Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur

3 tahun yang lalu
baca 5 menit
Meninggalkan Shalat Jamaah Tanpa Uzur

Pertanyaan

Bagaimana kita menghukumi orang yang salat di rumah tanpa memiliki uzur? Apakah ia dihukumi kafir? Jika jawabannya tidak, maka apa penafsiran atas atsar yang menyatakan bahwa seseorang berpuasa di siang hari dan salat di malam hari tetapi tidak menghadiri salat Jum’at dan salat jamaah. Maka salah seorang sahabat berkata, “Dia di neraka.”

Jawaban

Barangsiapa yang melaksanakan shalat lima waktu atau salah satu darinya di rumah tanpa ada uzur, maka ia tidak dianggap sebagai orang kafir. Tetapi ia berdosa karena telah meninggalkan kewajiban, yaitu shalat berjamaah di masjid. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan hendaklah mereka menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah golongan yang kedua yang belum shalat datang, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu dengan sekaligus” (QS. An Nisaa’ : 102)

Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan melaksanakan shalat secara berjamaah meskipun di saat-saat yang paling sulit dan yang paling menakutkan, yaitu dengan cara kelompok pertama menyempurnakan setengah terakhir dari shalatnya dan melakukan salam sebelum imam.

Ini tidak mungkin kecuali jika shalat fardhu berjamaah bersama imam itu hukumnya wajib. Bahkan ini lebih wajib dan lebih tinggi dari kewajiban mengikuti imam dalam shalat dan dari kewajiban makmum menyelaraskaan shalatnya dengan shalat imamnya, yaitu dengan tidak boleh menyamainya dan mendahuluinya dalam setiap gerakan-gerakannya.

Begitu pula, berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

من سمع النداء فلم يأت فلا صلاة له إلا من عذر

” Barangsiapa yang mendengar adzan, lantas tidak mendatangi (shalat) maka tidak ada shalat baginya kecuali ada uzur” (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Hibban dan Hakim) Sanad hadits ini sesuai dengan syarat Muslim.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam

ن رجلاً أعمى قال: يا رسول الله: ليس لي قائد يقودني إلى المسجد فهل لي من رخصة أن أصلي في بيتي؟ فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: هل تسمع النداء بالصلاة؟ قال: نعم قال: فأجب

“Bahwasanya seorang laki-laki buta bertanya, “Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki penuntun yang menuntunku ke masjid, apakah aku mendapatkan keringanan untuk shalat di rumah?”. Kemudian Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?”, ia menjawab, “Iya” Beliau bersabda, “Maka penuhilah panggilan itu!”.”

Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda

لقد هممت أن آمر بحطب فيحتطب، ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها ثم آمر رجلاً فيصلي بالناس ثم أخالف إلى رجال فأحرق عليهم بيوتهم، والذي نفسي بيده لو يعلم أحدهم أنه يجد عرقًا سمينًا أو مرماتين سمينتين لشهد العشاء

“Sungguh aku telah bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Kemudian saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, seandainya seseorang mengetahui bahwa dia mendapat tulang yang gemuk (banyak dagingnya) atau mendapat dua paha kambing yang baik, niscaya ia menyaksikan (ikut berjamaah) Isya.”

Bukhari juga telah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, ia berkata Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda

ليس صلاة أثقل على المنافقين من الفجر والعشاء ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوًا، لقد هممت آمر المؤذن فيقيم ثم آمر رجلاً يؤم الناس ثم آخذ شعلاً من نار فأحرق على من لا يخرج إلى الصلاة بعد

“Salat yang dirasa paling berat oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka tahu pahala yang ada pada keduanya niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dengan merangkak. Aku bermaksud untuk menyuruh seorang muadzin lantas beriqamat. Kemudian aku menyuruh seseorang mengimami shalat jamaah ini (menggantikanku) lalu aku mengambil api untuk membakar orang yang tidak pergi shalat berjamaah”

Seseorang yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan shalat jamaah, maka berhak dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka karena meninggalkan salah satu kewajiban Islam, yaitu melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah dan menghadiri shalat Jum’at.

Jika ia menolak syariat shalat jamaah atau kewajiban menghadiri shalat Jum’at atas orang yang telah memenuhi syarat kewajiban, maka ia dianggap sebagai orang kafir yang kekal dalam neraka. Jika ia meyakini kewajiban itu –hanya saja ia meninggalkannya karena malas– maka ia akan diazab di neraka sesuai dengan kesalahannya kecuali Allah berkehendak memaafkannya.

Jika Allah mengazabnya karena tidak melaksanakan shalat Jum’at dan shalat jamaah tanpa menolak kewajibannya, maka tempat kembalinya adalah surga. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan-Nya, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’ : 116)

Juga berdasarkan hadits-hadits yang menjelaskan para pelaku dosa besar selain syirik. Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa pelaku dosa besar diazab dalam neraka jika Allah menghendaki itu lalu dikeluarkan darinya dan dimasukkan ke dalam surga.

Adapun atsar yang disebutkan oleh penanya, maka diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan redaksi: seseorang bertanya kepadanya tentang seseorang yang berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam hari tetapi tidak menghadiri shalat Jum’at dan shalat jamaah.

Maka ia menjawab, “Dia di neraka.” Seandainya atsar ini shahih maka maknanya adalah seperti yang telah kami sebutkan.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'