Syariat Islam adala syariat yang toleran, sempurna, dan jelas. Syariat Islam bukanlah syariat yang ekstrim, yang mengharamkan anak-anak perempuan paman (dari pihak ayah) dan anak-anak perempuan bibi (dari pihak ibu).
Syariat Islam juga bukanlah syariat yang gegabah, yang membolehkan pernikahan dengan saudara perempuan dan anak saudara perempuan. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu.” (QS. Al-Ahzab : 50)
Meskipun kandungan awal ayat ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun hal itu tidak berarti bahwa umat Islam tidak termasuk di dalamnya. Sebab, berdasarkan kaedah asal, jika suatu tuturan ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka umat Islam akan ikut secara otomatis.
Kecuali jika ada dalil yang menunjukkan bahwa suatu hukum memang khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti dalam hal penghibahan diri seorang wanita, sebagaimana disebutkan dalam akhir ayat di atas, yaitu firman Allah,
“Sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.” (QS. Nama Surat: 123)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.