Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

menghidupkan malam lailatul qadar

3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Menghidupkan Malam Lailatul Qadar

Pertanyaan

Bagaimana cara menghidupkan malam Lailatul Qadar? Apakah dengan salat, membaca Alquran, sirah Nabi, ceramah, dan merayakannya di dalam masjid?

Jawaban

Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersungguh-sungguh pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan melebihi bulan-bulan lainnya, dengan shalat, membaca Alquran, dan berdoa. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

كان إذا دخل العشر الأواخر أحيا الليل وأيقظ أهله وشد المئزر

” Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikatan kainnya.”

Dalam riwayat Ahmad dan Muslim, redaksinya adalah

كان يجتهد في العشر الأواخر ما لا يجتهد في غيرها

“Beliau sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, lebih dari kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”

Kedua, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat menganjurkan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda,

من قام ليلة القدر إيمانًا واحتسابًا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Orang yang mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR. Jamaah, kecuali Ibnu Majah)

Hadis ini menunjukkan disyariatkannya menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan shalat.

Ketiga, di antara doa terbaik untuk dipanjatkan pada malam Lailatul Qadar adalah yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Aisyah radhiyallahu `anha. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dipandang sahih olehnya, dari Aisyah radhiyallahu `anha yang berkata,

قلت: يا رسول الله، أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها؟) قال: قولي: اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

“Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda jika aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan di malam itu?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: Allaahumma innaka `afuwwun tuhibbul `afwa fa`fu `annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau senang memaafkan, maka maafkanlah aku).”

Keempat, untuk mengklaim bahwa satu malam tertentu di bulan Ramadhan adalah Lailatul Qadar dibutuhkan dalil yang menguatkannya. Akan tetapi, malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan merupakan saat yang paling dimungkinkan terjadinya Lailatul Qadar, jika dibandingkan dengan malam-malam lainnya. Malam kedua puluh tujuh diprediksi kuat sebagai Lailatul Qadar, berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sebutkan.

Kelima, bidah tidak boleh dilakukan, baik di dalam atau pun di luar bulan Ramadhan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Orang yang mengada-ada dalam urusan agama kami ini, padahal itu yang bukan berasal dari agama kami, maka perkara itu tertolak.”

Dalam riwayat lain,

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

“Orang yang melakukan suatu perbuatan bukan berdasarkan tuntunan agama kami, maka perbuatan tersebut tertolak.”

Kami tidak mengetahui dalil atas perayaan-perayaan yang dilakukan di sebagian bulan Ramadhan. Sebaik-baik petunjuk adalah tuntunan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'