Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

mencela ulama

2 tahun yang lalu
baca 4 menit
Mencela Ulama

Pertanyaan

Kami mendengar dan menemukan beberapa orang yang mengaku sebagai salafi, tapi mereka disibukkan dengan mencela para ulama dan menuduh mereka telah berbuat bid`ah, seakan-akan lisan mereka diciptakan hanya untuk melakukan hal tersebut, dan mereka mengatakan "Kami salafi." Pertanyaannya Semoga Allah menjaga Anda Apa pengertian salafi yang benar? lalu bagaimana sikapnya terhadap kelompok-kelompok Islam zaman sekarang? Semoga Allah membalas Anda dengan balasan yang terbaik karena manfaat yang kami peroleh bersama seluruh kaum Muslimin, sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa.

Jawaban

Jika persoalannya seperti yang telah disebutkan, mencela ulama dan menuduh mereka berbuat bid`ah adalah tindakan yang menodai kehormatan dan bukan cara yang dipakai oleh para ulama pendahulu (salaf) dan orang-orang terbaik dari umat (Islam) ini.

Perjuangan para ulama terdahulu (as-salaf as-salih) adalah mengajak kepada al-Quran dan as-Sunnah, dan (mengajak) kepada apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu umat ini dari kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum dan orang -orang yang mengikuti mereka (tabi`in) dengan baik, dengan menggunakan cara yang bijak (hikmah), pelajaran yang baik, dan debat yang paling baik.

Di samping juga mereka berusaha keras untuk mengerjakan apa yang mereka serukan kepada manusia konsisten terhadap kewajiban-kewajiban dalam Islam yang diketahui secara aksioma seperti mengajak kepada kegatan sosial dan kerjasama dalam kebaikan menyatukan kaum Muslimin dalam kebenaran menjauhi perpecahan dan faktor-faktor pemicunya seperti perasaan benci.

Permusuhan dan saling dengki menahan diri dari merendahkan kemuliaan kaum Muslimin, (dari) menuduh mereka dengan prasangka palsu, dan hal-hal semisalnya yang menyebabkan perpecahan kaum Muslimin dan saling memusuhi antar mereka. (Allah) Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103) وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104) وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai- berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(103) Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(104) Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah keterangan yang jelas datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali-‘Imran: 103-105)

Dan telah disebutkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda ,

لا ترجعوا بعدي كفارًا يضرب بعضكم رقاب بعض

“Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain.”

Ada banyak ayat al-Quran dan hadis yang mengecam perpecahan dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Karena itu, menjaga dan melindungi kehormatan kaum Muslimin merupakan kewajiban dalam Islam yang diketahui secara aksioma sehingga haram hukumnya merusak dan merendahkan kehormatan tersebut.

Terlebih lagi apabila yang direndahkan kehormatannya adalah ulama dan orang yang besar manfaatnya bagi kaum Muslimin, karena teks-teks dalam kedua wahyu (al-Quran dan as-Sunnah) yang mulia menjelaskan kemuliaan posisi mereka. Di antaranya bahwa Allah menyebut mereka sebagai para saksi atas tauhid (pengesaan) Allah. (Allah) Ta’ala berfirman,

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali-‘Imran: 18)

Mencela para ulama tanpa alasan yang benar dengan cara menuduh mereka berbuat bid`ah, menuduh fasik, mengecilkan dan merendahkan mereka adalah kezaliman dan dosa yang sangat besar. Hal itu merupakan sebab fitnah, dan mengahalangi kaum Muslimin dari mengambil ilmu mereka yang bermanfaat serta kebaikan dan petunjuk yang mereka bawa.

Hal ini juga memberikan efek negatif dalam penyebaran agama (Islam) yang suci, karena melukai pembawanya akan berakibat buruk juga kepada sesuatu yang dibawa. Dan hal ini juga mirip dengan para pengikut hawa nafsu yang mencela para sahabat, padahal sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah saksi terhadap Nabi umat Islam atas syariat Allah yang beliau sampaikan, sehingga apabila orang yang menjadi saksi dianggap cacat maka sesuatu yang disaksikanpun akan cacat.

Jadi seorang Muslim harus konsisten dengan adab, petunjuk dan syariat Islam, menahan lisannya dari perkataan keji dan merendahkan kehormatan para ulama, bertobat kepada Allah atas perbuatan (merendahkan ulama) itu, dan berhenti dari berbuat aniaya kepada sesama. Tetapi apabila seorang ulama melakukan kesalahan, maka kesalahan itu tidak berarti merusak ilmu yang dimilikinya.

Yang harus dilakukan (oleh seorang Muslim) untuk mengetahui kesalahan itu adalah dengan kembali kepada para ulama yang dianggap berkompenten dalam masalah ilmu, agama dan akidah yang benar, dan tidak menyerahkan dirinya kepada setiap orang yang mengajak dan datang kepadanya lalu menggiringnya kepada kebinasaan tanpa dia sadari.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'
Sumber Tulisan:
Mencela Ulama