Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

menghancurkan masjid lama dan membangun perpustakaan umum di atas lokasinya

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Menghancurkan Masjid Lama Dan Membangun Perpustakaan Umum Di Atas Lokasinya

Pertanyaan

Dalam syariat Islam, apakah diperbolehkan untuk meruntuhkan masjid dan menggantinya dengan bangunan perpustakaan umum? Jika hal tersebut diperbolehkan dalam syariat Islam, apakah boleh mengambil kompensasi atas lahan (dan bangunan) tersebut, ataukah para pengurus masjid memiliki kewenangan untuk mendapatkan ganti masjid baru di lokasi lain?

Jawaban

Tidak diperbolehkan untuk meruntuhkan masjid yang masih berdiri untuk tujuan membangun perpustakan umum, meskipun masjid itu merupakan bangunan lama. Bahkan, walaupun masjid itu telah runtuh, pembangunan perpustakaan umum di lokasi itu tetap tidak diizinkan. Hal yang wajib dilakukan adalah melakukan renovasi jika masjid tersebut sudah tua dan membangun masjid baru di lokasi itu jika sudah runtuh, meskipun harus dengan menjual sebagian tanah lokasi masjid tersebut sebagai biaya pemugaran.

Sebab, hukum dasar dari wakaf adalah tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak dapat diwariskan. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Umar bin Khaththab ketika ingin menyedekahkan kebunnya yang ada di Khaibar,

تصدق بأصله، لا يباع ولا يوهب ولا يورث، ولكن ينفق ثمره

“Bersedekahlah dengan buah yang dihasilkan oleh pohonnya. Pohon itu tidak boleh dijual, tidak dapat dihibahkan kepada orang lain, dan tidak diwariskan, tetapi buahnya disedekahkan.”

Ini merupakan penjelasan umum bagi semua jenis wakaf. Akan tetapi, para ulama memberikan pengecualian jika wakaf objek aslinya tidak ada manfaatnya sama sekali, atau jika dipindahkan ke tempat lain akan lebih disukai, lebih bermanfaat, dan lebih baik dari asalnya. Dalam kondisi seperti ini, objek wakaf boleh dijual dan diganti dengan tempat yang lain dalam rangka mempertahankan manfaatnya, atau untuk meningkatkan manfaat yang dapat dirasakan darinya.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab mengirim surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ketika dia mendengar tentang terjadinya pencurian terhadap baitul mal yang ada di Kufah, “Pindahkanlah masjid yang ada di lokasi tempat tinggal para pemilik kurma. Lalu, jadikanlah baitul mal tersebut di posisi kiblatnya.

Dengan demikian, di masjid tersebut akan terus ada orang yang melakukan shalat.” Peristiwa tersebut diketahui oleh para shahabat yang lain, dan mereka tidak berselisih pendapat sama sekali sehingga itu merupakan ijma (konsensus). Di samping itu, mengalihkan wakaf membuat tujuannya dapat dipertahankan, sekalipun fisiknya tidak.

Namun kebolehan itu harus disertai dengan beberapa syarat, yaitu bahwa penjualan atau penggantian wakaf dalam kondisi yang seperti yang telah disebutkan itu harus dilakukan oleh pemerintah Islam atau pihak yang diberi kewenangan. Ini merupakan bentuk kehati-hatian terhadap wakaf dan demi menjaganya dari tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'