Saya memegang sebuah perusahaan di kota Dammam milik saudara saya. Perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja yang beragama Hindu. Saat rekrutmen dahulu, kami tidak mengetahui adanya aturan larangan mempekerjakan non-muslim di Kerajaan Arab Saudi. Yang kami ketahui, larangan itu berlaku di daerah Hijaz, bukan seluruh Jazirah Arab.
Pada saat pengiriman visa ke kantor rekrutmen di India, kami tidak menentukan harus beragama Islam sebagai syarat menjadi tenaga kerja. Kami hanya memfokuskan pada kemampuan kinerja yang baik pada bidang yang kami perlukan. Apalagi kami juga tidak memiliki waktu luang untuk terjun langsung dalam perekrutan. Selain itu, masa berlaku visa hampir habis, sehingga jika tidak kami gunakan secepatnya, maka akan dibatalkan.
Pasca rekrutmen tenaga kerja yang ditandai dengan penekenan kontrak untuk jangka waktu dua tahun di kantor perwakilan sebagaimana mestinya, baru terungkap bahwa dari tujuh belas tenaga kerja dalam beberapa keahlian yang berbeda, lima belas orang beragama Hindu, satu Kristen, dan satu lagi seorang Muslim.
Akhirnya, perusahaan mulai mempekerjakan mereka dalam bidang yang berbeda-beda. Sebenarnya kami tidak setuju merekrut tenaga kerja yang beragama Hindu, karena di India, mereka memusuhi kaum Muslimin di sana. Selama masa training, yaitu tiga bulan pertama pasca rekrutmen, kami tidak menemukan kesalahan kerja apa pun yang mengharuskan memutuskan kontrak dengan mereka.
Saudara saya sebagai pemilik perusahaan dan penjamin resmi merasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka. Meskipun sudah dijelaskan adanya kerancuan sebagaimana yang telah dijelaskan, dia tetap bersikeras memulangkan mereka atau memindahkan kepada penjamin lain. Keputusan tersebut dapat menimbulkan beberapa konsekuensi. Di antaranya:
1. Memutus kontrak sebelum waktu yang disepakati, yaitu saat masa kontrak masih tersisa satu tahun lagi, berarti menyalahi dan melanggar perjanjian. Konsekuensinya adalah mengganti seluruh biaya perjalanan.
2. Tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban karena saat ini banyak proyek yang sedang dijalankan.
3. Perusahaan akan mengalami kerugian material disebabkan biaya tiket kepulangan pekerja, biaya pemindahan penjamin, atau biaya rekrutmen tenaga kerja baru.
Selanjutnya, saat ini saya sedang melakukan proses pemulihan dengan cara mendirikan perusahaan kontraktor bersama mitra saya yang telah bekerjasama sejak awal. Kami akan menganggung pembelian perusahaan saudara saya dalam memenuhi hak dan kewajiban untuk membuat perusahaan baru. Dengan izin Allah, kami akan melakukan beberapa hal berikut:
1. Mengeluarkan visa kerja atas nama perusahaan baru, dan menjalin kontrak dengan tenaga kerja muslim (karena kami telah mengetahui hukumnya).
2. Kami secara pribadi akan berangkat ke India untuk melakukan kontrak dengan para tenaga kerja, atau mendelegasikan kepada orang yang kami percaya untuk menyelesaikannya.
3. Dengan izin Allah, setelah kedatangan tenaga kerja muslim dan mereka sudah bekerja, kami akan langsung memulangkan pekerja non-muslim jika masa kontrak mereka selesai, atau melakukan pembaruan kontrak bagi yang telah memeluk agama Islam, karena saudara saya telah mengajak mereka untuk masuk Islam--semoga Allah membalas amal baik saudara saya.
Dengan demikian,
1. Kami telah menyelesaikan seluruh kontrak dengan tenaga kerja sebagai pemenuhan janji.
2. Kami juga telah menjaga aset perusahaan dan memenuhi seluruh kewajiban kami kepada tenaga kerja.
Inilah penjelasan yang kami ketahui. Kami mohon penjelasan hukum syar'i terhadap masalah ini. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jika realitasnya seperti yang disebutkan bahwa Anda tidak mengetahui adanya larangan rekrutmen orang kafir di Jazirah Arab dan baru mengetahui setelahnya lalu seluruh kewajiban diselesaikan, (maka ini tidak apa-apa).
Lalu setelah Anda mengetahuinya, Anda berhenti mempekerjakan non-muslim setelah selesainya kontrak dengan mereka, karena memang itu kewajiban Anda, maka Insya Allah Anda semua mendapat pahala atas niat baik ini.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.