Keputusan Dewan Ulama Senior di Kerajaan Arab Saudi telah keluar tentang penjelasan ketentuan waktu-waktu shalat dan penentuan awal dan akhir setiap hari di bulan Ramadhan di negara-negara yang serupa dengan negara tersebut. Fatwa tersebut berbunyi: Setelah melihat, mengkaji, dan berdiskusi, maka Dewan Ulama Senior memutuskan berikut ini:
Pertama, orang yang tinggal di sebuah negara, tempat malam dan siang dapat dibedakan dengan terbit fajar dan matahari terbenam, tetapi siang harinya sangat panjang di musim panas dan pendek di musim dingin, maka dia harus menunaikan shalat lima waktu pada waktu-waktunya yang telah ditentukan oleh syariat. Ini berdasarkan sifat umum firman Allah Ta’ala,
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra’: 78)
Dan firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya terhadap orang-orang yang beriman” (QS. An-Nisaa’: 103)
Serta berdasarkan riwayat dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepadanya tentang waktu shalat. Lalu ia bersabda kepadanya, “Shalatlah bersama kami selama dua ini,” yakni dua hari. Ketika matahari telah condong, ia menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian ia memerintahkan Bilal untuk berikamah shalat Zuhur. Setelah itu, ia memerintahkan Bilal supaya berikamah shalat Ashar saat matahari masih meninggi putih cemerlang. Selanjutnya, ia memerintahkan Bilal berikamah shalat Magrib saat matahari sudah menghilang. Kemudian ia memerintahkan Bilal untuk berikamah shalat Isya saat mega merah telah menghilang. Selanjutnya, ia memerintahkan supaya Bilal berikamah shalat Subuh saat fajar terbit. Di hari kedua, ia memerintahkan Bilal supaya mengakhirkan shalat Zuhur hingga cuaca agak dingin dan Bilal pun mengakhirkannya hingga cuaca agak dingin sehingga ia telah memberi kenyamanan dengan menangguhkan Zuhur hingga cuaca agak dingin dan ia shalat Asar ketika matahari masih tinggi dan ia mengakhirkannya lebih dari waktu sebelumnya. Setelah itu, ia melaksanakan shalat Magrib sebelum mega merah menghilang, shalat Isya setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat Subuh ketika fajar telah merekah. Kemudian ia bertanya: “Dimanakah orang yang bertanya tentang waktu shalat tadi?” Laki-laki itu berkata; “Saya, Rasulullah” Ia bersabda: “Waktu shalat kalian adalah di antara waktu yang telah kalian lihat sendiri.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.)
Dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Dan bayangan seseorang seperti tingginya selama waktu shalat Asar belum tiba, waktu shalat Asar selama matahari belum menguning, waktu shalat Magrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, waktu shalat Isya hingga tengah malam, dan waktu shalat Subuh semenjak fajar terbit selama matahari belum terbit. Jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat karena ia terbit di antara dua tanduk setan.” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya.)
Hadis-hadis lain yang menjelaskan ketentuan waktu-waktu shalat lima waktu cukup banyak, baik (hadis) perkatan maupun perbuatan, tanpa membedakan panjang pendek siang dan malam selama waktu-waktu shalat tersebut dapat diketahui melalui tanda-tanda yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ini mengenai ketentuan waktu-waktu shalat. Adapun masalah ketentuan waktu-waktu puasa pada bulan Ramadhan, para mukalaf harus menahan diri dari makan, minum, dan seluruh hal yang membatalkan sejak fajar terbit hingga matahari terbenam di negeri mereka selama siang dan malam di negeri mereka dapat dibedakan dengan ketentuan durasi siang malamnya adalah 24 jam.
Mereka dihalalkan untuk makan, minum, bersetubuh, dan sejenisnya pada malam hari saja walaupun malamnya pendek karena syariat Islam berlaku secara menyeluruh bagi semua umat manusia di seluruh penjuru negeri. Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah: 187)
Barangsiapa tidak mampu menyempurnakan puasa karena lamanya siang atau ketidakmampuannya itu diketahui melalui tanda-tanda, hasil tes atau nasihat dokter ahli yang jujur atau ia memiliki dugaan kuat bahwa puasa dapat menyebabkannya mati, sakit keras, penyakitnya bertambah parah atau kesembuhannya lambat, maka ia boleh membatalkan puasanya dan mengqadha (mengganti) hari-hari puasanya yang batal pada waktu ia mampu berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Dia juga berfirman,
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan suatu kesempitan untukmu dalam agama” (QS. Al-Hajj: 78)
Kedua, Barangsiapa tinggal di negeri-negeri, tempat matahari tidak terbenam di musim panas dan tidak terbit di musim dingin, atau di negeri-negeri yang siangnya berlanjut terus-menerus selama enam bulan dan malamnya berlanjut terus-menerus selama enam bulan, misalnya, maka mereka wajib menunaikan salat lima waktu setiap 24 jam, memperkirakan dan menentukan waktu-waktunya dengan bertolok ukur kepada negeri-negeri terdekat dengan mereka, tempat waktu-waktu salat fardunya dapat dibedakan satu sama lain. Ini berdasarkan hadis Isra’ dan Mikraj,
“Bahwa Allah Ta’ala mewajibkan lima puluh shalat kepada umat ini dalam satu hari-satu malam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus memohon keringanan kepada Allah hingga Allah berfirman, “Muhammad, itu adalah lima shalat dalam satu hari satu malam. Setiap salat memiliki keutamaan sepuluh shalat sehingga itu adalah lima puluh shalat.” dan seterusnya.
Ini juga berdasarkan hadis Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Seorang laki-laki dari penduduk Najed yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kami mendengar gumaman suaranya, tetapi kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Ternyata dia bertanya tentang Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menjawab, “Islam adalah shalat lima waktu siang dan malam.” Dia bertanya lagi, “Apakah saya masih mempunyai kewajiban yang lain?” Ia menjawab, “Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunah.” dan seterusnya.
Dasar lainnya adalah hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Kami dilarang menanyakan sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami pun heran ada orang pedalaman yang berakal datang lalu bertanya kepadanya dan kami mendengarnya. Suatu ketika seorang lelaki dari pedalaman datang lalu berkata, “Muhammad. Utusanmu mendatangi kami lalu mengatakan bahwa menurutmu Allah telah mengutusmu.” Ia menjawab, “Benar.” Hingga orang pedalaman itu berkata, “Utusanmu juga mengatakan bahwa kami harus melakukan shalat lima waktu dalam satu hari satu malam.” Ia menjawab, “Benar.” Lelaki itu lalu berkata, “Demi Zat yang telah mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkan hal ini kepadamu?” Ia menjawab, “Ya”.” dan seterusnya.
Ada sebuah riwayat menyebutkan,
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang al-Masih ad-Dajjal kepada para sahabat. Mereka bertanya, “Berapa lama dia berada di bumi?” Ia menjawab, “Empat puluh hari. Namun, satu hari lamanya seperti satu tahun, satu hari seperti satu bulan, dan satu hari seperti satu minggu sedangkan hari-hari lainnya adalah seperti hari-hari kalian saat ini.” Lalu ada yang bertanya, “Rasulullah, satu hari yang lamanya seperti satu tahun, apakah saat itu kami cukup melakukan shalat untuk satu hari?” Ia menjawab, “Tidak, tetapi perkirakanlah waktunya.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menganggap satu hari yang lamanya seperti satu tahun sama dengan satu hari, saat shalat fardu cukup ditunaikan lima kali, tetapi saat itu ia mewajibkan lima shalat fardu ditunaikan setiap 24 jam. Ia juga memerintahkan mereka agar membagi waktu-waktunya berdasarkan dimensi waktu sesuai dengan ketentuan waktu pada hari biasa di negeri mereka.
Oleh karena itu, kaum muslimin yang berada di negeri-negeri bersangkutan harus mengatur waktu-waktu salat dengan bertolok ukur kepada negeri-negeri terdekat dengan negeri mereka, tempat malam dan siang dapat dibedakan dan waktu shalat yang lima dapat diketahui dengan tanda-tanda sesuai ketentuan syariat pada setiap 24 jam.
Mereka juga wajib berpuasa pada bulan Ramadan dan memperkirakan waktu puasa dengan menentukan permulaan dan akhir bulan Ramadan dan awal menahan dan berbuka setiap hari dengan permulaan dan akhir bulan dan dengan terbitnya fajar dan terbenamnya matahari setiap hari di negeri yang terdekat dengan mereka, tempat malam dan siangnya dapat dibedakan dan lama waktunya adalah 24 jam.
Hal itu berdasarkan kepada hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang al-Masih ad-Dajjal di atas dan tentang cara-cara menentukan waktu-waktu shalat karena tidak adanya perbedaan antara puasa dan shalat.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kalender sepanjang masa tersebut batil, bertentangan dengan nas-nas terang dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan merusak ibadah shalat dan puasa kaum muslimin. Oleh karena itu, imam tersebut wajib diwaspadai dan tidak boleh diikuti.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.