Setelah melihat fatwa yang disebutkan oleh penanya, ternyata fatwa tersebut dikeluarkan oleh lembaga fatwa pada tahun 1348 H dan menyatakan bahwa itu dianggap sebagai satu talak. Karena penanya mengatakan bahwa setelah itu dia menceraikan istrinya lagi dengan mengucapkan, “Kamu saya cerai, cerai, cerai” dan tujuan pengulangan itu hanya untuk penegasan bukan menetapkan jumlah, maka yang berlaku adalah satu talak.
Jika jatuhnya talak itu bukan untuk yang ketiga kalinya, maka dia berhak rujuk selama istrinya masih dalam masa iddah. Adapun jika masa iddah istrinya sudah selesai sebelum dia sempat rujuk, maka dia boleh menikahinya lagi dengan akad dan mahar baru, serta dengan kerelaan sang istri. Setelah itu, dia hanya memiliki sisa satu talak.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.