlangsung terus. Kemudian sinar mentari negara Arab Saudi menyinari Jazirah Arab. Kedermawanan menyebar ke segenap penjuru Jazirah Arab, termasuk daerah kami. Sumber-sumber pemasukan pun meningkat, padahal sebelumnya kehidupan mereka hanya terbatas dari pertanian dan peternakan. Kebutuhan semua orang terpenuhi melalui sumber-sumber pemerintah, baik melalui pemberian pekerjaan, subsidi atau sarana-sarana halal lainnya. Terkait dengan masalah di atas, mayoritas makanan yang diberikan itu merupakan makanan siap saji dari luar rumah keluarga mayit. Ini membuat masyarakat beralih, dari yang semula memberikan satu mud biji-bijian menjadi menyerahkan uang sekitar 50 riyal. Tujuannya agar keluarga mayit mengetahui bahwa masyarakat di sekitar mereka peduli. Mungkin saja yang meninggal adalah ayah atau penopang keluarga yang berduka sehingga uang itu dapat memenuhi nafkah mereka meskipun hanya untuk sementara waktu sampai kehidupan mereka kembali normal. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk membeli makanan bagi keluarga mayit dan kerabat mereka yang datang dari tempat jauh untuk mengungkapkan belasungkawa dan melayat. Perlu diketahui bahwa sumbangan ini bersifat sukarela dan merupakan kedermawanan. Seseorang tidak akan disalahkan karena tidak memberi sumbangan atau tidak datang melayat ke rumah keluarga yang berduka. Selain itu, jumlah uang yang disumbangkan juga kecil dan dana yang terkumpul akan membantu mereka dalam banyak hal, misalnya untuk melunasi utang. Betapa banyak orang wafat dengan meninggalkan utang lalu lunas karena bantuan semacam ini. Uang itu juga bermanfaat bagi keluarga mayit setelah kematiannya sampai akhirnya beban musibah tersebut berkurang. Beberapa waktu belakangan, banyak yang membahas masalah ini mengingat bahwa hal ini tidak ada hubungannya dengan berkumpulnya masyarakat pada keluarga mayit. Biasanya pelayat datang menyampaikan belasungkawa kepada keluarga yang berduka lalu dia menemui salah seorang yang memiliki hubungan paling dekat dengan mendiang dan memberikannya sejumlah uang, menemuinya di pemakaman, di jalan, di masjid atau mengirimkan uang tersebut tanpa paksaan atau permintaan kerabat mayit. Berdasarkan keterangan yang kami sebutkan di atas dan atas dasar keinginan kami untuk mengetahui hukumnya yang benar secara syar'i dari orang-orang yang telah membaktikan dirinya dalam kebenaran yang harus diikuti, maka kami berharap Anda dapat memberikan pandangan hukum atas permasalahan ini.

Jawaban

Pemberian sejumlah uang dari setiap pelayat kepada keluarga mayit tidak boleh dijadikan sebagai perbuatan yang rutin (tradisi) karena hal ini tidak memiliki dasar dalam agama Islam.

Namun, jika seseorang ditakdirkan wafat dengan meninggalkan keluarga miskin yang tidak memiliki penopang hidup atau meninggalkan utang tanpa ada harta untuk melunasinya lalu ada orang yang berbuat baik terhadap mereka dengan membantu dan melunasi utang mayit semampunya, maka ini merupakan perbuatan terpuji karena ini dapat menenangkan keluarga mayit dan membebaskan mereka dari utang. Allah Ta’ala telah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa” (QS. Al Maa-idah: 2).

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'